MAKALAH KARDIOVASKULAR

Posted by GLOBAL MAKALAH


Keterangan :

untuk download makalahnya anda bisa Click di bawah ini :
----------------------------------------------------------------------


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi darah tinggi merupakan pembunuh tersembunyi yang penyebab awalnya tidak diketahui atau tanpa gejala sama sekali. Hipertensi bisa menyebabkan berbagai komplikasi terhadap beberapa penyakit lain, bahkan penyebab timbulnya penyakit jantung, stroke dan ginjal.

Hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius dan cenderung meningkat dimasa yang akan datang karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan permanen dan kematian mendadak. Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang bahkan sampai keumur hidup.

Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas normal. Kecenderungan peningkatan prevelensi menurut peningkatan usia. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa sebagai proses degenerative, hipertensi hanya ditemukan pada golongan orang dewasa. Banyak penderita hipertensi diperkirakan  sebesar 15 juta penduduk Indonesia yang kontrol hanya 4%. Terdaat 50% penderita hipertensi tidak menyadari dirinya sebagai penderita hipertensi. Terdiri dari 70% adalah hipertensi ringan dan 90% hipertensi esensial, hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.

Sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi dan tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini tentu sangat berbahaya yang menyebabkan kematian dan berbagai komlikasi seperti stoke. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit stoke dan tuberculosis mencapai 6,7 %  dari populasi kematian pada semua umur diindonesia. Prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Pada kelompok umur  25-34 tahun sebesar 7% naik menjadi 16% pada kelompok umur 35-44 tahun dan kelomok umur 65 tahun atau lebih menjadi 29% (survey kesehatan nasional,2007 dalam eka 2011:3) Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hamper sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.1 Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “silent killer”. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal. Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna.

1.2  Tujuan
1.2.1     Untuk Mengetahui Definisi dari Hipertensi
1.2.2     Untuk Mengetahui Etiologi Hipertensi
1.2.3     Untuk Mengetahui Patofisiologi Hipertensi
1.2.4     Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala dari Hipertensi
1.2.5     Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari Hipertensi
1.2.5.1     Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi dari Hipertensi
1.2.5.2     Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Nutrisi dari Hipertensi
1.2.5.3     Untuk Mengetahui Penatalaksaan Aktivitas dan Latihan dari Hipertensi
1.2.6     Untuk Mengetahui Proses Keperawatan dari Hipertensi
1.2.6.1     Untuk Mengetahui Pengkajian dari Kasus Hipertensi
1.2.6.2     Untuk Mengetahui Analisis Masalah dari Kasus Hipertensi
1.2.6.3     Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan dari Kasus Hipertensi
1.2.6.4     Untuk Mengetahui Rencana Tindakan dari Kasus Hipertensi
1.2.6.5     Untuk Mengetahui Kriteria Evaluasi dari Kasus Hipertensi
1.2.7     Untuk Mengetahui Penjelasan Anatomi dan Fisiologi Jantung dan Pembuluh darah
1.2.8     Untuk Mengetahui Penjelasan dari Jenis-jenis Penyakit Degeneratif pada Jantung dan Pembuluh Darah.

1.3  Ruang Lingkup
Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg); dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%. Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥ 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.












BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1  Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup.

Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkhin ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan.

Hipertensi merupakan risiko morbiditas dan mortalitas prematur, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Laporan Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Presure (1993) yang kelima mengeluarkan panduan baru mengenai deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi. Komite ini juga memberikan klasifikasi tekanan darah pada individu berumur 18 tahun ke atas, yang akan sangat berguna sebagai kriteria tindak lanjut bila digunakan berdasarkan pemahaman bahwa diagnosis didasarkan pada rata-rata dua pengukuran yang dilakukan secara terpisah. The American College of Physician telah menyusun suatu algoritma yang memaparkan strategi untuk mengukur tekanan darah pada situasi ambulatori oleh orang awam sebagai suatu cara diagnosa hipertensi. The Joint National Committee juga menyusun petunjuk untuk pemantauan tindak lanjut bagi individu yang tekanan darah awalnya tinggi.
Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil (intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an dan secara bertahap “menetap”. Pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan berat, perjalanannya dipercepat atau “maligna” yang menyebabkan kondisi pasien memburuk dengan cepat.

Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkhohol yang berlebihan, dan rangsangan kopi yang berlebihan kopi, tembakau dan obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi factor keturunan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria, tetapi pria khusunya pria Amerika keturunan Afrika , lebih tidak mampu mentoleransi penyakit ini. Di Amerika Serikat, insidens hipertensi meningkat sesuai proses penuaan dan insidens pada orang Amerika keturunan Afrika jauh melebihi orang kulit putih.

Tingginya tekanan darah yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal dan otak. Maka konsekuensi yang biasa pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi koroner, gagal ginjal, dan stroke. Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah. Hipertrofi ini dapat diperiksa dengan elektro kardiogram atau sinar-X pada dada.

Peningkatan tahanan perifer yang dikontrol pada tingkat arteriola adalah dasar penyebab tingginya tekanan darah. Penyebab tingginya tahanan tersebut belum banyak diketahui. Tetapi obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tahanan perifer untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi stress pada system vaskuler. (Smeltzer, Suzanne C. 2001).

2.2  Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
Ø  Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
Ø  Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.




Penyakit
Obat
·         Penyakit ginjal kronis
·         Hiperaldosteronisme primer
·         Penyakit renovaskular
·         Sindroma Cushing
·         Pheochromocytoma
·         Koarktasi aorta
·         Penyakit tiroid atau paratiroid
·         Kortikosteroid, ACTH
·         Estrogen (biasanya pil KB dengan kadar estrogen tinggi)
·         NSAID, cox-2 inhibitor
·         Fenilpropanolamine dan analog
·         Cyclosporin dan tacrolimus
·         Eritropoetin
·         Sibutramin
·         Antidepresan (terutama venlafaxine)
NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH: adrenokortikotropik hormone
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.

2.3  Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpati. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Pertimbangan Gerontologis. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Smeltzer, Suzanne C. 2001)

2.4  Tanda dan Gejala
Menurut Sylvia Anderson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut :
a.       Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk
b.      Sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing
c.       Dada berdebar-debar
d.      Lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing
Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing. (Mansjoer, 2001).

2.5  Penatalaksanaan
2.5.1  Farmakologi
Ø  Tekanan darah target.
Tekanan darah sistolik (SBP) optimal adalah < 140 mmHg dan tekanan darah diastolik (DBP) optimal adalah < 85 mmHg. Untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerosis , diabetes atau gagal ginjal kronik target SBP menjadi 130 mmHg dan DBP <80 mmHg. Pedoman untuk memulai terapi farmakologik sepeti yang direkomendasikan pada BNF dapat dilihat pada Tabel 1. Seberapapun tingkat kegawatan hipertensi, semua pasien harus mendapat nasehat/anjuran yang berkaitan dengan pengaturan gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah. Termasuk nasehat untuk berhenti merokok, menurunkan berat badan, melakukan olah raga, mengurangi asupan alkohol dan diet.
Ø  Golongan obat
Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), betabloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes(misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan  alphablocker (misalnya doksasozin). Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi.
Ø  Diuretik tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 12 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 1224 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi karena penurunan ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat mengakibatkan hiperurisemia, sehingga pewnggunaan tiazid pada pasien gout harus hatihati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2. Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid dihentikan.
Ø  Beta-blocker
Beta blockermemblok betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta2 banyak ditemukan di paruparu, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system renninangiotensinaldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan  cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan  betablockerakan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Betablockeryang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective betablockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus hatihati. Betablockeryang nonselektif (misalnya propanolol) memblok reseptor beta1 dan beta2.

Betablocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulanbeta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa betablocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptoralfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator. Betablocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obatobat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari.  Betablockertidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.
Ø  Efek samping
Blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan betabloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangakaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena betablockermemblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk “memberi peringatan“ jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan betablockeryang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi.  Betablockersnonselektif juga menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.
2.5.2  Non-Farmakologi
Ø  Pengobatan non obat (non-farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya di tunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan nonfarmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
·         Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
·         Mengurangi asupan garam kedalam tubuh
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makanan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilakukan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
·         Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara rileksasi seperti meditasi, yoga atau hypnosis dapat mengontrol system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
·         Melakukan olahraga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
·         Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
(Yulia Hajar Fitri, 2009).
2.5.3  Nutrisi
Ø  Diet Rendah Garam
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang melibihi 140 untuk tekanan sistolik dan 90 untuk tekanan diastolic. Tekanan diastolic terjadi pada saat jantung menguncup sementara tekanan diastolic pada saat jentung mengembang. Penyaki yang oleh orang awam dikenal dengan istilah darah tinggi ini merupakan factor resiko terjadinya stroke dan gangguan jantung. Diet yang dikenal saat ini di Negara maju bagi pasien-pasien hipertensi adalah diet DASH, Di-etary Approach to Stop Hypertension, yang merupakan diet sayuran serta buah yang banyak mengandung serat pangan (30gr/hari) dan mineral tertentu (Kalium, Magnesium, serta Kalsium) semntara asupan garamnya dibatasi.

Faktor-faktor non-diet yang dapat memperberat hipertensi seperti kegemukan, kebiasaan merokok, kurang istirahat, stress yang berlebihan (distress) dan kebiasaan minum-minuman keras harus diatasi, semntara kebiasaan baru yang dapat dikendalikan tekanan darah seperti olahraga aerobic yang teratur, relaksasi atau meditasi, dan pendekatan spiritual sangat dianjurkan. Suplemen yang membantu tekanan seperti kalsium, magnesium, dan omega-3 diperbolehkan pemberiannya dilakukan dengan dosis dan indikasi dengan tepat.
Prinsip diet yang berhubungan dengan pencegah hipertensi mencakup :
·         Upaya menpertahankan berat badan yang ideal/normal menurut tinggi badan IMT yang tidak melebihi 22 dan lingkaran perut yang tidak lebih dari 90 cm pada laki-laki serta 80 cm pada wanita.
·         Penerapan diet DASH yang kaya serat pangan dan mineral tertentu di samping diet rendah garam, rendah kolestrol lemak terbatas serta diet kalori seimbang menurut penyakit penyertaan (hypertensi, dyslipidemia serta diabetes mellitus).
·         Membatasi asupan garam dapur hingga 3gram/hari dengan memperhatikan pemberian mineral seperti kalsium, kalium dan magnesium menurut angka kecukupan gizi (AKG).
·         Membatasi bahan aditif pangan yang kaya akan natrium (MSG, sodium bikarbonat, sodium benzoate) termasuk makanan 7 S (snack, saus [saus tomat, kecap asin, taoco], sup yang dikalengkan, salted meat/fish [ham, blogna, ikan asin], smoked meat/fish [ikan atau daging asap], seasonings [berbagai bumbu yang kaya MSG] dan sauerkraut [acar dan sayur asin]).
·         Olahraga erobik secara teratur

2.5.4  Aktivitas dan Latihan
Penyembuhan hipertensi harus dimulai dengan perubahan-perubahan gaya hidup untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Jika perubahan-perubahan itu tidak memberikan hasil, mungkin pasien perlu mengkonsumsi obat-obat untuk penderita darah tinggi,tentu saja dengan berkonsultasi dengan dokter. Bahkan jika anda harus mengkonsumsi obat-obatan, baiknya disertai dengan perubahan gaya hidup yang dapat membantu anda mengurangi jumlah atau dosis obat-obatan yang anda konsumsi.
Ø  Jangan merokok atau berhenti merokok
Nikotin yang ada didalam rokok dan produk rokok dari tembakau menyebabkan pembuluh darah mengerut (konstiksi) dan denyut jantung menjadi lebih cepat, yang secara sementara akan menaikan tekanan darah. Jika anda berhenti merokok, anda dapat dengan sidnifikan mengurangi resiko terserang penyakit jantung dan dari serangan jantung, serta dapat juga menurunkan tekanan darah.
Ø  Kurangi berat badan jika anda overweight dan lakukan olahraga secara teratur.
Jika anda seorang overweight atau kelebihan berat badan, mengurangi berat badan biasanya membantu menurunkan tekanan darah. Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan dan cara yang baik untuk mengurangi berat badan. Hal itu juga tampak berguna untuk menurunkan tekanan darah dengan sendirinya.
Ø  Mencoba teknik-teknik relaksasi atau biofeedback
Stress mungkin bias berakibat pada tekanan darah. Untuk membantu melawan stress, cobalah lakukan relaksasi atau biofeedback. Hal tersebut bekerja dengan baik bila dilakukan sedikitnya satu kali dalam satu hari. Tanyakan dan mintalah saran dari dokter mengenai hal ini.

Latihan :
Tergantung pada beratnya tekanan darah tinggi, dokter akan menyarankan modifikasi gaya hidup, apakah itu dengan atau tanpa obat-obatan. Secara umum, pasien dengan pembacaan tekanan darah 140/90 mmHg.atau lebih merupakan kandidat untuk intervensi medis,sebagai tambahan pada perubahan gaya hidup. Pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi (misalnya tekanan darah 160/89 mmHg) atau usia lebih dari 65 tahun juga merupakan kandidat untuk terapi medis. Pasien prehipertensi secara umum disarahnkan untuk melakukan beberapa perubahan gaya hidup sebelum terapi medis dimulai. Beberapa langkah-langkah yang sebaiknya diambil untuk menurunkan tekanan darah meliputi:
·         Diuretic. Pengobatan yang memicu pembentukan urin dalam ginjal menyebabkan tubuh untuk mengalirkan cairan dan mineral, terutama sodium. Ini sering kali merupakan terapi pertama yang diberikan untuk menurunkan tekanan darah. Obat ini sering memberikan efek yang tidak diinginkan, seperti kadar kalium yang rendah (hipoklemia).
·         Penyekat alfa dan penyekat beta. Pengobatan yang menghambat reseptor alfa dan beta pada berbagai tempat di sitem saraf pusat. Obat ini membantu melepaskan arteri, mengurangi kekuatan denyut jantung dan menurunkan tekanan darah.
·         Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (EKA). Obat ini merupakan vasodilator yang membantu menurunkan  tekanan darah dengan menghambat  subtansi dalam darah yang menyebabkan pembuluh darah akan mengerut (konstriksi).
·         Penghambat reseptor angiotensin II. Golongan obat baru ini menunjukan hasil yang cukup baik dan menjanjikan dalam menurunkan komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi.
·         Penghambat kanal kalsium. Obat-obatan ini merupakan vasodilator yang menghambat aliran kalsium kedalam jantung dan menurunkan tekanan darah.

2.6  Proses Keperawatan
2.6.1  Pengkajian
Mengkaji pasien dengan hipertensi yang baru saja terdeteksi, meliputi pemantauan teliti tekanan darah dengan interval yang sering dan kemudian dilanjutkan dengan interval dengan jadwal yang rutin. Pada tahun 1993 joint national comunittee on decetion, evaluation and treadment, of high blood pressure menyusun paduan yang telah di keluarkan sebelumnya mengenai kondsi yang di tetapkan sebelum di lakukan pengukuran tekanan darah,penentuan peralatan, dan teknik pengukuran tekanan darah untuk memperoleh harga yang dapat di percaya yang mencerminkan tekanan darah normal pasien.apa bila pasien sedang dalam pengobatan anti hipertensi, pengukuran tekanan darah wajib di lakukan untuk menetukan apakah obat tersebut efektif untuk mengetahui adanya perubahan tekanan darah yang mermelukan pengantian pengobatan.
Riwayat yang lengkap yang harus di peroleh untuk mengkaji gejala yang menunjukan apakah sistem tubuh lainya telah terpengaruh oleh hipertensi .hal itu meliputi tanda seperti pendarahan hidung, nyeri angina, napas pendek, perubahan tajam pandang, vertigo, sakit kepala, atau nokturia. Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan kecepatan, irama, dan karakter denyut apical dan perifer untuk mendektesi efek hipertensi terhadap jantung dan pembuluh darah perifer. Pengkajian menyeluruh dapat memberikan informasi berharga mengenai sejauh mana hipertensi telah mempengaruhi tubuh begitu juga setiap faktor psikologis yang ada hubungannya dengan masalah ini.

2.6.2  Analisis Masalah dan Diagnosis Masalah
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnose keperawatan bagi pasien dapat mencakup yang berikut :
Ø  Kurangnya pengetahuan mengenai hubungan antara aturan penanganan dan kontrol proses penyakit ini.
Ø  Potensial ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri berhubungan dengan efek samping terapi yang diberikan.

2.6.3  Intervensi/Tindakan Keperawatan
Penyuluhan pasien mengenai perawatan diri. Tujuan penanganan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah mendekati nilai normal tanapa menimbulkan efek samping. Kepatuhan terhadap terapi harus di promosikan dengan cara yang murah.
Aturan penanganan meliputi obat anti hipertensi, pembatasan natrium dan lemak dalam diit, pengaturan berat badan, perubahan gaya hidup, program latihan, dan tidak lanjut asuhan kesehatan dengan interval teratur karena aturan terapi harus menjadi tanggung jawab pasien (bila ia mampu) atau keluarga terdekatnya, maka penyuluhan terus menerus adalah wajib. Kebanyakan pasien memperoleh banyak manfaat dengan mengujungi klinik hipertensi dan menghadiri pertemuan kelompok pendukung dimana mereka dapat berbagai keperhatiannya dengan pasien yang lain dan memperoleh dukungan untuk melakukan perubahan gaya hidup yang merupakan bagian dari terapi. Keluarga harus dilibatkan dalam program pendididkan dan penyuluhan agar mereka mampu mendukung usaha pasien mengontrol hipertensi.

Tindak lanjut secara teratur wajib dilakukan sehingga proses penyakit dapat dikaji dalam hal pengontrolan dan perkembanganya, serta penanganan yang sesuai riwayat dan pemeriksaan fisik harus dilengkapi pada setiap kunjungan ke klinik. Riwayat harus meliputi semua data yang mungkin berhubungan pontensial masalah, terutama masalah yang berhubungan dengan pengobatan seperti pusing atau kepala terasa ringan ketika berdiri. Kepatuhan dengan program asuhan diri. Ketidakpatuhan terhadap program terapi merupakan masalah yang besar pada penderita hipertensi diperkirakan 50 % diantara mereka menghentikan pengobatan dalam 1 tahun pemulihan. Pengontrolan tekanan darah yang memadai hanya dapat dipertahankan pada 20 % namun bila pasien berpartisipasi secara aktif dalam program, termasuk pemantauan diri mengenai tekanan darah dan diit, kepatuhan cenderung meningkatkan karena dapat segera diperoleh umpan balik sejalan dengan perasaan semakin terkontrol.

Usaha kerasa diperlukan pada pasien hipertensi untuk menjaga gaya hidup, diit dan aktivitasnya dan minum obat yang diresepkan secara teratur. Usaha seperti itu sering dirasakan tidak masuk akal bagi sebagian orang, khususnya bila mereka tidak merasakan gejala saat tidak minum obat, tetapi justru mengalami efek samping saat minum obat. Bimbingan, peyuluhan dan dorongan secara terus menerus biasanya di perlukan agar penderita hipertensi tersebut mampu melaksanakan rencana yang dapat diterima untuk bertahan hidup dengan hipertensi dan mematuhi aturan terapinya. Kadang perlu pula dilakukan kompromi untuk beberapa aspek terapi agar tercapai keberhasilan dengan tujuan prioritas yang lebih tinggi.

Pemahaman yang menyeluruh mengenai penyakit ini begitu pula dengan bagaimana obat bekerja dan kebisaan hidup, dapat mengontrol hipertensi sangat penting. Konsep bahwa kita hanya mengontrol hipertensi dan bukannya menyembuhkannya penting untuk dijelaskan. Sifat sementara efek samping obat harus ditegaskan konsultasi dengan ahli diit sangat berguna untuk mencari cara memodifikasi asupan garam dan lemak. Pemberian daftar makanan dan minuman redah garam dan menentukan penggantian garam yang murah sangat membantu pasien harus dianjurkan untuk menghindahri minuman yang mengandung kafein dan alcohol dan berikan penjelasan bahwa alkohol mempunyai efek sinergis dengan obat. Tembakau juga harus dihindari karena nikotine dapat menyebabkan vasokontriksi. Kelompok pendukung untuk mengontrol berat badan,merokok,dan stress sangat berguna untuk sebagian pasien.sedang yang lainnya memperoleh dukungan dari keluarga dan sahabat.

Informasi tertulis mengenai efek yang diharapkan dan efek samping obat sangat berguna dalam menjaga program pengobatan sendiri yang aman. Bila terjadi efek samping, pasien harus tahu kapan dan siapa yang harus dihubungi selain itu pasien harus tahu kapan di jelaskan mengenai kemungkinan kambuh yang dapat terjadi bila obat anti hipertensi dihentikan tiba-tiba atau munculnya disfungsi seksual sehubungan dengan pengobatan.

Pasien harus diajarkan untuk mengukur tekanan darah di rumah. Beberapa ahli mengaggap hal itu dapat melibatkan pasien dalam perawatan diri sendiri dan menekankan bahwa apabila tidak minum obat dengan teratur maka tekanan darahnya akan meningkat. Namun demikian sulit sekali menyakinkan pada kebanyakan pasien bahwa tekanan darah selalu berubah dan tidak tetap pada satu pengukuran. 

2.6.4  Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan
Ø  Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
·         Tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima dengan pengobatan,  terapi diet, dan perubahan gaya hidup.
·         Tidak menunjukan gejala angina, plpitasi atau penurunan penglihatan
·         Kadar BUN dan kreatinin serum stabil
·         Teraba denyut nadi perifer

Ø  Mematuhi program asuhan dini
·         Minum obat sesuai resep dan melaporkan setiap ada efek samping
·         Mematuhi aturan diet sesuai yang dianjurkan: pengurangan natrium, kolesterol dan kalori
·         Berlatih secara teratur dan cukup
·         Mengukur tekanan darah sendiri secara teratur
·         Berhenti mengkonsumsi tembakau, kafen dan alkohol
·         Menepati jadwal kunjungan klinik atau dokter
Ø  Bebas dari komplikasi
·         Tidak terjadi penurunan ketajaman penglihatan
·         Dasar mata tidak memperhatikan pendarahan retina
·         Kecepatan dan irama dennyut nadi dan kecepatan nafas dalam batas normal
·         Tidak terjadi dispnu atau edema
·         Menjaga haluran urin sesuai dengan masuknya cairan
·         Pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas normal
·         Tidak memperhatikan defisist motoric, bicara atau sensorik.
·         Tidak mengalami sakit kepala, pusing atau perubahan cara berjalan









                                                                    BAB 3
TINJAUAN KASUS

 3.1 Kasus 5 Hipertensi
“Mrs. Hyper”
Seorang perempuan berusia 60 tahun di rawat dengan keluhan kepala sering terasa berat dan seolah-olah mau pecah. Hasil pengkajian didapatkan data BB 60 Kg, TB 155 cm, TD 180/110 mmHg, nadi 100 kali/menit, suhu tubuh 38oC, pasien mengeluh dada berdegup-degup keras, kepala di bagian tengkuk terasa berat, nyeri kepala dirasakan berdenyut-denyut, saat tidur malam sering terbangun karena perasaan sesak dan panas di dada. Saat ini klien mendapat terapi amlodipin 1 x 0,5 mg, captopril 3 x 10 mg, lasix 2 x 1 tab, aspilet 3 x 1 tab, dextrose 5 % untuk jaga-jaga. Pasien mengatakan keluhan dirasakan sejak 3 bulan lalu. Pada saat muda pasien merupakan seorang pekerja keras.










3.2  Pengkajian
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
( HIPERTENSI )

Asuhan Keperawatan pada Mrs.H dengan Diagnosa Hipertensi
Di Kamar…. Bed ….
RSUD

Nama Mahasiswa        : Kelompok 2
Tanda Tangan             :
Tanggal Pengkajian    : Tidak Terkaji
Tanggal Masuk RS     : Tidak Terkaji
No.Medical Record    : Tidak Terkaji

A.BIODATA
    a. Identitas Klien
       Nama Klien          : Mrs.H
       Umur                    : 60 tahun
      Jenis Kelamin        : P
      Pendidikan                        : Tidak Terkaji
      Agama                   : Tidak Terkaji
     Pekerjaan                : Tidak Terkaji
     Suku Bangsa          : Tidak Terkaji
    Status Perkawinan  : Tidak Terkaji
    Gol. Darah              : Tidak Terkaji
    Diagnosa Medis      : Hipertensi
   Alamat                     : Tidak Terkaji

b. Identitas Penanggungjawab
    Nama                       : Tidak Terkaji
    Umur                       : Tidak Terkaji
    Agama                     : Tidak Terkaji
   Pendidikan               : Tidak Terkaji
   Pekerjaan                  : Tidak Terkaji
   Alamat                     : Tidak Terkaji
  Hubungan Keluarga  : Tidak Terkaji

B.Riwayat Kesehatan
   1. Keluhan Utama :
Kepala sering terasa berat dan seolah-olah mau pecah.


   2. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Sejak 3 bulan yang lalu sampai dengan sekarang pasien mengeluh dada berdegup-degup keras, kepala dibagian tengkuk terasa berat, nyeri kepala dirasakan berdenyut-denyut, saat tidur malam sering terbangun karena perasaan sesak dan panas di dada.
   3. Riwayat Kesehatan Dahulu :
        Pasien mengatakan keluhan di rasakan sejak 3 bulan lalu
   4. Riwayat Kesehatan Keluarga :  Tidak Terkaji
C. Riwayat Imunisasi
Tidak Terkaji
D. Riwayat Sosial
Pada saat muda pasien merupakan seorang pekerja keras.
E. Data Biologis
No
Pola Kehidupan sehari-hari
Saat sehat
Saat sakit
1
Pola Istirahat dan Tidur :
a.    Tidur siang

b.      Tidur malam


Tidak Terkaji

Tidak Terkaji

Tidak Terkaji

Pada saat tidur malam sering terbangun.


F. PEMERIKSAAN FISIK
     1. Status Kesehatan
         a. Keadaan Umum : Baik
         b. Penampilan        : Tidak Terkaji
         c. Kesadaran          : Compos Mentis
         d. Orientasi            : Baik
         e. Vital Sign
            TD       : 180/110 mmHg
            Nadi    :100 kali/menit
            RR       : Tidak Terkaji
            Suhu    : 380C
            BB       : 60 kg
            TB       : 155 cm
  2. Sistem Pernafasan
Inspeksi              : dada berdegup-degup keras
Palpasi                : dada berdegup-degup keras
Perkusi               : tidak terkaji
Auskultasi          : tidak terkaji
3. Sistem Kardiovaskuler
 Tidak Terkaji
4. Sistem Persepsi-Sensori
Tidak Terkaji
5. Sistem Penglihatan
Tidak Terkaji
6. Sistem Perkemihan dan Genitalia
Tidak Terkaji
7. Sitem Pencernaan
Tidak Terkaji
      8. Sistem Muskuloskelektal
Tidak Terkaji
9. Sistem Endokrin
Tidak Terkaji
10. Sistem Integumen
Tidak Terkaji

G. Data Psikologis
1. Pola Kognisi dan Persepsi Sensori
a.    Status mental : sadar
b.   Orientasi : baik
c.    Keadaan emosional : baik
d.   Bicara : normal
e.    Bahasa yang digunakan : tidak terkaji
f.    Kemampuan membaca : tidak terkaji
g.   Kemampuan interaksi : baik
h.   Pengetahuan tentang penyakitnya : mengerti
i.     Respon klien terhadap penyakitnya : tidak terkaji
2.  Pola Konsep Diri
a.  Gambaran diri : tidak terkaji
b. Ideal diri : tidak terkaji
c.  Harga diri : tidak terkaji
d.                      Peran diri : tidak terkaji
e. Identitas diri : tidak terkaji
3. Pola Peran-Berhubungan
 Tidak Terkaji
4. Pola Seksual dan Seksualitas
 Tidak Terkaji
1.      Pola Mekanisme Koping
Tidak Terkaji
2.      Pola Nilai Kepercayaan
Tidak Terkaji

H. Pemeriksaan Penunjang
 Tidak Terkaji
I. Informasi Tambahan
NO
NAMA OBAT
DOSIS
1
Amlodipin
1 X 0,5 Mg
2
Captopril
3 X 10 Mg
3
Lasik
2 X 1 Tab
4
Aspilet
3 X 1 Tab
5
Dextrose
5 %




3.3  Analisis Masalah
No
Data Senjang
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.














DS :
·         Pasien mengeluh nyeri kepala dirasakan berdenyut-denyut.
·         Pasien mengeluh kepala sering terasa berat dan seolah-olah mau pecah.
·         Pasien mengeluh kepala dibagian tengkuk terasa berat.










Tekanan Darah Tinggi

Tekanan Intrakranial Meningkat
 

Sistem Saraf Pusat Tertekan
 

           Nyeri

Nyeri Akut



























No
Data Senjang
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DO :
·         TD : 180/110 mmHg
·         Mendapat terapi : Amlodipin 1 x 0,5 mg , Captopril 3 x 10 mg , Lasix 2 x 1 tab , Aspilet 3 x 1 tab , Dextrose 5 %.


Tekanan Darah Tinggi

Tekanan Intrakranial Meningkat
 

Sistem Saraf Pusat Tertekan
 

      Nyeri Kepala


Nyeri Akut



























No
Data Senjang
Etiologi
Masalah Keperawatan
2.
DS :
·         Pasien mengeluh panas di dada.

DO :
·         TD : 180/110 mmHg
·         S : 38oC
·         Mendapat terapi : Aspilet 3 x 1 tab.


Tekanan Darah Tinggi

Tekanan Intrakranial Meningkat
 

Sistem Saraf Pusat
 

Beban Jantun Meningkat
 

           Iskemia

Respons Termoreseptor

       Hipothalamus

        Vasodilatasi

         Hipertermia











Hipertermia













No
Data Senjang
Etiologi
Masalah Keperawatan
3.
DS :
·         Pasien mengatakan saat tidur malam sering terbangun karena perasaan sesak dan panas di dada.
·         Pasien mengeluh nyeri kepala dirasakan berdenyut-denyut.
DO :
·         TD : 180/110 mmHg
·         Mendapat terapi : Amlodipin 1 x 0,5 mg , Captopril 3 x 10 mg , Lasix 2 x 1 tab , Aspilet 3 x 1 tab.

Tekanan Darah Tinggi

Tekanan Intrakranial Meningkat

Sistem Saraf Pusat

SAR (Sistem Aktivasi  Retikular)

Neuron dalam SAR

 Pengeluaran Katekolamin

  Gangguan Pola Tidur

Gangguan Pola Tidur
3.4 Diagnosa Keperawatan Menurut Prioritas
1.    Nyeri Akut b.d Agens cedera (Biologis) d.d Indikasi nyeri yang dapat diamati, Melaporkan nyeri secara verbal, dan Gangguan tidur.
2.    Hipertermia  b.d Penyakit d.d Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal dan kulit terasa hangat.
3.    Gangguan Pola Tidur b.d Restrain fisik d.d Perubahan pola tidur normal dan menyatakan sering terjaga pada saat malam hari.

3.5 Rencana Tindakan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (NCP)
NAMA KLIEN       : Ny.H
RUANG RAWAT   : Tidak Terkaji

NO
DX KEP
PERENCANAAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Nyeri Akut b.d Agens cedera (Biologis) d.d Indikasi nyeri yang dapat diamati, Melaporkan nyeri secara verbal, dan Gangguan tidur.
Jangka panjang: Setelah dilakukan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan Nyeri akut teratasi.
No
Kriteria hasil
IR
ER
1
Ekspresi nyeri pada wajah tidak ada
3
5
2
Frekuensi nyeri Menurun
2
5





Jangka pendek: Setelah dilakukan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan Nyeri akut teratasi.
No
Kriteria hasil
IR
ER
1
Ekspresi nyeri pada wajah tidak ada
3
4
2
Frekuensi nyeri Menurun
2
3
Mandiri: Tingkattkan istirahat


Kolaborasi: Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Observasi: Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif


Pen.kes: Ajarkan tentang teknik non-farmakologi




Untuk memenuhi kebutuhan tidur pasien

Untuk mengurangi rasa nyeri

Untuk menentukan penyebab nyeri


Untuk mengurangi rasa nyeri






NO
DX KEP
PERENCANAAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
2.
Hipertermia  b.d Penyakit d.d Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal dan kulit terasa hangat.
Jangka Panjang: Setelah dilakukan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan Hipertermi menurun.
No
Kriteria hasil
IR
ER
1
Tidak ada sakit kepala
2
5
2
Temperatur kulit sesuai yang di harapkan
3
5













Jangka Pendek: Setelah
dilakukan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan Hipertermi menurun.
No
Kriteria hasil
IR
ER
1
Tidak ada sakit kepala
2
4
2
Temperatur kulit sesuai yang di harapkan
3
4







Mandiri: Selimuti pasien



Kolaborasi: Berikan anti-piretik





Observasi: Monitor suhu sesering mungkin
Pen.kes: Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu tubuh untk mencegah & mengenali hipertermia secara dini



















Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien

Untuk menurunkan suhu tubuh




Untuk mengontrol suhu pasien

Untuk melakukan pencegah timbulnya hipertermi secara dini





NO
DX KEP
PERENCANAAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
3.
Gangguan Pola Tidur b.d Restrain fisik d.d Perubahan pola tidur normal dan menyatakan sering terjaga pada saat malam hari.
Jangka Panjang: Setelah dilakukan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan Gangguan pola tidur teratasi.
No
Kriteria hasil
IR
ER
1
Kualitas tidur baik
3
5
2
Pola tidur baik
2
5







Jangka Pendek: Setelah dilakukan keperawatan selama 1 x 24 jam Gangguan pola tidur teratasi.
No
Kriteria hasil
IR
ER
1
Kualitas tidur baik
2
4
2
Pola tidur baik
2
4
Mandiri: Ajarkan untuk tidur siang jika diperlukan

Kolaborasi:

Observasi: Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan  faktor-faktor  fisik


Pen.kes: Ajarkan pasien & orang lain tentang faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada gangguan pola tidur

Untuk memenuhi kebutuhan pola tidur



Untuk mengetahui penyebab gangguan pola tidur

Untuk meningkatkan kualitas pola tidur


3.6 Kriteria Evaluasi
No
DX Kep
Kriteria Evaluasi
1.
Nyeri Akut
Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh: Tidak ada nyeri kepala, TTV dibatas normal dan pemberian terapi obat yang sesuai.
2.
Hipertermia
Akan menunjukkan Hipertermia, yang dibuktikan oleh: Suhu tubuh dibatas normal, tidak ada panas di dada dan pemberian terapi obat yang sesuai yaitu: Aspilet 3 x 1 tab.
3.
Gangguan Pola Tidur
Memperhatikan pola tidur yang baik, yang dibuktikan oleh: pada saat tidur malam tidak sering terbangun, sesak dan panas di dada  tidak ada, nyeri kepala tidak ada dan pemberian terapi obat yang sesuai.












BAB 4
PEMBAHASAN

A.       Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup.

Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkhin ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan.

Hipertensi merupakan risiko morbiditas dan mortalitas prematur, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Laporan Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Presure (1993) yang kelima mengeluarkan panduan baru mengenai deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi. Komite ini juga memberikan klasifikasi tekanan darah pada individu berumur 18 tahun ke atas, yang akan sangat berguna sebagai kriteria tindak lanjut bila digunakan berdasarkan pemahaman bahwa diagnosis didasarkan pada rata-rata dua pengukuran yang dilakukan secara terpisah. The American College of Physician telah menyusun suatu algoritma yang memaparkan strategi untuk mengukur tekanan darah pada situasi ambulatori oleh orang awam sebagai suatu cara diagnosa hipertensi. The Joint National Committee juga menyusun petunjuk untuk pemantauan tindak lanjut bagi individu yang tekanan darah awalnya tinggi.
Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil (intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an dan secara bertahap “menetap”. Pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan berat, perjalanannya dipercepat atau “maligna” yang menyebabkan kondisi pasien memburuk dengan cepat.

Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkhohol yang berlebihan, dan rangsangan kopi yang berlebihan kopi, tembakau dan obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi factor keturunan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria, tetapi pria khusunya pria Amerika keturunan Afrika , lebih tidak mampu mentoleransi penyakit ini. Di Amerika Serikat, insidens hipertensi meningkat sesuai proses penuaan dan insidens pada orang Amerika keturunan Afrika jauh melebihi orang kulit putih.

Tingginya tekanan darah yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal dan otak. Maka konsekuensi yang biasa pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi koroner, gagal ginjal, dan stroke. Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah. Hipertrofi ini dapat diperiksa dengan elektro kardiogram atau sinar-X pada dada.

Peningkatan tahanan perifer yang dikontrol pada tingkat arteriola adalah dasar penyebab tingginya tekanan darah. Penyebab tingginya tahanan tersebut belum banyak diketahui. Tetapi obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tahanan perifer untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi stress pada system vaskuler.

B.        Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
Ø  Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
Ø  Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.




Penyakit
Obat
·         Penyakit ginjal kronis
·         Hiperaldosteronisme primer
·         Penyakit renovaskular
·         Sindroma Cushing
·         Pheochromocytoma
·         Koarktasi aorta
·         Penyakit tiroid atau paratiroid
·         Kortikosteroid, ACTH
·         Estrogen (biasanya pil KB dengan kadar estrogen tinggi)
·         NSAID, cox-2 inhibitor
·         Fenilpropanolamine dan analog
·         Cyclosporin dan tacrolimus
·         Eritropoetin
·         Sibutramin
·         Antidepresan (terutama venlafaxine)
NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH: adrenokortikotropik hormone
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.

C.       Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpati. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Pertimbangan Gerontologis. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

D.       Tanda dan Gejala
Menurut Sylvia Anderson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut :
a.       Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk
b.      Sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing
c.       Dada berdebar-debar
d.      Lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing
Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing. (Mansjoer, 2001).

E.        Klasifikasi
1.      Hipertensi primer
Hipertensi primer memiliki banyak penyebab: beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah bersama-sama mneningkatkanya tekanan darah.
2.      Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya, pada sekitar 5-10% penderita hipertensi. Penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya (obat KB) (Wikipedia, 2007).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunnder antara lain :
a. Penyakit ginjal, terdiri dari :
·      Stenosis arteri renalis
·      Pielonefritis
·      Glomerulonefritis
·      Tumor-tumor ginjal
·      Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
·      Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
·      Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
b.Kelainan hormonal, terdiri dari :
·      Hiperaldosteronisme
·      Sindroma cushing
c. Obat-obatan, antara lain :
·      Obat KB
·      Kortikosteroid
·      Siklosporin
·      Eritropoietin
·      Kokain
·      Penyalahgunaan alcohol
·      Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
d.      Penyebab lainnya, misalnya :
·      Koartasio aorta
·      Preeklamsi pada kehamilan

Kriteria Hipertensi
Untuk mengetahui tingkatan hipertensi dipergunakan klasifikasi sebagai berikut :
Table 2.1 klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (Wikipedia, 2007).
Kriteria
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolic


Normal
120 mmHg – 130 mmHg
85 mmHg – 95 mmHg
Untuk para lansia tekanan diastolic 140 mmHg masih dianggap normal.
Normal tinggi
130 – 139 mmHg
85 – 89 mmHg
Stadium 1 ( hipertensi ringan )
140 – 159 mmHg
90 – 99 mmHg
Stadium 2 ( hipertensi sedang)
160 – 179 mmHg
100 – 109 mmHg
Stadium 3 ( hipertensi berat )
180 – 209 mmHg
110 – 119 mmHg
Stadium 4 ( hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih
120 – mmHg atau lebih


Table 2.2 klasifikasi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolic ( info-sehat, 2007 )
Kategori
Tekanan diastolic

Hiperteni derajat 1
Tekanan diastoliknya 95 – 109 mmHg
Hipertensi derajat II
Tekanan diastoliknya 110 – 119 mmHg
Hipertensiderajat III
Tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg


Table 2.3 klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun ke atas ( smeltzer, 2001)
Katagori
Sistolik ( mmHg )
Diastolic ( mmHg )

Normal
< 130
< 85
Normal tinggi
130 – 139
85 – 89
Hipertensi


Hipertensi stadium 1 ( ringan )
140 – 159
90 – 99
Hipertensi stadium 2 ( sedang)
160 – 179
100 – 109
Hipertensi stadium 3 ( berat )
180 – 209
110 – 119
Hipertensi stadium 4 ( sangat berat )
= 210
= 110

F.        Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan tembakau; latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.

Algoritma penanganan yang dikeluarkan oleh Joint National on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure memungkinkan dokter memilih kelompok obat yang mempunyai efektifitas tertinggi, efek samping paling kecil, dan penerimaan serta kepatuhan pasien. Dua kelompok obat tersedia dalam terapi pilihan pertama; diuretika dan penyekat beta. Apabila pasien dengan hipertensi ringan sudah terkontrol selama satahun, terapi dapat diturunkan. Agar pasien mematuhi regimen terapi yang diresepkan, maka harus di cegah pemberian jadwal terapi obat-obatan yang rumit.
Ø  Farmakologi
·         Tekanan darah target.
Tekanan darah sistolik (SBP) optimal adalah < 140 mmHg dan tekanan darah diastolik (DBP) optimal adalah < 85 mmHg. Untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerosis , diabetes atau gagal ginjal kronik target SBP menjadi 130 mmHg dan DBP <80 mmHg. Pedoman untuk memulai terapi farmakologik sepeti yang direkomendasikan pada BNF dapat dilihat pada Tabel 1. Seberapapun tingkat kegawatan hipertensi, semua pasien harus mendapat nasehat/anjuran yang berkaitan dengan pengaturan gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah. Termasuk nasehat untuk berhenti merokok, menurunkan berat badan, melakukan olah raga, mengurangi asupan alkohol dan diet
·         Golongan obat
Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), betabloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes(misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan  alphablocker (misalnya doksasozin). Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi.
·         Diuretik tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 12 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 1224 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi karena penurunan ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat mengakibatkan hiperurisemia, sehingga pewnggunaan tiazid pada pasien gout harus hatihati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2. Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid dihentikan.
·         Beta-blocker
Beta blockermemblok betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta2 banyak ditemukan di paruparu, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system renninangiotensinaldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan  cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan  betablockerakan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Betablockeryang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective betablockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus hatihati. Betablockeryang nonselektif (misalnya propanolol) memblok reseptor beta1 dan beta2.

Betablocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulanbeta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa betablocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptoralfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator. Betablockerdiekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obatobat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari.  Betablockertidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.
·         Efek samping
Blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan betabloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangakaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena betablockermemblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk “memberi peringatan“ jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan betablockeryang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi.  Betablockersnonselektif juga menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.


Ø  Non Farmakologis
·         Pengobatan non obat (non-farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya di tunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan nonfarmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a.       Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b.      Mengurangi asupan garam kedalam tubuh
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makanan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilakukan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c.       Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara rileksasi seperti meditasi, yoga atau hypnosis dapat mengontrol system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
d.      Melakukan olahraga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
e.       Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
(Yulia Hajar Fitri, 2009).

G.       Anatomi dan Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah
1.      Anatomi Fisiologi Jantung
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut sebagai mediastinum.Sebagian besar rongga mediastinum di tempati oleh jantung, yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut perikardium.
Perikardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik.Ruang antara permukaan jantung dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung.
Kamar jantung. Sisi kanan dan kiri jantung, masin-masing tersusun atas dua kamar, atrium (jamak = atria) dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum.Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri.Fungsi atrium adalah menampung darah yang datang dari vena dan bertindak sebagai tempat penimbuhan sementara sebelum darah kemudian di kosongkan ke ventrikel.
Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan dengan beban kerja yang di perlukan oleh tiap kamar.Dunding atrium lebih tipis dari pada dinding ventrikel karna rendahnya tekanan yang di timbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian menyalurkannya ke ventrikel.Karena ventrikel kiri mempunyai beban kerja yang lebih berat di antara dua kamar bawah, maka tebalnya sekitar 2-1/2 lebih tebal dibanding dinding ventrikel kanan.Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan tahanan sistemis yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan tekanan rendah pembukuh darah paru.

Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga dada, maka ventrikel kanan lebih ke anterior (tepat di bawah sternum) dan ventrikel kiri terletak lebih ke posterior.Ventrikel kiri bertanggung jawab atas terjadinya denyut apeks atau titik pukulan maksimum (PMI), yang normalnya teraba di garis midklavikularis dinding dada pada rongga interkostal ke-5.

Katup jantung. Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam jantung. Katup yang tersusun atas bilah-bilah jaringan fibrosa, membuka dan menutup secara pasif sebagai respons terhadap perubahan tekanan dan aliran darah. Ada dua jenis katup : atrioventrikularis dan semilunaris.

Katup atrioventrikularis. Katup yang memisahkan atrium dan ventrikel di sebit sebagai katup atrioventrikularis. Katup trikuspidalis, dinamakan demikian karena tersusun atas tiga kuspis atau daun,memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral atau bikuspidalis (dua kipis) terletak diantara atrium dan ventrikelkiri.

Normalnya, ketika ventrikel berkontraksi, tekanan ventrikel akan mendorong daun-daun katup atrioventrikularis ke atas ke rongga atrium. Jika terdapat tekanan cukup kuat untuk mendesak katup, darah akan di semburkan ke belakang dari ventrikel ke atrium. Otot papilaris dan korda tendinea bertanggung jawab menjaga aliran darah tetap menuju ke satu arah melalui katup atrioventrikularis. Otot papilaris adalah bundel otot yang terletak di sisi dinding ventrikel. Korda tendinea adalah pita fibrosayang memanjang dari otot papilaris ke tepi bilah katup, berfungsi menarik tepi bebas katup ke dinding ventrikel. Kontraksi otot papilaris mengakibatkan korda tendinea menjadi tegang. Hal ini menjaga daun katup menutup selama sistolik, mencegah aliran balik darah. Otot papilaris dan korda tendinea hanya terdapat pada katup mitral dan trikuspidalis dan tidak terdapat di katup semilunar.

Katup semilunar. Katup semilunar terletak diantara tiap ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis di sebut katup pulmonalis; katup antara ventrikel kiri dan aorta dinamakan katup aorta. Katup semilinar normalnya tersusun atas tiga kupis, yang berfungsi dengan baik tanpa otot papilaris dan korda tenidea. Tidak terdapat katup antara vena-vena besar dengan atrium.

Arteri koronaria. Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung, yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung menggunakan 70% sampai 80% oksigen yang dihantarkan melalui; arteri koronaria; sebagai perbandingan, organ lain yang menggunakan rata-rata seperempat oksigen yang dihantarkan. Arteri koronaria muncul dari aorta dekata hulunya di ventrikel kiri. Dinding kiri jantung di suplai dengan bagian yang lebih banyak melalui arteri koronaria utama kiri, yang kemidian terpecah menjadi dua cabang besar ke bawah (arteri desendens anterior sinistra) dan melintang arteri sirkum fleksa sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok seperti itu pula dari arteri koronaria dektra. Tidak seperti arteri lain, arteri diperfusi selama diastolik.

Otot jantung. Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan otot jantung. Secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik (skelet), yang berada dibawah kontrol kesadaran. Namun secara fungsional, otot jantung menyerupai otot polos karena sifatnya volunter.

Serat otot jantung tersusun secara interkoneksi (disebut sinsitium) sehingga dapat berkontraksi dan berelaksasi secara terkoordinasi. Pola urut kontraksi dan relaksasi tiap-tiap serabut otot akan memastikan kelakuan ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan dan memungkinkannya berfungsi sebagai pompa. Otot jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium, yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium.
Gambar jantung

2.   Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah
Peran pembuluh darah dalam sirkulasi darah telah dikenal sejak 1628, ketika seorang ahli anatomi dari Inggris, William Harvey, menunjukkan bahwa darah vena selalu mengalir menuju jantung. Sebelumnya, darah diyakini bersifat statis atau tetap, beberapa di antaranya terdapat dalam pembuluh, sedangkan yang lain terdapat dalam kantong-kantong di seluruh tubuh. Harvey menunjukkan bahwa sesungguhnya darah dapat bergerak dan hanya terjadi dalam pembuluh darah.Pada saat ini peran aktif sistem vaskular banyak diketahui dan semuanya mendukung homeostasis.

Sistem vascular terdiri atas arteri, kapiler, dan vena, dengan jantung berfungsi sebagai pemompa darah untuk dialirkan ke seluruh tubuh.Sebagaimana anda ketahui, system vascular memiliki ‘kerja’ utama, yakni melakukan pertukaran antara darah dan jaringan, yang berlangsung di kapiler.Namun, arteri dan vena berperan penting dalam transportasi darah antara kapiler dan jantung.
a.       Arteri
Arteri membawa darah dari jantung menuju kapiler, arteri yang lebih kecil disebut arteriol. Apabila kita mengamati arteri pada potongan melintang, kita akan menjumpai tiga lapis jaringan (tunika), masing-masing dengan fungsi berbeda. Lapisan terdalam disebut tunika intima, merupakan selapis epitel gepeng yang disebut endothelium. Endotelium ini merupakan tipe jaringan serupa yang menyusun endokardium, yang membatasi rongga jantung, sehingga diduga memiliki fungsi dasar yang sama: lapisan yang sangat halus ini mencegah pembekuan darah. Tunika media atau lapisan tengah, disusun oleh otot polos dan jaringan ikat elastis.Kedua jaringan ini diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah normal, khususnya tekanan darah diastolik ketika jantung mengalami relaksasi.Jaringan ikat fibrosa membentuk lapisan luar, yaitu tunika eksterna (adventitia). Jaringan tersebut sangat kuat dan penting untuk mencegah rupture arteri besar yang membawa darah dengan tekanan tinggi.

Lapisan luar dan tengah pada arteri besar sangat tebal.Pada arteriol hanya terdapat sel otot polos yang mengelilingi tunika intima.Lapisan otot polos memungkinkan arteri berkonstriksi atau dilatasi. Keadaan ini diatur oleh medula dan sistem saraf otonom, yang akan dijelaskan pada bahasan mengenai tekanan darah.


b.      Vena
Vena membawa darah dari kapiler kembali ke jantung, vena yang lebih kecil disebut venula.Tiga lapisan jaringan pada dinding arteri juga terdapat pada vena, namun Lapisan tengah vena merupakan lapisan otot polos tipis.Lapisan ini tipis karena vena tidak mengatur tekanan serta aliran darah ke dalam kapiler seperti arteri. Namun, vena dapat berkonstriksi secara besar-besaran sehingga fungsinya menjadi sangat penting pada keadaan tertentu, mis,perdarahan berat. Lapisan luar vena juga tipis, tidak banyak jaringan ikat fibrosa diperlukan karena tekanan darah dalam vena sangat rendah.

Anastomosis
terdapat beberapa perbedaan jika dibanding dengan lapisan arteri. Lapisan dalam vena adalah endothelium halus, tetapi pada interval tertentu terdapat lipatan yang membentuk katup. Katup berfungsi mencegah aliran balik darah dan banyak ditemukan pada vena tungkai, yang mengharuskan darah kembali ke jantung melawan gaya gravitasi.

Anastomosis adalah sambungan atau penyatuan pembuluh darah, baik dari arteri ke arteri atau vena ke vena.Secara umum tujuan sambungan tersebut adalah memberi alternative jalur bagi aliran darah jika satu pembuluh mengalami obstruksi.

Anastomosis arteri dapat menjamin darah sampai ke kapiler organ untuk mengantarkan oksigen dan sari makanan serta mengangkut hasil metabolisme.Salah satu contoh anastomosis adalah anastomosis antara arteri koronaria yang mensuplai darah ke miokardium.

Anastomosis vena menjamin darah dapat kembali ke jantung agar dapat dipompakan lagi.Anastomosis vena banyak terdapat di antara vena-vena tungkai. Di sini kemungkinan obstruksi meningkat seiring pertambahan usia.


c.       Kapiler
Kapiler membawa darah dari arteriola menuju venula.Dindingnya hanya dilapisi selapis sel tipis, kapiler sebenarnya merupakan lanjutan lapisan arteri dan vena.Beberapa jaringan tidak memiliki kapiler, di antaranya adalah epidermis, kartilago, lensa, dan kornea mata.

Sebagian besar jaringan tubuh mempunyai kapiler yang luas.Aliran darah ke dalam kapiler diatur oleh sel otot polos sfingter prekapiler, yang dijumpai pada permulaan masing-masing kapiler.Sfingter prekapiler tidak diatur oleh system saraf namun dengan konstriksi atau dilatasi yang bergantung pada kebutuhan jaringan. Karena tidak terdapat cukup darah dalam tubuh untuk mengisi seluruh kapiler pada saat yang sama, sfingter prekapiler biasanya berkonstriksi sedikit. Pada jaringan aktif yang membutuhkan lebih banyak oksigen, seperti otot yang dilatih, sfingter prekapiler akan berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah. Respons otomatis tersebut menjamin bahwa volume darah yang konstan akan bersirkulasi ke tempat yang paling banyak membutuhkan darah.

Beberapa organ memiliki tipe kapiler yang berbeda, yang disebut sinusoid, yang lebih luas dan lebih permeable daripada kapiler lain. Permeabilitas sinusoid memungkinkan zat besar, seperti protein dan sel darah, masuk atau meninggalkan darah.Sinusoid dapat dijumpai pada jaringan hemopoietik, seperti sumsum tulang serta organ, seperti hepar dan kelenjar hipofisis, yang memproduksi dan menyekresi protein ke dalam darah.

H.       Jenis-jenis Penyakit Degeneratif pada Jantung dan Pembuluh Darah
1.      Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakan gejala. Institut Nasional Jantung, paru dan darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup.

Sekitar 20 % populasi dewasa mengalami hipertensi lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkin ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan.

Hipertensi merupakan resiko morbiditas dan mortalitas prematur, yang meningkat sesuai peningkatan sistolik dan diastolik. Yang kelima mengeluarkan panduan baru mengenai deteeksi evaluasi dan penanganan hipertensi kometi ini juga memberikan klasifikasi tekanan darah pada individu berumuur 18 tahun ke atas yang akan sangat berguna sebagai kriteria tindak lanjut bila digunakan berdasarkan pemahaman bahwa diagnosis didasarkan pada rata-rata dua penghukuran yang dilakukan secara terpisah. The American collage of physician telah menyusun suatu algoritma yang memaparkan strategi untuk mengukur tekanan darah pada situasi ambulatori oleh orang awam secara sebagai suatu cara diagnosa hipertensi. The Joint National commite juga menyusun individu petunjuk untuk pemantauan tindak lanjut bagi individu yang tekanan darah awalnya tinggi.
Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses nadi atau intermiten pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an dan secara bertahap “menetap”. Pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan berat perjalanannya di percepat atau “maligna” yang menyebabkan kondisi pasien memburuk dengan cepat.
2.      Akut Miokard Infark
Infark miocardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner. (Brunner & Sudarth, 2002). Infark miokard akut adalah suatu keadaan nekrosis otot jantung akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak. Penyebab paling sering adanya sumbatan koroner. Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang dialwali dengan hiopoksia miokard, (setianto, et.al., 2003)
Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya arterosklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. Arterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang diasebut plak ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal (Hudak & Gallo; 1997). Infark miokard akut (AMI) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (S.Harun, Ilmu penyakit Dalam edisi ke 3 FK, UI hal.1908).
3.      Penyakit jantung koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada pembuluh darah koroner. Pembuluh darah koroner adalah pembuluh darah yang memperdarahi jantung. Sumbatan dari pembuluh darah tersebut diakibatkan oleh adanya proses aterosklerosis atau penumpukan lemak/plak di pembuluh darah sehingga diameter pembuluh darah makin kecil dan mengeras/kaku. Proses aterosklerosis terjadi perlahan - lahan seiring dengan waktu, tetapi pada orang - orang dengan kadar kemak di dalam darah yang tinggi, proses ini di pembuluh darah menjadi semakin cepat dan banyak.
Sumbatan dalam pembuluh darah dapat bersifat:
Ø  Parsial, di mana pembuluh darah masih dilalui oleh darah walaupun alirannya sudah mengecil. Keluhan dapat dirasakan pada saat terjadi kebutuhan akan oksigen yang meningkat. Contohnya pada saat emosi dan aktivitas berjalan jauh kebutuhan tubuh akan oksigen meningkat tetapi jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga timbul nyeri pada dada.
Ø  Total, di mana pembuluh darah sudah tidak dapat dilalui oleh darah karena tertutup total. Penutupan total tersebut dapat disebabkan oleh lepasnya tumpukan lemak dipembuluh darah dan menyumbat di pembuluh darah yang ukurannya lebih kecil. Sumbatan total menyebabkan keluhan nyeri dada yang dirasakan lebih berat dan tajam seperti dada ditimpa benda berat.
Pembuluh darah jantung yang tersumbat dapat menyebabkan kematian dari sel jantung karena tidak mendapatkan asupan nutrisi dan oksigen yang cukup dan sel jantung yang sudah mati tidak dapat diperbaiki lagi.

I.          Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang di vaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri coroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkonstraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah [BUN] dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang termanifestasi sebagai paralisis sementara satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Pada penderita stroke, dan pada penderita hipertensi disertai serangan iskemia, insidens infark otak mencapai 80%.

J.         Komplikasi
Penderita hipertensi berisiko terserang penyakit lain yang timbul kemudian. Dalam jangka panjang, jika hipertensi tidak dikendalikan akan berdampak pada timbulnya komlikasi penyakit lain. Komplikasi hipertensi pada organ lain dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, perdarahan selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak dan kelumpuhan.


Berikut komplikasi penyakit yang dapat timbul atau menyertai hipertensi :
1.      Stroke
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak (stroke). Stroke sendiri merupakan kematian jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen di otak. Biasanya kasus ini terjadi secara mendadak dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (complate stroke).
2.      Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah dan menyebabkan pembesaran otot jantung kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.
3.      Gagal ginjal
Tingginya tekanan darah membuat pembuluh darah dalam ginjal tertekan dan akhirnya menyebabkan pembuluh darah rusak. Akibatnya fungsi ginjal menurun hingga mengalami gagal jantung. Ada dua jenis kelainan gagal ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis banigna dan nefrosklorosis maligna.
Nefrosklorosis banigna  terjadi pada hipertensi yang sudah berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan pada pembuluh darah akibat proses menua. Hal ini menyebabkan permeabilitas (kelenturan) dinding pembuluh darah berkurang. Sementara itu, nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan diastole diatas 130 mmHg yang terganggunya fungsi ginjal.
4.      Kerusakan pada mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan saraf pada mata

K.       Pemeriksaan Diagnostik
1.      Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2.      BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3.      Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4.      Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5.      Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
6.      Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler).
7.      Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan hipertensi.
8.       Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer (penyebab).
9.      Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
10.  VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11.  Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
12.  Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
13.  IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14.  Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada dan EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
15.  CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
16.  EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.




BAB 5
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Seorang dikatakan terkena hipertensi mempunyai tekanan darah yaitu 180/110 mmHg. Penyakit ini adalah penyakit yang berbahaya karena merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke. Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer atau merupakan hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui secara pasti. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyebab spesifik tertentu misalnya penyakit ginjal, penyakit endokrin atau karena penyakit koartasio aorta.

B.        Saran
Setelah membaca makalah ini saya berpesan kepada para pembaca Selalu menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan anugrah yang tak ternilai harganya karana didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, selalu memperhatikan asupan makanan yang masuk dalam tubuh kita, makanlah makanan yang bergizi tinggi yang dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh kita.














Related Post



Post a Comment