MAKALAH PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ISLAM TERHADAP SEORANG ANAK

Posted by GLOBAL MAKALAH

MAKALAH PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ISLAM TERHADAP SEORANG ANAK 

Untuk download file makalah ini anda bisa sodot disini
=====================================================


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah tuhan seru sekalian alam. Maha suci Allah atas segala rahmat dan hidayah-Nya, yang telah memberikan kita nikmat sehat sampai saat ini.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Revolusioner islam Rasulullah SAW, yang telah membimbing ummatnya dari alam jahiliyah menujukehidupan islamiyah, sehingga kita dapat merasakan kenikmatan hidup pada saat ini.
Dalam kesempatan ini kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Peran Orang Dalam Pembentukan Kepribadian Islam Terhadap Seorag Anak”. Dalam menyelesaikan makalah ini, kami banyak berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena banyak hambatan yang di hadapi kami, diantaranya: kurangnya wawasan, keterbatasan ilmu pengetahuan, maupun minimnya dana. Namun segenap usaha dankemampuan telah dikerahkan untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
     


                                                                             Indramayu, 03 Juni 2018
                                                                                              

                                                                                         Penulis






DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A.    Latar Belakang ............................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................... 5
C.     Tujuan............................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 6
A.        Pengertian Kepribadian Islam..................................................... 6
B.         Aspek-Aspek Pembentuk Kepribadian Islam.............................. 8
C.         Faktor- Faktor Pembentuk Kepribadian Islam............................ 8
D.        Langkah-Langkah Pembentuk Kepribadian Islam...................... 9
E.         Tujuan Pembentuk Kepribadian Islam........................................ 10
F.          Macam-Macam Keprinadian Islam.............................................. 12
BAB III PENUTUP................................................................................ 19
A.        Kesimpulan.................................................................................. 19
B.         Saran............................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA 












BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Anak merupakan amanat yang diberikan oleh Allah Swt, kepada orang tua. Orang tua bertanggung jawab sejak dalam kandungan, memberi nama anaknya dengan nama yang baik, memberi perhatian dan kasih sayang, mengajari dan menyuruhnya sholat, sampai mendidik dan membantunya menjadi manusia yang sempurna. Untuk tujuan inilah maka setiap orang tua ingin membina anaknya agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji.
Salah satu tugas utama orang tua ialah mendidik keturunannya. Dengan kata lain, dalam relasi antara anak dan orang tua itu secara kodrati tercakupi unsur pendidikan untuk mem bangun kepribadian anak dan mendewasakannya, ditambah dengan adanya kemungkinan untuk dapat didikan pada diri anak, maka orang tua menjadi agen pertama dan terutama yang mampu dan berhak menolong keturunannya serta mendidik anak-anaknya.
Dalam pandangan islam, anak-anak memiliki dunia yang indah dan mempesona namun tetap senantiasa membutuhkan perhatian serta penghargaan untuk melindungi kehidupan dan dunia mereka agar terhindar dari mara bahaya yang mengancam sehingga mereka tetap berada dalam surat Al-Mustaqim.[2]
1Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang anak, yang kesemuanya menekankan pentingnya rasa cinta dan kasih sayang. Makna kehadiran anak dalam sebuah rumah tangga menurut perspektif Al-Qur’an sangat banyak, diantaranya : anak sebagai karunia serta nikmat dari Allah ( QS. Al-Isra : 6), sebagai perhiasan kehidupan dunia (QS. Al-Kahfi : 46), sebagai penyejuk hati dan penenang jiwa (QS. Al-Furqan : 74), dan masih banyak lagi. Untuk itu penerimaan anak dalam sebuah rumah tangga sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian muslim anak.
Untuk memperoleh keturunan yang berkepribadian muslim, islam menganjurkan supaya memilih calon istri atau suami yang taat beragama. Dari hasil pertemuan dan perpaduan kedua insan yang sama-sama bersih tersebut akan tercipta satu bentuk bangunan rumah tangga yang teduh, kokoh, dan islami, tempat anak-anak akan lahir, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan pendidikan yang memiliki akar yang kuat dan penuh dengan budi pekerti serta akhlak yang luhur dan terpuji. Para orang tua memiliki tanggung jawab memelihara dan menjaga pertumbuhan dan perkembangan mereka. Sebab mereka dilahirkan dalam keadaan fitrah (mentauhidkan Allah).
Untuk menopang tugas tersebut, Allah menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang di hati setiap orang tua (ayah dan ibu). Dengan berbekal anugerah inilah mereka diharapkan mampu menjaga, memelihara, dan mendidik anak-anakbya dengan baik dan islami.
Dengan demikian peran orang tua dalam pembentukan kepribadian muslim anak sangat besar. Sebagai pemimpin dalam keluarga, orang tua harus mampu menjadi suritauladan bagi anak-anaknya. Karena setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui pendengaran, penglihatan, perilaku, pembinaan dan sebagainya, akan menjadi bagian dari pribadinya yang tumbuh.
Sebagaimana dikemukakan oleh Alex Sobur : Pada hakekatnya keluarga atau rumah tangga, merupakan tempat pertama dan yang utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Begitu pula halnya pendidikan agama harus dilakukan oleh orang tua sewaktu kanak-kanak dengan membiasakan pada akhlak dan tingkah laku yang diajarkan agama.
Sebagai pendidik, ayah dan ibu memiliki kewajiban yang berbeda karena perbedaan kodratnya. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk kebutuhan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT, di muka bumi dan selanjutnya menafkahkan kepada anak istrinya. Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara, dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya.
Dalam ajaran agama, anak merupakan amanat Allah SWT, atas orang tua. Untuk itu orang tua berkewajiban menjaga dan mendidiknya supaya selamat dunia dan akhirat. Bahkan keselamatan kehidupan keluarga juga merupakan tanggung jawab orang tua. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tahrim, ayat : 6:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Dari firman Allah tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa islam mengajarkan kepada orang tua supaya menjaga diri dan keluarganya agar tidak masuk kedalam siksa api neraka. Untuk itu sudah menjadi kewajiban orang tua.
Untuk selalu memasukkan pendidikan agama dalam keluarga supaya anak-anaknya mempunyai ketaqwaan yang tinggi dan berkepribadian muslim, sehingga menjadi keluarga yang sakinah.
Dalam masyarakat kita akhir-akhir ini banyak ditemukan keluarga, keluarga yang tidak harmonis. Pembagian peran anggota keluarga menjadi tidak ideal. Seorang ibu yang awalnya hanya mengurusi pengelolaan kebutuhan keluarga dan mendidik anak-anaknya, mulai ikut mencari nafkah dan menuntut hak serta kewajiban yang sama dengan suami, akibatnya sering terjadi konflik dalam keluarga, dan membuat suasana rumah tangga tidak tentram. Kesibukan orang tua di luar rumah menjadikan mereka tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Bila keadaan ini terus berlanjut akan memberikan dapak negatif pada perkembangan pribadi anak.
Tidak bisa kita pungkiri lagi, bahwasanya secara keseluruhan orang tualah yang mempunyai kompetensi tertinggi dalam memberikan pendidikan tergadap anak sedini mungkin, sebab ia akan mengukir dan mewarnai pribadi anak tersebut. Sebagaimana sabda Rosulullah Saw.
Artinya : “Tiada manusia lahir (dilahirkan)kecuali dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia (kafir) yahudi, nasrani atau majus.”. ( Muttafaqun’Alaih).
Anak dalam perkembangannya, seperti halnya anak-anak di desa pecabean, yang berada pada masa pancaroba atau masa transisi, kepribadian mereka belumlah stabil dan masih sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan yang negatif yang paling mudah mempengaruhi mereka. Apalagi di era globalisasi ini, dimana teknologi dan arus Informasi sudah berkembang dengan pesat, sudah tentu sangat mempengaruhi anak-anak yang mempunyai alat komunikasi (Handphone) yang canggih dengan kamera, video, inframerah dan masih banyak lagi layanan yang ditawarkan, sehingga anak membutuhkan perhatian, bimbingan, dan asuhan orang tua menuju kepribadian yang baik.
Kaitannnya dengan obyek penelitian, maka penulis memilih desa Pecabean, Kec. Pangkah, Kab. Tegal, untuk dijadikan obyek penelitian. Desa Pecabean bukanlah desa yang statis, namun merupakan desa yang berkembang terutama jika dilihat dari pembangunan fisik, seiring dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, Pasalnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi ini, sedikit banyak berpengaruh terhadap gaya hidup masyarakatnya. Untuk mencegah generasi mereka agar terhindar dari arus pergaulan yang membahayakan, maka masyarakat Pecabean yang mayoritas beragama Islam, giat dalam mengembangkan pendidikan agama untuk anak-anak, seperti didirikannya Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) dan sekolah Madrasah Diniyah. Selain itu kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya, baik dikalangan orang tua, remaja maupun anak-anak.
Namun demikian perkembangan zaman tetap berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Pecabean. Adanya sebagian remaja yang senang hura-hura serta sikapnya yang ugal-ugalan. Ada juga yang dalam berpakaian mengikuti trend-trend masa sekarang yang tidak islami.
Akan tetapi sebagian besar masyarakat masih memegang nilai-nilai ajaran agama, mereka rajin melakukan shalat, mengikuti pengajian-pengajian, sikap dan tutur katanya sopan, menghormati sesama, dan lain sebagainya. Keadaan yang demikian ini tentulah tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti lembaga pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan keluarga.
Dari fenomena diatas, Penulis merasa tertarik untuk meneliti keluarga yang berhasil mendidik anaknya di desa tersebut, apa dan bagaimana peran mereka dalam membentuk kepribadian anak sehingga tetap berada di jalan agama Allah dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor yang dapat merusak kepribadiannya.


B.   Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang di atas, maka penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana peran orang tua dalam membentuk kepribadian muslim anak ?
2.      Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orang tua dalam pembentukan kepribadian muslim anak ?
3.      Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan Kepribadian anak ?

C.  Tujuan
Pembahasan dan penulisan penelitian ini mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui peran orang tua dalam membentuk kepribadian muslim anak
2.      Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam pembentukan kepribadian muslim anak Tegal.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian anak














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian kepribadian Islam
Kepribadian berasal dari kata “pribadi” yang berarti diri sendiri, atau perseorangan. Sedangkan dalam bahasa inggris digunakan istilah personality, yang berarti kumpulan kualitas jasmani, rohani, dan susila yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.
Carl Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.
Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam membentuk kepribadian manusia tersebut.. dengan demikian apakah kepribadian seseorang itu baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya ditentukan oleh faktor yang mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat besar penanamannya untuk membentuk kepribadian manusia itu.
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Seseorang yang islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan dirinya secara sungguh – sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa “wujud pribadi muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya. Pola sesorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang diperintahkan adalah membentuk keselarasan dan keterpaduan antara faktor  iman, islam dan ikhsan.
 Orang yang dapat dengan benar melaksanakan aktivitas hidupnya seperti mendirikan shalat, menunaikan zakat, orang – orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang – orang yang sabar dalam kesempitan penderitaan dan peperangan maka mereka disebut sebagai muslim yang takwa, dan dinyatakan sebagai orang yang benar. Hal ini merupakan pola takwa sebagai gambaran dari kepribadian yang hendak diwujudkan pada manusia islam. Apakah pola ini dapat “mewujud” atau “mempribadi” dalam diri seseorang, sehingga Nampak perbedaannya dengan orang lain, karena takwanya, maka; orang itu adalah orang yang dikatakan sebagain seseorang yang mempunyai “Kepribadian Islam”.
Secara terminologi kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan dari ajaran islam dan  bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.
Kepribadian muslim dalam kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang  sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya. Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak sengaja, dan sikap terpuji yang timbul dari dorongan batin.
Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut dapat dipertahankan sebagai kebiasaan yang tidak dapat dipengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan sikap yang dimiliki. Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat dipertahankan jika sudah terbentuk sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama. Selain itu sebagai individu setiap muslim memiliki latar belakang  pembawaan yang berbeda-beda. Perbedaan individu ini diharapkan tidak akan mempengeruhi perbedaan yang akan menjadi kendala dalam pembentukan kebiasaan ciri khas secara umum.

B.     Aspek-aspek Pembentuk Kepribadian Islam
Konsep pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam menurut Syaikh Hasan al-Banna ada 10 aspek :
a.              Bersihnya akidah,
b.              Lurusnya ibadah,
c.              Kukuhnya akhlak,
d.             Mampu mencari penghidupan,
e.              Luasnya wawasan berfikir,
f.               Kuat fisiknya,
g.              Teratur urusannya,
h.              Perjuangan diri sendiri,
i.                Memperhatikan waktunya, dan
j.                Bermanfaat bagi orang lain.[6]
Disini terlihat ada dua sisi penting dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu yang tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon akhlak mulia.
Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.

C.    Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian Islam
a.       Faktor Internal
1)      Instink Biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus. Maka sifat itu akan menjadi perilaku tetap.
2)      Kebutuhan Psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
3)      Kebutuhan Pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang, seperti mitos, agama, dan sebagainya.
b.      Faktor Ekstrnal
1)      Lingkungan Keluarga,
2)      Lingkungan Sosial, dan
3)      Lingkungan Pendidikan.

D.    Langkah-langkah Pembentuk Kepribadian Islam
Dalam membentuk kepribadian dalam pendidikan islam islam diperlukan beberapa langkah yang berperan dalam perubahannya, antara lain:
a.       Peran Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian dalam pendidikan islam. Orang tua menjadi penanggung jawab bagi masa depan anak-anaknya, maka setiap orang tua harus menjalankan fungsi edukasi. Mengenalkan islam sebagai ideologi agar mereka mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami yang sesuai dengan akidah dan syari’at islam.
b.      Peran Negara
Negara harus mampu membangun pendidikan yang mampu untuk membentuk pribadi yang memiliki karakter islami dengan cara menyusun kurikulum yang sama bagi seluruh sekolah dengan berlandaskan akidah islam, melakukan seleksi yang ketat terhadap calon-calon pendidik, pemikiran diajarkan untuk diamalkan, dan tidak meninggalkan pengajaran sains, teknologi maupun seni. Semua diajarkan tetap memperhatikan kaidah syara’.
c.       Peran Masyarakat
Masyarakat juga ikut serta dalam pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam karena dalam masyarakat kita bisa mengikuti organisasi yang berhubungan dengan kemaslahatan lingkungan. Dari sini tanpa kita sadari pembentukan kepribadian dapat terealisasi. Dalam masyarakat yang mayoritas masyarakatnya berpendidikan, maka baiklah untuk menciptakan kepribadian berakhlakul karimah.
Ketiga peraran diatas sangat berperan aktif dalam pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam karena semua saling mempengaruhi untuk pembentukannya.
Untuk merealisasikan kepribadian dalam pendidikan islam yang ada maka diperlukan tiga proses dasar pembentukan:
1.      Pembentukan Pembiasaan
Pembentukan ini ditujukan pada aspek kejasmanian dari kepribadian yang memberi kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, seperti puasa, sholat, dan lain-lain.
2.      Pembentukan Pengertian
Pembentukan yang meliputi sikap dan minat untuk memberi pengertian tentang aktifitas yang akan dilaksanakan, agar seseorang terdorong ke arah perbuatan yang positif.
3.      Pembentukan Kerohanian yang Luhur
Pembentukan ini tergerak untuk terbentuknya sifat takwa yang mengandung nilai-nilai luhur, seperti jujur, toleransi, ikhlas, dan menepati janji.
Proses pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan demikian pembentukan kepribadian merupakan rangkaian kegiatan yang saling berhubungan dan saling tergantung sesamanya.

E.     Tujuan Pembentuk Kepribadian Islam
Menjadi diri sendiri harus dimulai dari nalar berpikir kearah mana tujuan hidup individu selama dia hidup. Adapun tujuan yang diinginkan dalam membentuk kepribadian yaitu:
a.              Membentuk sikap disiplin terhadap waktu,
b.              Mampu mengendalikan hawa nafsu,
c.              Memelihara diri dari perilaku menyimpang,
d.             Mengarahkan hidup menuju kepada kebaikan dan tingkah laku yang benar,
e.              Mempelajari perubahan-perubahan dalam gaya hidup,
f.               Meningkatkan pengertian diri, nilai-nilai diri, kebutuhan diri, agar dapat  membantu orang lain melakukan hal yang sama, dan
g.              Mengembangkan perasaan harga diri  dan percaya diri melalui aspek dukungan dan tanggung jawab yang bersifat timbal balik.
Dalam islam, pendidikan mengacu pada tujuan hidup manusia itu sendiri. Dalam hakikat tujuan hidup manusia adalah mengabdikan dirinya pada Tuhan, dengan penyerahan mutlak. Dengan kata lain sorang muslim selalu mengaitkan segala aktifitas kegiatannya dengan melihat dan menyesuaikannya di atas ketentuan norma – norma yang ditetapkan Allah.
Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita-cita islam karena nilai-nilai islam telah menjiwai kepribadian seseorang dan mempedomani kehidupan manusia muslim dalam aspek duniawi dan ukhrawi.[7]
Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibani mengatakan, bahwa tujuan pendidikan islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai nilai akhlak al-karimah.
Adapun beberapa tujuan dalam pendidikan islam antara lain:[8]
a.         Membimbing manusia agar dapat menempatkan diri dan berperan sebagai individu yang taat dalam menjalankan ajaran agama allah,
b.                     Pembentuk sikap takwa,
c.                      Menumbuhkan pola kepribadian manusia yang sempurna,
d.        Menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berbudi luhur menurut ajaran islam,
e.         Penguasaan ilmu terhadap agama islam,
f.         Mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pemikiran, kecerdasan, dan pancaindra,
g.        Pembentuk kepribadian yang akhlakul karimah,
h.        Menopang keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia sesuai dengan perintah syari’at islam, dan
i.          Memiliki keterampilan yang serasi dengan bakat yang dimiliki.

F.     Macam-Macam Kepribadian Islam
1.      Kepribadian Kemanusiaan (Basyariah)
a.     Kepribadian individu; yang meliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap dan tingkah laku serta intelektual yang dimiliki masing-masing secara khas sehingga ia berbeda dengan orang lain. Menurut pandangan Islam memang manusia mempunyai dan memiliki potensi yang berbeda (Al-farq al-fardiah) yang meliputi aspek fisik dan psikis.
Firman Allah Swt:
Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.
انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلا
Artinya:
Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan mereka sebagian atas sebagian lain”. (Q.S. Al-Isra’ : 21)
b.      Kepribadian ummah: yang meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah (bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang berbeda dengan ummah lainnya, mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik ideology maupun lainnya yang dapat memberi dampak negative.





Firman Allah Swt:
“…dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal….”
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
Artinya:
“Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa supaya saling kenal-mengenal….”. (Q.S. Al-Hujurat : 13)
2.                  Kepribadian Samaai (Kewahyuan)
Kepribadian samaai (Kewahyuan) yaitu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci Al-Qur’an, yang antara lain difirmankan Allah sebagai berikut :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُل
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya :
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah (Q.S. Al-An’am : 153)
Kepribadian muslim sebagai individu dan sebagai ummah, terintergrasi dalam bentuk suatu pola yang sama. Dalam hal ini dasar teori kepribadian muslim,  baik sebagai individu maupun sebagai suatu ummah yang satu, terjadi suatu bentuk dikotomi yang terintegrasikan. Dikotomi terletak hanya dalam pembagian saja, namun dalam dasar yang sama (Filsafat pendidikan Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits), serta tujuan yang satu yaitu menjadi pengabdi Allah Swt yang taat sesuai dengan firmannya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Adz-Dzariyat:56)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ



Pengintegrasian kepribadian perseorangan dan ummah belum dapat menjamin terwujudnya perilaku mulia sesuai dengan tuntutan hidup dunia ukhrawi. Oleh karena itu diperlukan kepribadian samawi atau Islami dimana nilai-nilai Ketuhanan yang positif dan konstruktif yang berorientasi kepada kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di sinilah nampaknya perbedaan pandangan antara teori kepribadian Barat dengan teori kepribadian nuslim. Mungkin hal ini disebabkan oleh falsafah yang dianut masing-masing berbeda, sehingga perbedaan dasar menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan.(Wallahu A’lam).
Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :
1.                  Salimul ‘Aqidah/ ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”.(QS. al-An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
2.                  Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda:“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
3.                  Matinul Khuluq (akhlak kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).
4.                  Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)
Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW : “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).
5.                  Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
6.                  Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).
7.                  Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8.                  Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9.                  Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
10.              Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).
Untuk meraih kriteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut : 69. Allahu A’lam[9]




















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam meliputi sikap, sifat, reaksi, perbuatan, dan perilaku. Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri seseorang yang disertai beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe kepribadian, tipe kematangan kesadaran beragama, dan tipe orang-orang beriman. Melihat kondisi dunia pendidikan di indonesia sekarang, pendidikan yang dihasilkan belum mampu melahirkan pribadi-pribadi muslim yang mandiri dan berkepribadian islam. Akibatnya banyak pribadi-pribadi yang berjiwa lemah seperti jiwa koruptor, kriminal, dan tidak amanah. Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
Membentuk kepribadian dalam pendidikan islam dibutuhkan beberapa langkah-langkah. Membicarakan kepribadian dalam pendidikan islam, artinya membicarakan cara untuk menjadi seseorang yang memiliki identitas dari keseluruhan tingkah laku yang berbasis agama.

B.   Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap para pembaca memperoleh manfaat atas pemaparan materi yang telah disajikan dalam  makalah ini. Kami mengucapkan banyak terimakasih atas partisipasi pembaca dalam memberikan apresiasinya pada makalah ini. Semoga pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dapat mengambil hikmah dari makalah ini. Apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, Abdul Aziz. 1995.  Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Arifin, M.1994 Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara
Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grasindo Persada
Jalaluddin dan Usaman Said, 1994. Filsafat Pendidikan Agama Islam (Konsep dan Perkembangan Pemikirannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian dalam psikologi islam.jakarta: Raja Grafindo Persada
Zuhairini et,al. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Saeful fachri, “Membentuk Kepribadian Islam”, di akses pada tanggal 05 Januari 2012 dalam 
http://ikmoetzzzzz.blogspot.com/2012/10/makalah-pembentukan-kepribadian-muslim.html


Related Post



Post a Comment