MAKALAH ENGINEER MENUJU TEOLOGI PEMBEBASAN
Jika ingin download file makalah ini anda bisa sedot disini
====================================================
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perbincangan
tentang agama (religion) tidak akan pernah terputus, bahkan terus berkembang
seiring dengan situasi dan kondisi manusia yang menjadikannya sebagai
pedoman (way of life) dan bahan studi di berbagai kalangan.
Perbincangan selama ini adalah cara pandang manusia terhadap agama itu
sendiri dan mengamlkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Wacana klasik sering
menempatkan agama sebagai suatu yang absolute tentang kebenaran hidup dan
kehidupan dan menempatkannya suatu yang sakral, untouchable dengan
berbagai alasan, dan cara memahaminya secara doktriner, sehingga terkesan kaku
tidak menciptakan ruang atas ranah kritis manusia.
Agama
juga disikapi sebagai suatu yang given dan lebih menonjolkan
sisi hubungan manusia dengan Tuhan (worship), dari pada ranah sosial. Kehadiran
pemikir kontemporer, seperti Hasan Hanafi, Fazlul Rahman, Muh. Arqun, dan
Asghar Ali Engineer yang akan dibahan pemikirannya dalam tulisan ini, melihat
bahwa pendekatan kepada Agama pada masa klasik telah mengakibatkan kejumudan
berfikir kaum muslim yang sudah jauh tertinggal dengan non muslim dalam ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.
Pada saat ini
muncul lontaran pemikiran bahwa diperlukan metodologi dalam memahami dan
memahamkan agama, yaitu harus ada perimbangan terhadap sisi normativitas
agama dengan tidak melupakan sisi historisitas agama. Cara pandang normativitas
adalah pemahaman agama yang lebih berorietasi pada hubungan manusia dengan
Tuhan dan terfokus pada kajian teks dengan tidak mengedepankan sisi
rasionalitas. Sedangkan historisitas, adalah bagaimana memahami agama dan teks
yang ada dengan melihat sisi-sisi historis yang melatarbelakanginya, atau
gejala-gejala sosial kultural yang melingkupinya.
Pembaharuan
pemikiran ini muncul sebagai kegelisahan pemikir kontemporer yang melihat
realitas keberagamaan umat Islam yang telah lama terkungkung dalam kejumudan,
maka lontaran pemikiran di atas menjadi sebuah revolusi teologis menuju teologi
transformative untuk menjawab realitas kekinian. Pemikiran inilah yang
menjadi concern Asghar Ali Engineer, seorang pemikir dari
India untuk melakukan perubahan fenomenal dari carapandang dan sikap kaum
muslim dalam beragama. Gerakan ini dimulai bukan saja dengan tulisan-tulisan
tentang perlunya pembebasan teologi, tapi juga Asghar Ali lakukan dengan
membentuk lembaga yang secara aktif mengkampanyekan perlunya perubahan
pemikiran dikalangan muslim yang lebih adaptif dan transformatif.
Bagi
Asghar Ali Ada beberapa alasan mengapa diperlukan pembenahan terhadap teologi
menuju pembebasan, diantaranya pertama bahwa dalam kurun waktu yang cukup lama
teologi menjadi suatu yang status quo, stagnan, dan tidak
memberikan kontribusi terhadap kemajuan berfikir kaum muslimin, kedua, sekian
lama juga teologi dijadikan alat bagi penguasa dalam melanggengkan kekuasaan
dengan atas nama agama, ketiga teologi sering dijalankan hanya pada ranah
metafisik dan tidak menyentuh sisi subtansi keadilan, kedamaian, kemakmuran
bagi kaum muslimin, bahkan justru menjadi jalan bagi halalnya radikalisme dan
penindasan.
Lontaran
pemikiran Asghar Ali ini tidak serta merta muncul begitu saja, melainkan
adanya pengamatan terhadap realitas yang terjadi, khususnya di India, Negara
dimana ia tinggal, terdapat gejolak sosial yang luar biasa dimana agama-agama
tersebar, dan secara teologis mengusung semangat ketuhanan, tetapi pada kenyataannya
bertolak belakang dengan esensi kedamaian dan kesejahteraan umat manusia. Dia
melihat begitu hebat pergesekan (konflik) kelompok masyarakat yang
mengatasnamakan agama dan banyak menelan korban. Selain itu juga realitas
adanya struktur sosial yang mengenal kelas di India sangat menghambat bagi
hak-hak warga Negara untuk mendapatkan hidup yang layak. Sehingga menurut hemat
penulis, lontaran gagasan tentang teologi pembebasan merupakan suatu yang
fenomenal dan mendekontruksi pemikiran traditional-teologic dengan
melakukan upaya aktif melalui berbagai gerakan-gerakan perspektif Teologi
Pembebasan yang menuntut perubahan struktur sosial yang tidak adil dan
menindas.
Seperti kelaziman dalam menelaah seorang tokoh
tertentu, pelacakan dan pemahaman atas kondisi social dan politik seorang
pemikir merupakan suatu keharusan. Hal ini disebabkan konstruksi pemikiran
seseorang tidak mungkin lahir dari sebuah kekosongan. Dorongan batin maupun
pikiran yang disertai dari kenyataaan historis melalui proses dialektika, interaksi, dan
pergulatan dalam konteks spesifik seringkali menjadi factor dominan dalam
melahirkan ide segar seorang pemikir atau ideolog.
Lontaran pemikiran Engineer ini tidak serta merta
muncul begitu saja, melainkan adanya pengamatan terhadap realitas yang terjadi,
khususnya di India. Terdapat gejolak yang luar biasa dimana agama-agama
tersebar, dan secara teologis mengusung semangat ketuhanan, tetapi pada
kenyataannya bertolak belakang dengan esensi kedamaian dan kesejahteraan umat
manusia. Dia melihat begitu hebat konflik kelompok masyarakat yang
mengatasnamakan agama dan banyak menelan korban.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Ali Asghar Engineer?
2. Bagaimana gagasan teologi pembebasan Ali
Asghar Engineer?
3. Bagaimana kritik Ali Asghar Engineer terhadap Teologi Konvensional?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Singkat Ali Asghar Engineer
Engineer lahir tahun 1940 di India, mendapat gelar
BSc Teknik sipil dari Universitas Vikram. Engineer mengajar dbeberapa perguruan
tinggi di Amerika, Kanada, Eropa, Asia Tenggara, Australia, dan beberapa Negara
lain. Dia adalah sosok yang concern pada Islam, hak perempuan
dalam Islam, Islam dan teologi pembebasan, dan sebagainya. Engineer merupakan
sosok yang liberal dan rasional dalam studi Islam yang cukup dikenal secara
internasional reputasinya, kiprahnya dalam melakukan pembebasan teologi dalam
Islam.
Bukan saja teori yang dikampanyekan, tapi Engineer
langsung terjun dengan mendirikan Center for Study Siciety dan
Secularism (CSSS)yang mulai sejak 1993 dengan tujuan :
1. Menyebarkan semangat sekularisasi dan
perdamaian kehidupan bermasyarakat.
2. Melakukan studi terhadap fenomena yang
berkembang dalam masyarakat dan sekularisasi.
3. Membentuk ruang dialog antar umat beragama
demi keadilan.
Dia adalah pendiri ketua AMAN (Asian Muslim Action
Network) yang mempromosikan hak asasi manusia dan pemahaman antar iman di
tingkat Asia. Dia telah melakukan loka karya bagi kalangan muda muslim
dengan mengenalkan pentingnya HAM dan pemahaman lintas agama. Dia juga menjabat
sebagai direktur studi Islam yang mempromotori penelitian dan studi HAM,
hidup damai tanpa kekerasan. Selain itu juga dikenal sosok gigih dalam
mempertahankan budaya damai, tanpa kekerasan.
Engineer Ali memegang teguh prinsip sekelarisasi dan
nilai-nilai demokrasi, oleh karenanya dia mendapatkan banyak penghargaan,
diantaranya pemerintah India pernah memberikan penghargaan “Communal Harmony
Award” tahun 1997, Joshi inter-faith award oleh Organisasi Kristiani di
Tamil, kemudian tahun 2004 Right Livelihood Award Stockholm Swedia sebagai
sosok yang mampu menjawab realitas saat ini.
B. Kritik Ali Asghar Terhadap Teologi
Konvensional
Menurut Asghar Ali, Islam datang dengan semangat
pembebasan, akan tetapi sepeninggal Nabi Muhammad SAW Islam Kehilangan Elan
Vitalnya. Salah satunya terlihat dalam konsep teologinya. Teologi Islam yang
awalnya dekat dengan keaadilan social dan ekonomi, mulai beralih
kemasalah-masalah eskatologi dan masalah yang bersifat duniawi. Teologi Islam
kemudian berkembang dengan metode skolastik dan spekulatif.
Menurut Asghar, dimulai pada zaman Muawiyah. Teologi
Islam mulai bergulat dengan masalah kehendak berbasis a
viske tunduk pada takdir. Pandangan kehendak bebas ini kemudian dikenal sebagai
pandangan kaum Qadariyah. Sedangkan pandangan ketundukan pada takdir adalah
pandangan kaum Jabbariyah. Dalam pandangan Asghar, pandangan Jabbariyah ini
disengaja diintrodusir oleh penguasa karena lebih cenderung mendukung status quo.
Menurutnya, kaum Sunni banyak menganut paham Jabbariyah ini. Sedangkan kaum
Khawarij, Syi’ah dan Mu’tazilah yang oposan terhadap dinasti umayyah
memilih paham Qadariyah.
Teologi Islam kemudian menjadi sebatas ilmu Kalam
yang skolastik dan spekulatif. Tema kehendak bebas dan ketundukan pada takdir,
menjadi dominan terkait dengan upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul
akibat persoalan politik. Kekacauan politik yang melanda umat Islam menimbulkan
banyak pertanyaan tentang dosa besar, mukmin, dan kafir. Inilah yang ingin
diselesaikan secara intelektual oleh Teologi Islam saat itu. Asghar juga
menilai , Islam yang dekat dengan penguasa kemudian kehilangan aspek
pembebasan. Para khalifah umayyah lebih sering bersama penguasa yang tiran,
sekaligus menindas siapa yang menentang. Jumlah budak berlipat ganda. Harem
menjadi budaya istana Khalifah, sedangkan orang non-Arab diperlakukan secara
diskriminatif.
Dari konteks inilah maka Teologi Islam semakin jauh
dari perhatian kepada masyarakat lemah. Teologi Islam hanya berbicara tentang
keEsaan Allah, sifat-sifat Tuhan, ketidakmungkinan adanya Tuhan selain Allah,
tentang polemic kehendak bebas dan takdir, dan masalah-masalah eksatologis.
Teologi Islam tidak lagi berbicara tentang bagaimana membantu fakir miskin,
memelihara anak yatim, bersikap kritik terhadap kekuasaan, membebaskan budakd
an orang tertindas, dan tema-tema pembebasan lainnya. Selain itu,
keberpihakannya juga cenderung kepada penguasa. Maka, dalam kondisi demikian,
Asghar bisa memahami kritik Marx bahwa agama adalah candu masyarakat.
C. Gagasan teologi Pembebasan Asghar Ali
Engineer
1. Spirit Pembebasan dalam Islam
Asghar Ali melihat Islam sebagai agama yang
mengandung semangat pembebasan. Oleh karena itu, Asghar mencoba untuk
merevitalisasi nilai-nilai pembebasan Islam dan merumuskan Islam sebagai
teologi Pembebasan. Upaya revitalisasi dan perumusan itu di dasarkan pada dua
hal. Pertama, berdasarkan pada analisis kesejarahan pembebasan yang pernah
dilakukan Nabi Muhammad. Dalam hal ini keyakinan Asghar terhadap Nabi Muhammad
sama dengan keyakinan penganut teologi pembebasan di Amerika latin terhadap
Yesus. Kedua, dari banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang secara
eksplisit mendorong proses pembebasan seperti ayat tentang kemerdekaan budak,
kesetaraan umat manusia, kesetaraan gender, kecaman atas eksploitasi dan
ketidakadilan ekonomi, dsb. Sebagian ayat perlu di tafsir ulang karena
penafsiran yang ada saat ini terhadap sebagian ayat itu tidak sesuai lagi
dengan semangat pembebasan, semisal ayat-ayat tentang keadilan gender.
Dari dua hal inilah Asghar ingin menggali teologi
pembebasan dari nilai-nilai Islam. Berbeda dengan Gustavo Guiterez yang tinggal
menuliskan apa yang baru saja terjadi, Asghar mencoba untuk merekonstruksi
kembali apa yang terjadi, terutama pada praksis pembebasan yang dilakukan Nabi
Muhammad 14 abad yang lalu.
2. Pembebasan dari Ketidaksetaraan Manusia
Pada zaman Nabi Muhammad dulu masyarakat Arab
dikenal fanatik terhadap suku mereka. Sikap fanatisme ini terekspresikan dengan
memandang rendah orang di luar kelompoknya. Selain itu, perbudakan adalah
sesuatu yang lazim. Tindakan Nabi memilih sahabat Bilal sebagai muadzin pada
waktu itu sungguh merupakan tindakan yang cukup revolusioner sebab sebelumnya
Bilal adalah bekas budak. Dengan cara ini Nabi menunjukan bahwa harkat martabat
manusia melampaui batas-batas etnis, suku, warna kulit, merdeka atau hamba
sahaya.
3. Pembebasan dari Ketidakadilan Gender
Pada zaman Nabi untuk pertama kalinya perempuan Arab
mendapatkan banyak hak yang sebelumnya tak terbayangkan. Perempuan pada masa
itu dalam posisi subordinat yang sangat lemah. Nabi menetapkan perempuan bisa
mewarisi, mempunyai hak miliknya sendiri dan bisa menentukan dirinya sendiri.
pada sisi lain, poligami yang sebelumnya tanpa batas
kemudian dibatasi maksimal dua istri. Sedangkan poliandri dengan tegas
dilararang. Selain itu, nabi Muhammad merubah perlakuan masyarakat terhadap
anak perempuan. Jika sebelumnya masyarakat arab mempunyai tradisi mengubur anak
perempuannya hidup-hidup karena merasa malu,
maka Nabi kemudian melarang tradisi itu sekaligus merubah stigma negative
terhadap anak perempuan. Selain itu, islam juga memberikan hak yang sama bagi
perempuan untuk mendapatkan pendidikan, hak berpolitik, hak untuk memimpin dan
hak untuk bekerja. Untuk itu, Asghar mengkritik Negara-negara yang
mengatasnamakan Islam melakukan pengekangan terhadap hak-hak perempuan.
4. Pembebasan dari Ketidakadilan Ekonomi
Ketidakadilan ekonomi adalah persoalan yang paling
banyak disinggung oleh Asghar Ali. Satu praktek ekonomi yang saat
itu sangat dikecam adalah praktik riba. Dalam konteks kehidupan modern riba
selalu dikonotasikan dengan dunia perbankan dan praktir rentenir. Asghar tidak
setuju dengan penafsiran ini. Menurutnya riba tidak sekedar bunga Bank. Oleh
karena itu, menghilangkan bunga Bank tidak akan berpengaruh banyak terhadap
praktek riba.
Maka kemunculan bank-bank tanpa bunga tidak
mempengaruhi eksploitasi ekonomi tersebut. Tawaran Asghar mengenai masalah
ketidakadilan ekonomi ini sangat problematic. Pada masalah bunga Bank, dia tidak
setuju dengan upaya pendirian perbankan tanpa bunga, karena cara seperti itu
hanya arti ficial dan tidak menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya, yaitu
system ekonomi kapitalistik yang eksploitatif.
Akan tetapi ia belum memberi solusi yang jelas
problem perbankan ini. Pada sisi lain kritiknya atas system tidak disertai
dengan tawaran yang kongkrit tentang system ekonomi alternative. Gagasannya
yang cenderung sosialistik tidak serta merta diikuti dengan tawaran system
ekonomi sosialis atau system ekonomi lainya yang menjadi alternative dari
kapitalisme. Untuk konteks sekarang ada banyak contoh dari Amerika latin yang
secara kebetulan merupakan basis teologi pembebasan. Disana kapitalisme
mendapat goyangan yang cukup hebat karena semakin banyaknya tokoh-tokoh “kiri”
yang menjadi presiden. Mereka kemudian membawa negaranya beralih ke system yang
popular dengan sebutan “neo-sosialisme” yang merupakan revisi dari sosialisme
yang dinilai kurang mampu membawa kemakmuran.
BAB III
KESIMPULAN
Ketika dihadapkan pada persoalan - persoalan riil
kemanusiaan seperti kemiskinan, penindasan dan ketidakadilan, agama di anggap
sebagai institusi yang mandul, tidak mampu
berbicara dan bahkan kadang melegitimasi kepentingan penguasa. Hal ini karena
inti dari ajaran atau teologi dari agama-agama yang ada tidak banyak perhatian
dan keberpihakan kepada kaum yang lemah.
Dalam kerangka ini Asghar mencoba merevitalisasi
nilai-nilai pembebasan Islam untuk merumuskan teologi pembebasan. Upaya ini di
lakukan Aghar dengan dua cara, pertama melakukan analisis secara atas
praktik-praktik pembebasan yang dilakukan oleh Nabi. Kedua dengan menggali
nilai-nilai pembebasan dari ayat-ayat al quran yang berbicara tentang
pembebasan budak, kesetaraan manusia, keadilan ekonomi dan ayat-ayat pembebasan
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Asghar
Ali Engineer. Islam dan Teologi Pembebasan. 1999. Yogyakarta:
Pusat Pelajar.
E. Kusnadiningrat. Teologi dan pembebasan,
Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi. 1999. Jakarta: Logos.
Post a Comment