MAKALAH PERAN ORANG TUA DALAM
PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ISLAM TERHADAP SEORANG ANAK
Untuk download file makalah ini anda bisa sodot disini
=====================================================
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah tuhan seru sekalian alam. Maha suci Allah atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, yang telah memberikan kita nikmat sehat sampai
saat ini.
Sholawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Revolusioner islam Rasulullah SAW,
yang telah membimbing ummatnya dari alam jahiliyah
menujukehidupan islamiyah, sehingga kita dapat merasakan kenikmatan hidup
pada saat ini.
Dalam
kesempatan ini kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Peran Orang Dalam Pembentukan Kepribadian
Islam Terhadap Seorag Anak”. Dalam menyelesaikan makalah ini, kami
banyak berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami
sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena banyak hambatan yang di
hadapi kami, diantaranya: kurangnya wawasan, keterbatasan ilmu pengetahuan,
maupun minimnya dana. Namun segenap usaha dankemampuan telah dikerahkan
untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Indramayu,
03 Juni 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A.
Latar
Belakang ............................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah.......................................................................... 5
C.
Tujuan............................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 6
A.
Pengertian
Kepribadian Islam..................................................... 6
B.
Aspek-Aspek
Pembentuk Kepribadian Islam.............................. 8
C.
Faktor-
Faktor Pembentuk Kepribadian Islam............................ 8
D.
Langkah-Langkah
Pembentuk Kepribadian Islam...................... 9
E.
Tujuan
Pembentuk Kepribadian Islam........................................ 10
F.
Macam-Macam
Keprinadian Islam.............................................. 12
BAB III PENUTUP................................................................................ 19
A.
Kesimpulan.................................................................................. 19
B.
Saran............................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Anak
merupakan amanat yang diberikan oleh Allah Swt, kepada orang tua. Orang tua
bertanggung jawab sejak dalam kandungan, memberi nama anaknya dengan nama yang
baik, memberi perhatian dan kasih sayang, mengajari dan menyuruhnya sholat,
sampai mendidik dan membantunya menjadi manusia yang sempurna. Untuk tujuan
inilah maka setiap orang tua ingin membina anaknya agar menjadi orang yang baik,
mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang
terpuji.
Salah
satu tugas utama orang tua ialah mendidik keturunannya. Dengan kata lain, dalam
relasi antara anak dan orang tua itu secara kodrati tercakupi unsur pendidikan
untuk mem bangun kepribadian anak dan mendewasakannya, ditambah dengan adanya
kemungkinan untuk dapat didikan pada diri anak, maka orang tua menjadi agen
pertama dan terutama yang mampu dan berhak menolong keturunannya serta mendidik
anak-anaknya.
Dalam
pandangan islam, anak-anak memiliki dunia yang indah dan mempesona namun tetap
senantiasa membutuhkan perhatian serta penghargaan untuk melindungi kehidupan
dan dunia mereka agar terhindar dari mara bahaya yang mengancam sehingga mereka
tetap berada dalam surat Al-Mustaqim.[2]
1Banyak
ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang anak, yang kesemuanya menekankan
pentingnya rasa cinta dan kasih sayang. Makna kehadiran anak dalam sebuah rumah
tangga menurut perspektif Al-Qur’an sangat banyak, diantaranya : anak sebagai
karunia serta nikmat dari Allah ( QS. Al-Isra : 6), sebagai perhiasan kehidupan
dunia (QS. Al-Kahfi : 46), sebagai penyejuk hati dan penenang jiwa (QS.
Al-Furqan : 74), dan masih banyak lagi. Untuk itu penerimaan anak dalam sebuah
rumah tangga sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian muslim anak.
Untuk
memperoleh keturunan yang berkepribadian muslim, islam menganjurkan supaya
memilih calon istri atau suami yang taat beragama. Dari hasil pertemuan dan
perpaduan kedua insan yang sama-sama bersih tersebut akan tercipta satu bentuk
bangunan rumah tangga yang teduh, kokoh, dan islami, tempat anak-anak akan
lahir, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan pendidikan yang
memiliki akar yang kuat dan penuh dengan budi pekerti serta akhlak yang luhur
dan terpuji. Para orang tua memiliki tanggung jawab memelihara dan menjaga
pertumbuhan dan perkembangan mereka. Sebab mereka dilahirkan dalam keadaan
fitrah (mentauhidkan Allah).
Untuk
menopang tugas tersebut, Allah menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang di hati
setiap orang tua (ayah dan ibu). Dengan berbekal anugerah inilah mereka
diharapkan mampu menjaga, memelihara, dan mendidik anak-anakbya dengan baik dan
islami.
Dengan
demikian peran orang tua dalam pembentukan kepribadian muslim anak sangat
besar. Sebagai pemimpin dalam keluarga, orang tua harus mampu menjadi
suritauladan bagi anak-anaknya. Karena setiap pengalaman yang dilalui anak baik
melalui pendengaran, penglihatan, perilaku, pembinaan dan sebagainya, akan
menjadi bagian dari pribadinya yang tumbuh.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Alex Sobur : Pada hakekatnya keluarga atau rumah tangga,
merupakan tempat pertama dan yang utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan
mental dan pembentukan kepribadian yang kemudian ditambah dan disempurnakan
oleh sekolah. Begitu pula halnya pendidikan agama harus dilakukan oleh orang
tua sewaktu kanak-kanak dengan membiasakan pada akhlak dan tingkah laku yang
diajarkan agama.
Sebagai
pendidik, ayah dan ibu memiliki kewajiban yang berbeda karena perbedaan
kodratnya. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk kebutuhan keluarganya melalui
pemanfaatan karunia Allah SWT, di muka bumi dan selanjutnya menafkahkan kepada
anak istrinya. Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara, dan mengelola keluarga
di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya.
Dalam
ajaran agama, anak merupakan amanat Allah SWT, atas orang tua. Untuk itu orang
tua berkewajiban menjaga dan mendidiknya supaya selamat dunia dan akhirat.
Bahkan keselamatan kehidupan keluarga juga merupakan tanggung jawab orang tua.
Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tahrim, ayat : 6:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Dari
firman Allah tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa islam mengajarkan
kepada orang tua supaya menjaga diri dan keluarganya agar tidak masuk kedalam
siksa api neraka. Untuk itu sudah menjadi kewajiban orang tua.
Untuk selalu memasukkan pendidikan agama dalam keluarga supaya anak-anaknya mempunyai ketaqwaan yang tinggi dan berkepribadian muslim, sehingga menjadi keluarga yang sakinah.
Untuk selalu memasukkan pendidikan agama dalam keluarga supaya anak-anaknya mempunyai ketaqwaan yang tinggi dan berkepribadian muslim, sehingga menjadi keluarga yang sakinah.
Dalam
masyarakat kita akhir-akhir ini banyak ditemukan keluarga, keluarga yang tidak
harmonis. Pembagian peran anggota keluarga menjadi tidak ideal. Seorang ibu
yang awalnya hanya mengurusi pengelolaan kebutuhan keluarga dan mendidik
anak-anaknya, mulai ikut mencari nafkah dan menuntut hak serta kewajiban yang
sama dengan suami, akibatnya sering terjadi konflik dalam keluarga, dan membuat
suasana rumah tangga tidak tentram. Kesibukan orang tua di luar rumah
menjadikan mereka tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan pendidikan
anak-anaknya. Bila keadaan ini terus berlanjut akan memberikan dapak negatif
pada perkembangan pribadi anak.
Tidak
bisa kita pungkiri lagi, bahwasanya secara keseluruhan orang tualah yang
mempunyai kompetensi tertinggi dalam memberikan pendidikan tergadap anak sedini
mungkin, sebab ia akan mengukir dan mewarnai pribadi anak tersebut. Sebagaimana
sabda Rosulullah Saw.
Artinya
: “Tiada manusia lahir (dilahirkan)kecuali dalam keadaan fitrah, maka orang
tuanyalah yang menjadikan ia (kafir) yahudi, nasrani atau majus.”. (
Muttafaqun’Alaih).
Anak
dalam perkembangannya, seperti halnya anak-anak di desa pecabean, yang berada
pada masa pancaroba atau masa transisi, kepribadian mereka belumlah stabil dan
masih sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan yang negatif yang paling mudah
mempengaruhi mereka. Apalagi di era globalisasi ini, dimana teknologi dan arus
Informasi sudah berkembang dengan pesat, sudah tentu sangat mempengaruhi
anak-anak yang mempunyai alat komunikasi (Handphone) yang canggih dengan
kamera, video, inframerah dan masih banyak lagi layanan yang ditawarkan,
sehingga anak membutuhkan perhatian, bimbingan, dan asuhan orang tua menuju
kepribadian yang baik.
Kaitannnya
dengan obyek penelitian, maka penulis memilih desa Pecabean, Kec. Pangkah, Kab.
Tegal, untuk dijadikan obyek penelitian. Desa Pecabean bukanlah desa yang
statis, namun merupakan desa yang berkembang terutama jika dilihat dari pembangunan
fisik, seiring dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, Pasalnya
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi ini, sedikit banyak berpengaruh
terhadap gaya hidup masyarakatnya. Untuk mencegah generasi mereka agar
terhindar dari arus pergaulan yang membahayakan, maka masyarakat Pecabean yang
mayoritas beragama Islam, giat dalam mengembangkan pendidikan agama untuk
anak-anak, seperti didirikannya Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) dan sekolah
Madrasah Diniyah. Selain itu kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya, baik
dikalangan orang tua, remaja maupun anak-anak.
Namun
demikian perkembangan zaman tetap berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat
Pecabean. Adanya sebagian remaja yang senang hura-hura serta sikapnya yang
ugal-ugalan. Ada juga yang dalam berpakaian mengikuti trend-trend masa sekarang
yang tidak islami.
Akan
tetapi sebagian besar masyarakat masih memegang nilai-nilai ajaran agama,
mereka rajin melakukan shalat, mengikuti pengajian-pengajian, sikap dan tutur
katanya sopan, menghormati sesama, dan lain sebagainya. Keadaan yang demikian
ini tentulah tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti
lembaga pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan keluarga.
Dari fenomena diatas, Penulis merasa tertarik untuk meneliti keluarga yang berhasil mendidik anaknya di desa tersebut, apa dan bagaimana peran mereka dalam membentuk kepribadian anak sehingga tetap berada di jalan agama Allah dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor yang dapat merusak kepribadiannya.
Dari fenomena diatas, Penulis merasa tertarik untuk meneliti keluarga yang berhasil mendidik anaknya di desa tersebut, apa dan bagaimana peran mereka dalam membentuk kepribadian anak sehingga tetap berada di jalan agama Allah dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor yang dapat merusak kepribadiannya.
B. Rumusan
Masalah
Dari
Latar Belakang di atas, maka penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana peran orang tua dalam membentuk
kepribadian muslim anak ?
2. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orang tua
dalam pembentukan kepribadian muslim anak ?
3. Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan
Kepribadian anak ?
C. Tujuan
Pembahasan dan penulisan penelitian ini
mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peran orang tua dalam
membentuk kepribadian muslim anak
2. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan
oleh orang tua dalam pembentukan kepribadian muslim anak Tegal.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kepribadian anak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
kepribadian Islam
Kepribadian berasal dari
kata “pribadi” yang berarti diri sendiri, atau perseorangan. Sedangkan dalam
bahasa inggris digunakan istilah personality, yang berarti kumpulan kualitas
jasmani, rohani, dan susila yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Menurut Allport, kepribadian
adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang
menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.
Carl Gustav Jung
mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang
ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.
Pada dasarnya kepribadian
bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan
yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam
membentuk kepribadian manusia tersebut.. dengan demikian apakah kepribadian
seseorang itu baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya
ditentukan oleh faktor yang mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang
tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat besar penanamannya untuk membentuk
kepribadian manusia itu.
Kepribadian secara utuh
hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan.
Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian
yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan
tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Seseorang yang islam
disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan dirinya
secara sungguh – sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa “wujud
pribadi muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah,
tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya.
Pola sesorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang
diperintahkan adalah membentuk keselarasan dan keterpaduan antara
faktor iman, islam dan ikhsan.
Orang yang dapat
dengan benar melaksanakan aktivitas hidupnya seperti mendirikan shalat,
menunaikan zakat, orang – orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang – orang yang sabar dalam kesempitan penderitaan dan peperangan maka
mereka disebut sebagai muslim yang takwa, dan dinyatakan sebagai orang yang
benar. Hal ini merupakan pola takwa sebagai gambaran dari kepribadian yang
hendak diwujudkan pada manusia islam. Apakah pola ini dapat “mewujud” atau
“mempribadi” dalam diri seseorang, sehingga Nampak perbedaannya dengan orang
lain, karena takwanya, maka; orang itu adalah orang yang dikatakan sebagain
seseorang yang mempunyai “Kepribadian Islam”.
Secara terminologi
kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif
manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya
diturunkan dari ajaran islam dan bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.
Kepribadian muslim dalam
kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki
seseorang sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim,
baik yang disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya.
Tingkah laku lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum,
berhadapan dengan orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya.
Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak sengaja, dan sikap
terpuji yang timbul dari dorongan batin.
Kemudian ciri khas dari
tingkah laku tersebut dapat dipertahankan sebagai kebiasaan yang tidak dapat
dipengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan sikap
yang dimiliki. Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat dipertahankan jika sudah
terbentuk sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama. Selain itu sebagai individu
setiap muslim memiliki latar belakang pembawaan yang berbeda-beda.
Perbedaan individu ini diharapkan tidak akan mempengeruhi perbedaan yang akan
menjadi kendala dalam pembentukan kebiasaan ciri khas secara umum.
B.
Aspek-aspek
Pembentuk Kepribadian Islam
Konsep pembentuk
kepribadian dalam pendidikan islam menurut Syaikh Hasan al-Banna ada 10 aspek :
a.
Bersihnya akidah,
b.
Lurusnya ibadah,
c.
Kukuhnya akhlak,
d.
Mampu mencari penghidupan,
e.
Luasnya wawasan berfikir,
f.
Kuat fisiknya,
g.
Teratur urusannya,
h.
Perjuangan diri sendiri,
i.
Memperhatikan waktunya, dan
Disini terlihat ada dua
sisi penting dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila
iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu
yang tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan
sisi abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam
lakon akhlak mulia.
Untuk itu membentuk
kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan
al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan
dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan.
Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu
sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
C.
Faktor-faktor
Pembentuk Kepribadian Islam
a.
Faktor Internal
1)
Instink Biologis, seperti lapar, dorongan
makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus. Maka
sifat itu akan menjadi perilaku tetap.
2)
Kebutuhan Psikologis, seperti rasa aman,
penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
3)
Kebutuhan Pemikiran, yaitu akumulasi
informasi yang membentuk cara berfikir seseorang, seperti mitos, agama, dan
sebagainya.
b.
Faktor Ekstrnal
1)
Lingkungan Keluarga,
2)
Lingkungan Sosial, dan
3)
Lingkungan Pendidikan.
D.
Langkah-langkah
Pembentuk Kepribadian Islam
Dalam membentuk kepribadian
dalam pendidikan islam islam diperlukan beberapa langkah yang berperan dalam
perubahannya, antara lain:
a.
Peran Keluarga
Keluarga mempunyai peran
yang sangat besar dalam membentuk kepribadian dalam pendidikan islam. Orang tua
menjadi penanggung jawab bagi masa depan anak-anaknya, maka setiap orang tua
harus menjalankan fungsi edukasi. Mengenalkan islam sebagai ideologi agar mereka
mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami yang sesuai dengan akidah dan
syari’at islam.
b.
Peran Negara
Negara harus mampu
membangun pendidikan yang mampu untuk membentuk pribadi yang memiliki karakter
islami dengan cara menyusun kurikulum yang sama bagi seluruh sekolah dengan
berlandaskan akidah islam, melakukan seleksi yang ketat terhadap
calon-calon pendidik, pemikiran diajarkan untuk diamalkan, dan tidak
meninggalkan pengajaran sains, teknologi maupun seni. Semua diajarkan tetap
memperhatikan kaidah syara’.
c.
Peran Masyarakat
Masyarakat juga ikut serta
dalam pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam karena dalam masyarakat kita
bisa mengikuti organisasi yang berhubungan dengan kemaslahatan lingkungan. Dari
sini tanpa kita sadari pembentukan kepribadian dapat terealisasi. Dalam
masyarakat yang mayoritas masyarakatnya berpendidikan, maka baiklah untuk
menciptakan kepribadian berakhlakul karimah.
Ketiga peraran diatas
sangat berperan aktif dalam pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam karena
semua saling mempengaruhi untuk pembentukannya.
Untuk merealisasikan
kepribadian dalam pendidikan islam yang ada maka diperlukan tiga proses dasar
pembentukan:
1.
Pembentukan Pembiasaan
Pembentukan ini ditujukan
pada aspek kejasmanian dari kepribadian yang memberi kecakapan berbuat dan
mengucapkan sesuatu, seperti puasa, sholat, dan lain-lain.
2.
Pembentukan Pengertian
Pembentukan yang meliputi
sikap dan minat untuk memberi pengertian tentang aktifitas yang akan
dilaksanakan, agar seseorang terdorong ke arah perbuatan yang positif.
3.
Pembentukan Kerohanian yang Luhur
Pembentukan ini tergerak
untuk terbentuknya sifat takwa yang mengandung nilai-nilai luhur, seperti
jujur, toleransi, ikhlas, dan menepati janji.
Proses pembentukan
kepribadian dalam pendidikan islam berlangsung secara bertahap dan
berkesinambungan. Dengan demikian pembentukan kepribadian merupakan rangkaian
kegiatan yang saling berhubungan dan saling tergantung sesamanya.
E.
Tujuan Pembentuk Kepribadian Islam
Menjadi diri sendiri harus
dimulai dari nalar berpikir kearah mana tujuan hidup individu selama dia hidup.
Adapun tujuan yang diinginkan dalam membentuk kepribadian yaitu:
a.
Membentuk sikap disiplin terhadap waktu,
b.
Mampu mengendalikan hawa nafsu,
c.
Memelihara diri dari perilaku menyimpang,
d.
Mengarahkan hidup menuju kepada kebaikan dan
tingkah laku yang benar,
e.
Mempelajari perubahan-perubahan dalam gaya
hidup,
f.
Meningkatkan pengertian diri, nilai-nilai
diri, kebutuhan diri, agar dapat membantu orang lain melakukan hal yang
sama, dan
g.
Mengembangkan perasaan harga diri dan
percaya diri melalui aspek dukungan dan tanggung jawab yang bersifat timbal
balik.
Dalam islam, pendidikan
mengacu pada tujuan hidup manusia itu sendiri. Dalam hakikat tujuan hidup
manusia adalah mengabdikan dirinya pada Tuhan, dengan penyerahan mutlak. Dengan
kata lain sorang muslim selalu mengaitkan segala aktifitas kegiatannya dengan
melihat dan menyesuaikannya di atas ketentuan norma – norma yang ditetapkan
Allah.
Pendidikan islam adalah
sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya, sesuai dengan cita-cita islam karena nilai-nilai islam telah
menjiwai kepribadian seseorang dan mempedomani kehidupan manusia muslim dalam
aspek duniawi dan ukhrawi.[7]
Muhammad Omar al-Toumy
al-Syaibani mengatakan, bahwa tujuan pendidikan islam adalah untuk mempertinggi
nilai-nilai akhlak hingga mencapai nilai akhlak al-karimah.
Adapun beberapa tujuan
dalam pendidikan islam antara lain:[8]
a.
Membimbing manusia agar dapat menempatkan
diri dan berperan sebagai individu yang taat dalam menjalankan ajaran agama
allah,
b.
Pembentuk sikap takwa,
c.
Menumbuhkan pola kepribadian manusia yang
sempurna,
d.
Menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk
manusia yang berbudi luhur menurut ajaran islam,
e.
Penguasaan ilmu terhadap agama islam,
f.
Mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi
manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pemikiran,
kecerdasan, dan pancaindra,
g.
Pembentuk kepribadian yang akhlakul karimah,
h.
Menopang keselamatan dan kesejahteraan hidup
didunia sesuai dengan perintah syari’at islam, dan
i.
Memiliki keterampilan yang serasi dengan bakat
yang dimiliki.
F. Macam-Macam
Kepribadian Islam
1.
Kepribadian
Kemanusiaan (Basyariah)
a.
Kepribadian individu; yang meliputi ciri khas
seseorang dalam bentuk sikap dan tingkah laku serta intelektual yang dimiliki
masing-masing secara khas sehingga ia berbeda dengan orang lain. Menurut
pandangan Islam memang manusia mempunyai dan memiliki potensi yang berbeda
(Al-farq al-fardiah) yang meliputi aspek fisik dan psikis.
Firman Allah Swt:
Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan
sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat
lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.
|
انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى
بَعْضٍ وَلَلآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلا
|
Artinya:
“Perhatikanlah bagaimana
Kami lebihkan mereka sebagian atas sebagian lain”. (Q.S. Al-Isra’ : 21)
b. Kepribadian
ummah: yang meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah
(bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang
berbeda dengan ummah lainnya, mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki
kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik
ideology maupun lainnya yang dapat memberi dampak negative.
Firman Allah Swt:
“…dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal….”
|
وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
|
Artinya:
“Kami jadikan kamu
bersuku-suku dan berbangsa supaya saling kenal-mengenal….”.
(Q.S. Al-Hujurat : 13)
2.
Kepribadian Samaai
(Kewahyuan)
Kepribadian samaai (Kewahyuan) yaitu corak
kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci Al-Qur’an,
yang antara lain difirmankan Allah sebagai berikut :
وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُل
فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya :
dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah (Q.S. Al-An’am : 153)
Kepribadian muslim sebagai
individu dan sebagai ummah, terintergrasi dalam bentuk suatu pola yang sama.
Dalam hal ini dasar teori kepribadian muslim, baik sebagai individu
maupun sebagai suatu ummah yang satu, terjadi suatu bentuk dikotomi yang terintegrasikan.
Dikotomi terletak hanya dalam pembagian saja, namun dalam dasar yang sama
(Filsafat pendidikan Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits), serta
tujuan yang satu yaitu menjadi pengabdi Allah Swt yang taat sesuai dengan
firmannya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S.
Adz-Dzariyat:56)
|
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
|
Pengintegrasian kepribadian
perseorangan dan ummah belum dapat menjamin terwujudnya perilaku mulia sesuai dengan
tuntutan hidup dunia ukhrawi. Oleh karena itu diperlukan kepribadian samawi
atau Islami dimana nilai-nilai Ketuhanan yang positif dan konstruktif yang
berorientasi kepada kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di
sinilah nampaknya perbedaan pandangan antara teori kepribadian Barat dengan
teori kepribadian nuslim. Mungkin hal ini disebabkan oleh falsafah yang
dianut masing-masing berbeda, sehingga perbedaan dasar menyebabkan
terjadinya perbedaan pandangan.(Wallahu A’lam).
Ada beberapa karakteristik
yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim,
yaitu :
1.
Salimul ‘Aqidah/ ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”.(QS. al-An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”.(QS. al-An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
2.
Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda:“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda:“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
3.
Matinul Khuluq (akhlak kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).
4.
Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)
Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW : “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).
Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW : “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).
5.
Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
6.
Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).
7.
Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8.
Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9.
Qodirun Alal Kasbi (memiliki
kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
10.
Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).
Untuk meraih kriteria
Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan
kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang
bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik.” QS. Al Ankabut : 69. Allahu A’lam[9]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembentuk kepribadian dalam
pendidikan islam meliputi sikap, sifat, reaksi, perbuatan, dan perilaku.
Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri seseorang yang disertai
beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe kepribadian, tipe
kematangan kesadaran beragama, dan tipe orang-orang beriman. Melihat kondisi
dunia pendidikan di indonesia sekarang, pendidikan yang dihasilkan belum mampu
melahirkan pribadi-pribadi muslim yang mandiri dan berkepribadian islam.
Akibatnya banyak pribadi-pribadi yang berjiwa lemah seperti jiwa koruptor,
kriminal, dan tidak amanah. Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan
islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai
identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang
pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep
kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri,
keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
Membentuk kepribadian dalam
pendidikan islam dibutuhkan beberapa langkah-langkah. Membicarakan kepribadian
dalam pendidikan islam, artinya membicarakan cara untuk menjadi seseorang yang
memiliki identitas dari keseluruhan tingkah laku yang berbasis agama.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini kami berharap para pembaca memperoleh manfaat atas pemaparan
materi yang telah disajikan dalam makalah ini. Kami mengucapkan
banyak terimakasih atas partisipasi pembaca dalam memberikan apresiasinya pada
makalah ini. Semoga pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dapat
mengambil hikmah dari makalah ini. Apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan
makalah ini kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyadi, Abdul Aziz.
1995. Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Arifin, M.1994 Ilmu
Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara
Jalaluddin. 2001. Teologi
Pendidikan. Jakarta: Raja Grasindo Persada
Jalaluddin dan Usaman Said,
1994. Filsafat Pendidikan Agama Islam (Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian
dalam psikologi islam.jakarta: Raja Grafindo Persada
Zuhairini et,al.
1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Saeful fachri, “Membentuk
Kepribadian Islam”, di akses pada tanggal 05 Januari 2012 dalam
http://dakwahkampus.com/pemikiran/pendidikan/1444-pendidikan-islam-membentuk- kepribadian-islam.html.
http://ikmoetzzzzz.blogspot.com/2012/10/makalah-pembentukan-kepribadian-muslim.html
Post a Comment