BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah
satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir, sebagaimana untuk
menjalani kehidupan di dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dan
penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Pencipta untuk beribadah.
Salah satu aspek yang sangat penting dalam pendidikan adalah proses
pengelolaannya.
Indonesia merupakan salah
satu negara berkembang yang kualitas pendidikannya masih rendah. Hal ini
terlihat dari input dan outputpendidikan yang
kurang profesional. Indonesia harus meningkatkan mutu pendidikan, salah satu
caranya ialah dengan mengembangkan proses manajemen pendidikan ke arah yang
lebih maju.
Proses pendidikan sekolah
yang baik bergantung dengan manajemen atau pengelolaan dari kepala sekolahnya.
Selain itu, proses pendidikan pun sangat bergantung pada pengelolaan
pendidikan dari semua konten dalam pendidikan. Suatu sekolah dikatakan bermutu
jika pengelolaannya dimulai dengan efisiensi sekolah, sekolah efisien,
efektivitas sekolah, sekolah efektif, profesionalisme sekolah, dan sekolah profesional
(sekolah bermutu). Sekolah yang bermutu pun tidak terlepas dari peran serta
masyarakat dan orang tua yang ikut menyumbang pikiran dalam rangka proses
pengelolaan suatu lembaga pendidikan.
Makin majunya perkembangan
masyarakat diisyaratkan dengan makin besarnya atau tuntutan masyarakat terhadap
perkembangan lembaga pendidikan, sehingga tidak menutup kemungkinan bagi
lembaga yang tidak dapat mengakomodasi tuntutan masyarakat tersebut maka tidak
mustahil akan berdampak pada pengucilan lembaga atau dengan kata lain
lembaga tersebut akan mati bersamaan denganmemudarnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang
dikembangkan oleh penulis yaitu :
1. Bagaimana
perencanaan program di sekolah ?
2. Bagaimana
pelaksanaan rencana kerja di sekolah ?
3. Bagaimana
pengawasan dan evaluasi di sekolah
4. Bagaimana
kepemimpinan di sekolah
5. Bagaimana
sistem informasi manajemen di sekolah
C. Manfaat
Adapun manfaat dalam
penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui bagaimana perencanaan program di sekolah
2. Untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan rencana kerja di sekolah
3. Untuk
mengetahui bagaimana pengawasan dan evaluasi di sekolah
4. Untuk
mengetahui bagaimana kepemimpinan di sekolah
5. Untuk
mengetahui bagaimana sistem informasi manajemen di sekolah
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Standar
Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah
didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai
spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria- kriteria yang akurat yang
digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi- definisi tertentu untuk
menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah
dinyatakan. Standar dapat juga diartikan sebagai spesifikasi teknis yang
tersedia untuk masyarakat yang merupakan kerja sama dan konsensus umum yang
didasarkan pada IPTEK dan pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal
oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang.
B. Pengertian Pengelolaan
Menurut Wardoyo (1980:41) pengelolaan adalah suatu
rangkai kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian pengerakan dan
pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Harsoyo (1977:121) pengelolaan adalah suatu
istilah yang berasal dari kata “kelola” mengandung arti serangkaian usaha yang
bertujuan untuk mengali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara
efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.
C. Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003).
D. Pengertian Standar
Pengelolaan
Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar
tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan.
E. Pengertian Pengelolaan Pendidikan
Pengelolaan pendidikan menurut Sukirman (1998) adalah
penataan, pengaturan dan kegiatan-kegiatan lain sejenisnya yang berkenaan
dengan lembaga pendidikan beserta segala komponennya, dan dalam kaitannya
dengan pranata dan lembaga lain.
Pengelolaan pendidikan dapat juga diartikan sebagai
serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi,
mengendalikan, dan mengembangkan segala upaya di dalam mengatur dan
mendayagunakan sumber manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sementara fungsi pengelolaan pendidikan, yakni: fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pemotivasian, dan pengawasan.
Pengelolaan pendidikan berasal dari kata manajemen,
sedangkan istilah manajemen sama artinya dengan administrasi (Oteng Sutisna:
1983). Dapat diartikan pengelolaan pendidikan sebagai supaya untuk menerapkan
kaidah-kaidah adiministrasi dalam bidang pendidikan.
F. Pengertian Standar PengelolaanPendidikan
Standar pengelolaan pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, atau
nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan.
G. Kepala Sekolah sebagai Administator
Pendidikan
Esensi dari ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 dan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang otonomi daerah adalah
penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri. Masalah ini membawa implikasi tersendiri dalam manajemen
pelaksanaan pendidikan di tingkat sekolah. Salah satu pendekatan yang
mengakomodasikan tuntutan terbaru pengelolaan pendidikan di daerah adalah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri
Nomor 053/u/2001. Konsep ini bertujuan untuk mendirikan, memberikan otoritas
kepada sekolah, memberdayakan sekolah, keleluasaan mengembangkan program
sekolah dan mengelola sumber daya dan potensi yang ada di sekolah sehingga akan
terwujud sekolah yang efektif dan bermutu.
Keberhasilan pelaksanaan MBS memerlukan sosok kepala
sekolah yang memiliki kemampuan manajerial dan integritas profesional yang
tinggi serta demokratis dalam proses pengambilan keputusan di sekolah. Untuk
mengembangkan kemampuan kepala sekolah ini perlu diawali terlebih dahulu
diadakan studi untuk mengidentifikasi kemampuan-kemampuan apa yang sesungguhnya
perlu dimiliki oleh kepala sekolah dalam rangka MBS ini.
Di samping itu, hal penting lainnya yang perlu dilakukan
kepala sekolah adalah membangun visi. Visi yang telah dimiliki oleh sekolah
seharusnya disosialisasikan, dikomunikasikan, dihidupkan, bahkan dikembangkan
agar mempunyai arti, bermakna bagi sekolah itu. Visi merupakan cita-cita dan
pandangan ke depan yang dapat diraih di masa depan melalui kinerja dengan
berbagai upaya dan cara. Untuk menempuh tujuan tersebut, diperlukan empat
pilar, yaitu : “(1) Penentu arah, (2) Agen perubahan, (3) Juru bicara, (4)
Pelatih.” (Aan Komariah, 2002: 48). Untuk menjalankan kepemimpinan visioner
ini, seorang kepala sekolah diharapkan mampu memberikan inspirasi kinerja
kepada stafnya, terutama para guru di dalam koordinasinya. Untuk itu, menurut
Wahjosumidjo (1999: 4-5), ada sejumlah elemen kunci yang perlu diperhatikan
kepala sekolah, yaitu:
1.
Suatu kepekaan yang mendalam menyangkut
pencapai tujuan, yang sering diungkapkan sebagai suatu visi (untuk apa suatu
sekolah didirikan dan beroperasi serta apa yang ingin dicapai).
2.
Penataan atau penempatan diri guru-guru dan
staf berkaitan dengan visi tersebut.
3.
Penekanan pada kinerja guru-guru dan staf
serta penciptaan suatu lingkungan yang memberdayakan semua unsur dalam sekolah
yang dipimpinnya.
4.
Struktur yang efektif yang memperhitungkan
aspek sistemik sekolah.
5.
Suatu kapasitas untuk mengintegrasikan akal
dan intuisi.
Apabila kepala sekolah
ingin berhasil menggerkan bawahan, seorang kepala sekolah harus:
1.
Menghindarkan diri dari sikap perbuatan yang
bersifat memaksa atau bertindak keras.
2.
Mampu melakukan tindakan yang melahirkan
kemampuan untuk bekerja dengan semangat dan percaya diri.
3.
Mampu membujuk bawahan sehingga
bawahan yakin apa yang dilakukan adalahbenar (induce).
Dalam praktiknya, kepala sekolah sebagai seorang
administrator atau pemimpin memiliki berbagai fungsi yang harus dijalankan agar
kepemimpinannya efektif dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah. Dalam
memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung
dalam definisi pendidik, melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna
pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan dilaksanakan.
Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus berusaha menanamkan,
memajukan, dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan
mental, moral, fisik, dan artistik.
Pembinaan mental ; yaitu membina pra tenaga kependidikan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak. Dalam hal ini
kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga
kependidikan dapat menjalankan tugas dengan baik, secara proporsional dan
profesional. Untuk itu, kepala sekolah harus berusaha melengkapi sarana,
prasarana, dan sumber belajar agar dapat memberi kemudahan kepada para guru
dalam melaksanakan tugas utamanya, mengajar. Mengajar dalam arti memberikan
kemudahan belajar bagi peserta didik (facilitate of learning).
Pembinaan moral; yaitu membina pra tenaga kependidikan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran, baik buruk mengenai suatu
perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing tenaga
kependidikan. Kepala sekolah profesional harus berusaha memberikan nasehat
kepada seluruh warga sekolah, misalnya pada setiap upacara bendera atau
pertemuan rutin.
Pembinaan fisik ; yaitu
membina pra tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan kondisi jasmani
atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah. Kepala sekolah
profesional harus mampu memberikan dorongan agar para tenaga kependidikan
terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan olah raga, baik yang
diprogramkan sekolah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat sekitar
sekolah.
Pembinaan artistik ; yaitu membina tenaga kependidikan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan
keindahan. Hal ini biasanya dilakukan melalui kegiatan karyawisata yang bisa
dilaksanakan setiap akhir tahun ajaran. Dalam hal ini, kepala sekolah dibantu
oleh para harus mampu merencanakan berbagai program pembinaan artistik, seperti
karyawisata, agar dalam pelaksanaanya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran.
Lebih dari itu, pembinaan artistik harus terkait atau merupakan pengayaan dari
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Sebagai edukator kepala sekolah harus senantiasa berupaya
meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini
faktor pengalaman akan sangat mempengaruhi profesionalisme kepala sekolah,
terutama dalam mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan terhadap
pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, menjadi wakil kepala sekolah,
atau menjadi anggota organisasi kemasyarakatan sangat mempengaruhi kemampuan
kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaannya, demikian halnya pelatihan dan
penataran yang pernah diikutinya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan
kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga
kependidikan dan prestasi belajar peserta didik dapat dideskripsikan sebagai
berikut.
Pertama; mengikutsertakan
guru-guru dalam penataran-penataran, untuk menambah wawasan para guru. Kepala
sekolah juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Misalnya memberikan kesempatan bagi para guru yang belum mencapai jenjang
sarjana untuk mengikuti kuliah di universitas terdekat dengan sekolah, yang
pelaksanaannya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Kepala sekolah harus
berusaha untuk mencari biaya bagi para guru yang melanjutkan pendidikan,
melalui kerjasama dengan masyarakat, dengan dunia usaha atau kerjasama lain
yang tidak mengikat.
Kedua; kepala sekolah harus
berusaha menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat
bekerja, kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan di papan
pengumuman. Hal ini bermanfaat untuk memotivasi para peserta didik agar lebih
giat belajar dan meningkatkan prestasinya.
Ketiga; menggunakan waktu belajar
secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan
mengakhiri pembelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, serta
memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0296/U/1996, merupakan landasan penilaian kinerja kepala sekolah. Kepala sekolah
sebagai edukator harus memiliki kemampuan untuk membimbing guru, membimbing
tenaga kependidikan non guru, membimbing peserta didik, mengembangkan tenaga
kependidikan, mengikuti perkembangan iptek, dan memberi contoh mengajar.
Kemampuan membimbing guru,
teutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan program
pembelajaran dan bimbingan konseling (BK), penilaian hasil belajar peserta
didik dan layanan bimbingan konseling, analisis hasil penilaian belajar dan
layanan bimbingan konseling, serta pengembangan program melalui kegiatan
pengayaan dan perbaikan pembelajaran (remedial teaching).
Kemampuan membimbing tenaga kependidikan non guru dalam
penyusunan progran kerja, dan pelaksanaan tugas sehari-hari, serta mengadakan
penilaian dan pengendalian terhadap kinerjanya secra periodik dan
berkesinambungan. Penilaian dan pengendalian kinerja secara periodik dan
berkesinambungan penting dilakukan untuk mencapai peningkatan kualitas
kerja secara kontinue (continuous quality improvement).
H. Kerjasama
Sekolah dan Masyarakat
Tumbuh kembangnya kepercayaan masyarakat mengisyaratkan
desakan kebutuhan lembaga untuk semakin berkembang guna menjawab tantangan
serta kebutuhan masyarakat, sehingga pada giliran masyarakat akan menentukan
pilihan lembaga mana yang layak untuk diberikan kepercayaan mendidik masyarakat
peserta didik.
Desakan kebutuhan masing-masing baik lembaga ataupun
masyarakan tentu berbeda walaupun pada prinsip dasarnya memiliki kesamaan yakni
mencerdaskan kehidupan anak bangsa yakni mendidik manusia Indonesia seutuhnya,
dan cita-cita ini akan tampak hanya sebagai sebuah angan-angan jika antara
masyarakat dan lembaga pendidikan tidak terjalin komunikasi dengan baik,
sehingga lajim dikatakan bahwa keduanya merupakan simbiosis mutualisme,
yakni sebagai suatu keharusan yang menyatukan visi dan misi di antara keduanya
sehingga satu dengan lainnya tidak dapat memisahkan diri.
Dalam bahasa yang lebih dinamis dikatakan bahwa lembaga
pendidikan dan masyarakat bukan hanya sekedar menjalin hubungan, tetapi lebih
pada komunikasi, dan keluasan makna ini akan berdampak terhadap harmonisasi
hubungan sekolah dan masyarakat sehingga pada gilirannya dapat tercipta jika
masing-masing elemen yang menjadi pelengkap hubungan tersebut dapat terpelihara
serta masing-masing memberikan dukungan satu dengan yang lainnya. Dengan kata
lain, hubungan sekolah dengan masyarakat akan membuahkan hasil berupa
kerjasama, dan kerjasama tersebut dapat terlaksana dengan baik jika terjadi
komunikasi yang kondusif yang mengarah kepada pemenuhan kebutuhan keduanya.
Jika dilihat dari sisi maknanya, hubungan sekolah dan
masyarakat memiliki pengertian yang sangat luas sehingga masing-masing
ahli memiliki persepsi yang berbeda-beda. Hal ini tentu disebabkan oleh sudut
pandang yang berbeda-beda, seperti diungkapkan bahwa “hubungan masyarakat
dengan sekolah merupakan komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik
secara timbal balik bail dalam rangka mendukung fungsi dan tujuan manajemen
dengan meningkatkan pembinaan kerjasama serta pemenuhan kepentingan bersama” (Internatonal
Public Relation Association).
Secara lebih umum dikatakan bahwa hubungan sekolah dan
masyarakat diartikan sebagai suatu proses komunikasi dengan tujuan meningkatkan
pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktik pendidikan serta
berupaya dalam memperbaiki sekolah (Soetopo dan Soemanto, 1992: 236).
Memaknai pengertian
komunikasi, secara spesifik dikemukakan oleh Emerson Reck (1993: 25),
terjemahannya bahwa: Public relation dimaknai sebagai sebuah
proses penetapan kebijakan, pelayanan serta tindakan-tindakan nyata berupa
kegiatan yang melibatkan orang banyak agar orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan tersebut memiliki kepercayaan terhadap lembaga yang menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan tersebut. Logikanya jika lembaga tersebut tidak melakukan
kegiatan maka akan mengalami kesulitan bagi masyarakat untuk mengenal lembaga
tersebut.
Hal serupa dikemukakan oleh Rex Harlow (1999: 17)
bahwa: Public relationmerupakan suatu fungsi dari manajemen yang khas
dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan
publiknya terutama menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan
kerjasama; melibatkan manajemen dalam persoalan permasalahan, membantu
manajemen menanggapi opini publik; mendukung manajemen dalam mengikuti dan
memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini
dalam mengantisipasi kecenderungan mempergunakan penelitian serta teknik
komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.
Secara umum hubungan sekolah dan masyarakat memiliki
tujuan yang hendak dicapai yakni berupa peningkatan mutu pendidikan, sehingga
pada gilirannya masyarakat akan merasakan dampak langsung dari kemajuan
tersebut. Adapun tujuan yang lebih kongkrit hubungan antara sekolah dan
masyarakat antara lain:
Guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan
peserta didik.
1. Berperan
dalam memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang sekaligus menjadi desakan
yang dirasakan saat kini.
2. Berguna
dalam mengembangkan program-program sekolah ke arah yang lebih maju dan lebih
membumi agar dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai pengguna jasa
pendidikan.
Untuk membantu pemahaman tentang makna dari hubungan
sekolah dan masyarakat, maka Oteng (Administrasi dan Supervisi Pendidikan)
mengungkapkan bahwa hubungan sekolah dan masyarakat memiliki tujuan dalam (1)
mengembangkan pemahaman tentang maksud dan saran-saran dari sekolah; (2)
menilai program sekolah dengan kata-kata kebutuhan-kebutuhan terpenuhi; (3)
mempersatukan orang tua, murid serta guru-guru dalam memenuhi kebutuhan
perkembangan peserta didik; (4) mengembangkan kesadaran akan pentingnya
pendidikan sekolah dalam era pembangunan; (5) membangun dan memelihara
kepercayaan terhadap sekolah; (6) memberitahu masyarakat tentang pekerjaan
sekolah dan (7) mengerahkan bantuan dan dukungan bagi pemeliharaan dan
peningkatan program sekolah.
Adapun peran serta fungsi sekolah dalam mengembangkan
hubungannya dengan masyarakat antara lain bertujuan dalam merumuskan
saluran-saluran komunikasi yang dapat dipergunakan baik oleh sekolah maupun
oleh masyarakat yang notabene selama ini diabaikan dan bahkan dalam pengamatan
penulis hal inilah yang menyebabkan komunikasi sekolah dan masyarakat selama
ini kurang harmonis.
Disadari atau tidak, sekolah sebagai lembaga yang
bergerak dalam bidang sosial dan hal ini harus mampu berperan sebagai agent
of change, sellecting agency, class leveling agency,assimilating
agency, dan agent of preservation. Sebagai agent of
change tentu lembaga pendidikan hendaknya lebih mengedepankan peran
dan fungsinya sebagai pembaharu bagi masyarakat peserta didik dan masyarakat
umum terutama dalam menggali potensi yang mengarah pada paradigma dan perubahan
berpikir dan berperilaku yang sesuai dengan standar norma yang berlaku,
sehingga jika masyarakat, dan peserta didik melakukan pelanggaran atas hal
tersebut, maka ada dua pertanyaan yang dikemukakan apakah lembaga tidak
berhasil dalam mendidik peserta didik, ataukah peserta didik itu sendiri yang
memang susah untuk dibentuk sebagai manusia berakal danberakhlakul karimah.
Sedangkan sebagai sellecting agency, lembaga
hendaknya mau dan mampu memilah dan memilih potensi masyarakat yang beragam,
tentu hal ini membutuhkan keterampilan-keterampilan khusus, terutama dari
pengelola pendidikan sehingga pada gilirannya potensi masyarakat dalam hal ini
peserta didik mampu berkembang secara optimal. Adapun peran dan fungsi lembaga
pendidikan sebagai class leveling agency hendaknya lembaga
pendidikan mampu menjadi perantara sebagai peningkat taraf sosial bagi
masyarakat peserta didik itu sendiri, sehingga kecenderungan peserta didik
untuk berperilaku yang menyimpang terhadap peran dan fungsi lembaga
sebagai assimilating agencydapat terhindarkan sedini mungkin. Jika
prinsip-prinsip di atas dapat dilaksanakan, maka pada gilirannya tuntutan
lembaga pendidikan sebagaiagent of preservation akan terlaksana
dengan baik dan jika hal ini terjadi, maka pemeliharaan serta penerusan
sifat-sifat budaya bangsa Indonesia sebagai bangsa yang luhur akan terpelihara
dan dapat diteruskan.
Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa hubungan sekolah
dengan masyarakat mengalami kendala yang cukup berarti di antaranya (1) tujuan
komunikasi yang kurang jelas; (2) saluran komunikasi yang transparan dan
profesional; (3) keterampilan komunikasi yang kurang mendukung; (4) tindak
lanjut yang kurang mendukung dan pengawasan kurang terstruktur dan
berkesinambungan.
Hendaknya pembahasan mengenai hubungan sekolah dan
masyarakat hendaknya sudah mulai dirumuskan pada beberapa persoalan pokok,
yakni apa dampak yang akan dirasakan, siapa yang merasakan langsung atas dampak
tersebut serta bagaimana membedakan masyarakat peserta didik dengan masyarakat
umum. Namun dari sekian banyak pertanyaan yang muncul maka ada salah satu
pertanyaan yang hendaknya dirumuskan secara lebih pasti yakni bagaimana dampak
hubungan tersebut berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik dan kemajuan
kelembagaan.
Tujuan komunikasi atau dalam hal ini hubungan sekolah dan
masyarakat yang dilakukan oleh lembaga selama ini masih bersifatone way
traffic communication sehingga muncul kesan bahwa lembaga hanya
mengharapkan dukungan masyarakat hanya untuk mempertahankan eksistensi
kelembagaan semata, bahkan kesan lain yang muncul ke permukaan bahwa lembaga
hanya ingin mendapat keuntungan semata sementara kebutuhan masyarakat terhadap
lembaga kurang diperhatikan.
Berikutnya saluran komunikasi yang dilakukan oleh lembaga
dapat dilakukan melalui beberapa saluran, diantaranya (1) transparansi laporan
keuangan sekolah terhadap orang tua murid; (2) buletin sekolah; (3) surat
kabar; (4) pameran sekolah; (5) open house; (6) kunjungan ke sekolah; (7)
kunjungan ke rumah siswa; (8) penjelasan oleh staf sekolah; (9) gambaran
keadaan sekolah melalui siswa; (10) melalui radio dan televisi; (11) laopran
tahunan dan lain-lain.
Sampai saat ini, semestinya
kita sebagai pengelola kelembagaan mempertanyakan saluran komunikasi tersebut
di antara saluran yang selama ini telah kita pergunakan serta bagaimana tingkat
keefektifan saluran-saluran yang dipergunakan dan selanjutnya bagaimana
pengelola mampu memperbaiki komunikasi tersebut sehingga akan berdampak
terhadap perbaikan lembaga secara berkelanjutan.
Namun ada hal lain yang dituntut dari lembaga yakni
keterampilan-keterampilan komunikasi, sudah semestinya lembaga mempergunakan
sistem komunikasi dua arah (two way traffic communication) artinya
kebermaknaan suatu komunikasi mampu diarahkan pada perbaikan sistem pendidikan
secara menyeluruh dan hal lain ini merupakan tugas bersama antara pengelola
lembaga dan masyarakan sehingga pada gilirannya ketika komunikasi tersebut
tidak sampai baik kepada lembaga maupun kepada masyarakat maka tidak akan
mengalami kesulitan dalam menterjemahkannya ke dalam sistem operasional yang
disepakati oleh keduanya (lembaga dan masyarakat).
Hal lain yang selama ini terlupakan yakni pengawasan yang
berkelanjutan, survai membuktikan bahwa kelemahan yang terjadi pada kelembagaan
kita adalah pengawasan mutu yang berkelanjutan, sebagai salah satu contoh
komite sekolah berperan dalam memberikan kontrol terhadap mutu kelembagaan yang
datang dari masyarakat namun kenyataannya sampai sejauh mana komite tersebut
berperan dalam peningkatan mutu kelembagaan.
Pada beberapa negara maju seperti Australia dikenal
dengan school council yang selanjutnya di Indonesia disebut
dengan komite sekolah, Djam’an (2001) menyebutkan bahwa komite sekolah akan
terdiri dari kepala sekolah, refresentatif staf sekolah, orang tua murid,
anggota masyarakat dan refresenatatof dari departemen pendidikan nasional
setempat.
Komite sekolah bertanggung jawab dalam penyusunan
perencanaan strategik dan tahunan sekolah, perumusan kebijakan sekolah,
pemenuhan kebutuhan sekolah, anggaran sekolah, ikut memantau kegiatan
keseharian sekolah, menilai keberhasilan pelaksanaan program-program yang
dilaksanakan sekolah serta ikut mengesahkan laporan tahunan sekolah. Namun
kenyataan yang terjadi kita sejauh ini harus mempertanyakan lebih lanjut
perihal keterlibatan komite sekolah melakukan serangkaian kegiatan-kegiatan di
atas.
Lembaga pendidikan dan masyarakat merupakan dua jenis
lingkungan yang berbeda namun keduanya tidak dapat dipisahkan bahkan saling
membutuhkan dalam pertumbuhan serta perkembangannya. Dengan demikian,
maka sekolah tidak bisa menjadi lembaga yang ekslusif dan memisahkan diri dari
lingkungan masyarakatnya, dan semakin tinggi tingkat perhatian masyarakat
terhadap lembaga pendidikan terkait maka akan semakin besar pula peluang
sekolah untuk mempertahankan eksistensinya demikian sebaliknya.
Hubungan sekolah dan masyarakat diharapkan mampu
menumbuhkan kreativitas serta dinamika kedua belah pihak sehingga hubungan
tersebut bersifat aktif dan dinamis, sehingga pada gilirannya prinsip
transparansi yang dilakukan oleh keduanya akan mengarah pada
profesinalisasi pengelolaan kelembagaan yang senantiasa membawa ke arah
perubahan yang inovatif sehingga akan berdampak pada peningkatan mutu
kelembagaan secara total (total quality management).
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Dasar Hukum
a) Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301).
b) Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496).
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496).
Menurut PP No 19 Tahun 2005, Standar Pengelolaan terdiri
dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar
pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
1) Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan. Pasal 49
1. Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan,
partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
2. Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan
tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundangundangan
yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan
akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan
lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
2) Standar
Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59
Pasal 59
1. Pemerintah
Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan
program :
a. wajib
belajar;
b. peningkatan
angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikanmenengah;
c. penuntasan
pemberantasan buta aksara;
d. penjaminan
mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
maupun masyarakat;
e. peningkatan
status guru sebagai profesi;
f. akreditasi
pendidikan;
g. peningkatan
relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;
h. pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.
3) Standar
Pengelolaan Oleh Pemerintah Pasal 60
1. Pemerintah
menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program
:
a. wajib
belajar;
b. peningkatan
angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikanmenengah dan tinggi;
c. penuntasan
pemberantasan buta aksara;
d. penjaminan
mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun
masyarakat;
e. peningkatan
status guru sebagai profesi;
f. peningkatan
mutu dosen;
g. standarisasi
pendidikan;
h. akreditasi
pendidikan;
i.
peningkatan relevansi pendidikan terhadap
kebutuhan lokal, nasional, dan global;
j.
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
bidang pendidikan;
k. Penjaminan
mutu pendidikan nasional.
c) Peraturan
Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh
Satuan Pendidikan
B.
Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 19
Tahun 2007 Tanggal 23 Mei 2007, Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah meliputi :
1. Perencanaan
Program
Dipastikan setiap sekolah mempunyai visi dan misi untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Visi dan misi itu tentunya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi sekolah tersebut, tapi tentunya harus sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional sehingga perkembangan disekolah tersebut
dapat mengikuti perkembangan zaman.
Visi sekolah dijadikan sebagai cita-cita bersama setiap
warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang.
Visi tersebut harus mampu memberikan inspirasi, motivasi dan kekuatan pada
warga sekolah. Visi dapat dirumuskan oleh semua warga sekolah dan diputuskan
dalam rapat sekolah serta memperhatikan masukan -masukan dari dewan komite
sekolah. Setelah sepaham atas visi tersebut kemudian disosialisasikan kepada
warga sekolah kemudian ditinjau secara berkala sesuai dengan perkembangan dan
tantangan masyarakat.
Misi sekolah dapat memberikah arah dalam mewujudkan visi
sekolahsesuai dengan tujuan pendidikan sekolah.misi merupakan dasar dari
program sekolah serta menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu
lulusan yang diharapkan. Misi dapat memberikan keluwesandan ruang gerak
pengembangan kegiatan satuan pendidikan unit sekolah yang terlibat.
Dari visi dan misi itu lalu di tuangkan dalam rencana
kerja sekolah. Rencana kerja bisa dalam jangka menengah danjangka tahunan.
Rencana kerja menengah biasanya 4 tahun sekali dan diputuskan dalam rapat dewan
pendidik dan komite sekolah. Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolahan
sekolah yang ditunjukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan
dan akuntabilitas.
2. Pelaksanaan
Rencana Kerja
Pelaksanaan Rencana kerja
di masing-masing sekolah meliputi :
1)
Pedoman sekolah
2)
Struktur organisasi sekolah
3)
Pelaksanaan kegiatan sekolah
4)
Bidang kesiswaan
5)
Bidang kurikulum dan kegiatan pembelajaran
6)
Bidang pendidik dan tenaga kependidikan
7)
Bidang sarana dan prasarana
8)
Bidang keuangan dan pembiayaan
9)
Budaya dan lingkungan sekolah
10) Peran
serta masyarakat dan kemitraan sekolah/ madrasah
Sekolah membuat dan memiliki pedoman yang mengatur
berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak
terkait. Perumusan pelaksanaan rencana kerja sisesuaikan dengan visi dan misi
sekolah tersebut. Pedoman pengelolaan sekolah meliputi : kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), kalender pendidikan, struktur organisasi, pembagian
tugas, tata tertib dan biaya operasional sekolah. Pedoman sekolah berfungsi sebagai
petunjuk pelaksanaan operasional.
3. Pengawasan
dan Evaluasi
Sekolah menyusun program pengawasan secara obyektif,
bertanggung jawab dan berkelanjutan. Penyusunan program pengawasan ini
didasarkan pada Standar Pendidikan Nasional kemudian disosialisasikan keseluruh
pendidik dan tenaga kependidikan. Pengawasan pengelolaan sekolah meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Pengawasan melaporkan hasil pengawasan di sekolah kepada bupati atau walikota
melalui dinas pendidikan kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang
pendidikan dan sekolah yang bersangkutan, setelah dikonfirmasikan pada sekolah
yang terkait.
Sekolah juga melakukan
evaluasi diriterhadap kinerja sekolah. Proses evaluasi dan pengembangan KTSP dilaksanakan
secara komprehensif dan fleksibel dalam mengadaptasi kemajuan ilmu
pengetahuandan teknologi yang mutakhir. Evaluasi kinerja pendidikharus
memperhatikan pencapaian prestasi dan perubahan-perubahan peserta didik. Selain
itu sekolah juga harus menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengikuti
akreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal
tersebut untuk meningkatkan kualitas kelembagaan secara holistikdengan
menindaklanjuti saran-saran hasil akreditasi.
4. Kepemimpinan
Sekolah/ Madrasah
Setiap sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah.
Criteria untuk menjadi seorang kepala sekolah berdasarkan ketentuan dalam
standar pendidik dan tenaga kependidikan. Kepala sekolah SMP/MTs minimal
dibantu oleh wakil kepala sekolah, dan SMA/MA minimal dibantu oleh tiga wakil
kepala sekolah.
Wakil kepala sekolah
dipilih oleh dewan pendidik dan proses pengangkatan serta keputusannya
dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah kepada institusi diatasnya.
Kepala dan wakil sekolah memiliki kemampuan memimpin yaitu seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang dimiliki, dihayati, dikuasai dan
diwujudkannya dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sesuai dengan standar
pengelolaan satuan pendidikan.
Kepala sekolah menjabarkan visi kedalam misi target mutu,
merumuskan tujuan yang akan dicapai menganalisis, membuat rencana kerja
strategis, bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah. Selain
itu kepala sekolah mampu memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan visi pembelajaran
yang dikomunikasikan dengan baik. Kepala sekolah juga menjalin kerjasama dengan
orang tua peserta didik dan masyarakat dan komite sekolah menanggapi
kepentingan dan kebutuhan komunikasi yang beragam dan memobilisasi sumber daya
masyarakat. Kepala sekolah dapat mendelegasikan sebagian tugas dan kewenangan
kepada wakil kepala sekolah sesuai dengan bidangnya.
5. Sistem
Informasi Manajemen
Sekolah mengelola sistem informasi manajemen yang
memadaiuntuk mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efisien dan
akuntabel. Sekolah juga menyediakan fasilitas informasi yang efisien, efektif
dan mudah diakses. Selain itu sekolah juga menugaskan seorang guru atau tenaga
kependidikan untuk melayani permintaan informasi maupun pemberian informasi
atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah baik secara
lisan maupun tertulis dan semuanya direkan dan didokumentasikan. Pihak sekolah
juga berkomunikasi antar warga sekolah dilingkungan sekolah dilaksanakan secara
efisien dan efektif.
6. Penilaian
Khusus
Keberadaan sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak
mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan
Pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007
Tentang Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan
pengelolaan sekolah yang merupakan didalamnya berbagai kegiatan di sekolah
tersebut. Sekolah juga merupakan tempat proses belajar dan mengajar bagi
peserta didik untuk memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007
tersebut bahwa pengelolaan pendidikan dan manajemen sekolah harus sesuai visi
dan misi yang dibangun oleh sekolah tersebut. Segala penyusunan program harus
di sesuaikan dengan tujuan sekolah sehingga proses pelaksanaannya sesuai dengan
Program Pendidikan Nasional.
B. Saran
Demikian makalah ini penulis susun dengan mengutip
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Mudah-mudahan dengan
adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri, teman-teman, dan orang
lain. Kritik dan sarannya sangat kami butuhkan demi untuk pembuatan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://kaizercadllelfirdaus.blogspot.co.id/2016/04/makalah-standar-pengelolaan-pendidikan.html
Post a Comment