MAKALAH KERAJAAN
MAJAPAHIT
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang
berpusat di Jawa Timur, Indonesia yang
pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga1550 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang
luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun
1350 hingga1389. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir
yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa,
Sumatra, Semenanjung,
Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur,
meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.
Kali ini saya akan membagikan
kepada pengunjung setia www.globalmakalah.blogspot.co.id. Yaitu makalah yang berjudul diatas, makalah
ini dibuat bertujuan agar pembaca dapat mengenang Sejarah Kerajaan Majapait
ini.
Makalah ini berformat .doc artinya
format ini dapat di edit kembali jika makalahnya kurang lengkap sesuai dengan
pembahasan.
Untuk melihat langsung isi
makalahnya anda bisa lihat di bawah ini :
Jika anda tidak mau copy paste dan
edit ulang anda cukup download file makalah ini disini :
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Majapahit
adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia yang pernah
berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga1550 M. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di
Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun
1350 hingga1389. Kerajaan Majapahit adalah
kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai
salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Menurut Negarakertagama,
kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung, Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Hanya
terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan
sejarahnya tidak jelas.Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah
Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawai dan Nagarakretagama dalam
bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan
Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya
Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan
Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa iCtu, hal yang
terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa
Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit ?
2.
Dimanakah Letak Wilayah Kerajaan Majapahit ?
3.
Darimanakah Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Majapahit ?
4.
Siapa saja Silsilah Raja-raja Kerajaan Majapahit ?
5.
Prasasti apa saja yang berada di Kerajaan Majapahit ?
6.
Bagaimana Kehidupan di Kerajaan Majapahit ?
7.
Apa penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit ?
C. Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit ?
2.
Untuk mengetahui Letak Wilayah Kerajaan Majapahit ?
3.
Untuk mengetahui Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Majapahit ?
4.
Untuk mengetahui Silsilah Raja-raja Kerajaan Majapahit ?
5.
Untuk mengetahui Prasasti di Kerajaan Majapahit ?
6.
Untuk mengetahui Kehidupan di Kerajaan Majapahit ?
7.
Untuk mengetahui runtuhnya Kerajaan Majapahit ?
D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini
yaitu untuk menambah pengetahuan kita tentang sejarah Kebudayaan Majapahit.
=======================================================
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya Kerajaan Majapahit
Sebelum berdirinya
Majapahit, Singhasari telah
menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi
perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan
yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara,
penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan
mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke
Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang,
adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria
Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan
ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan
ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan
senang hati. Raden Wijaya kemudian
diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa
"pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya
bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah
berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu
Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara
kalang- kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan
kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang,
atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan
sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden
Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka
yang bertepatan dengan
tanggal 10 November
1293. Ia dinobatkan dengan nama
resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa
orang terpercaya Kertarajasa, termasuk
Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil.
Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra
Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut
disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha
lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja,
agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah
kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan
lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah
Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat
lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara,
seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di
Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya
yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni
memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni
menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu
Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih,
pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan
rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah
kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang
menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa
di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh
putranya, Hayam Wuruk.
B. Letak dan
Wilayah
Majapahit adalah sebuah
kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari
sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan Majapahit Didirikan tahun 1294
oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardana yang merupakan
keturunan Ken Arok raja Singosari.
Kerajaan Majapahit adalah
kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai
salah satu dari negara terbesar dalam sejarah
Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya,
Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.
Peta wilayah kekuasaan
Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan Majapahit
menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan
C.
Sumber-sumber Sejarah
Sumber sejarah mengenai berdiri
dan berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni :
1.
Prasasti Butok
(1244 tahun). Prasasti
ini dikeluarkan oleh
Raden Wijaya setelah ia
berhasil naik tahta
kerajaan. Prasasti ini
memuat peristiwa keruntuhan
kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan
2.
Kidung Harsawijaya
dan Kidung Panji
Wijayakrama, kedua kidung
ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan
tahun- tahun awal perkembangan Majapahit
3.
Kitab Pararaton, menceritakan
tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit
4.
Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang
perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
D. Silsilah
Raja-raja Majapahit
Berikut adalah
daftar penguasa Majapahit.
Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara
pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yg mungkin
diakibatkan oleh krisis suksesi yg memecahkan keluarga kerajaan Majapahit
menjadi dua kelompok.
1. Raden Wijaya bergelar Kertarajasa
Jayawardhana (1293 - 1309)
2. Kalagamet bergelar Sri Jayanagara (1309 -
1328)
3. Sri Gitarja bergelar Tribhuwana
Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4. Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanagara
(1350 - 1389)
5. Wikramawardhana (1389 - 1429)
6. Suhita (1429 - 1447)
7. Kertawijaya bergelar Brawijaya I (1447 -
1451)
8. Rajasawardhana bergelar Brawijaya II
(1451 - 1453)
9. Purwawisesa atau Girishawardhana bergelar
Brawijaya III (1456 - 1466)
10. Pandanalas atau Suraprabhawa bergelar
Brawijaya IV (1466 - 1468)
11. Kertabumi bergelar Brawijaya V (1468 -
1478)
12. Girindrawardhana bergelar Brawijaya VI
(1478 - 1498)
13. Hudhara bergelar Brawijaya VII (1498-1518)
E. Prasasti
– Prasasti Kerajaan Majapahit
Prasasti adalah bukti sumber tertulis yang sangat
penting dari masa
lalu yang isinya antara lain mengenai kehidupan masyarakat
misalnya tentang administrasi dan birokrasi pemerintahan, kehidupan
ekonomi, pelaksanaan hukum dan
keadilan, sistem pembagian bekerja, perdagangan,
agama, kesenian, maupun
adat istiadat (Noerhadi
1977: 22). Seperti juga isi
prasasti pada umumnya, prasasti dari masa Majapahit lebih banyak berisi tentang
ketentuan suatu daerah
menjadi daerah perdikan
atau sima. Meskipun demikian,
banak hal yang menarik untuk diungkapkan di sini, antara lain, yaitu:
1. Prasasti
Kudadu (1294 M)
Mengenai
pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong
oleh Rama Kudadu
dari kejaran balatentara
Yayakatwang setelah Raden Wijaya menjadi raja dan bergelar Krtajaya Jayawardhana
Anantawikramottunggadewa, penduduk desa Kudadu dan Kepala desanya (Rama)
diberi hadiah tanah sima.
2. Prasasti
Sukamerta (1296 M) dan Prasasti Balawi (1305 M)
Mengenai
Raden Wijaya yang telah memperisteri keempat putri Kertanegara yaitu Sri
Paduka Parameswari Dyah Sri Tribhuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi
Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri
Paduka Rajapadni Dyah Dewi Gayatri, serta menyebutkan anaknya dari permaisuri
bernama Sri Jayanegara yang dijadikan raja muda di Daha.
3. Prasasti
Waringin Pitu (1447 M)
Mengungkapkan
bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit yang terdiri dari
14 kerajaan bawahan yang dipimpin oleh
seseorang yang bergelar Bhre, yaitu
Bhre Daha, Bhre
Kahuripan, Bhre Pajang,
Bhre
Wengker,
Bhre Wirabumi, Bhre Matahun, Bhre
Tumapel, Bhre Jagaraga, Bhre Tanjungpura, Bhre
Kembang Jenar, Bhre
Kabalan, Bhre Singhapura, Bhre Keling, dan Bhre
Kelinggapura.
4. Prasasti
Canggu (1358 M)
Mengenai pengaturan tempat-tempat penyeberangan di
Bengawan Solo. Prasasti
Biluluk (1366 M0, Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M). Menyebutkan
tentang pengaturan sumber air asin untuk keperluan pembuatan garam dan
ketentuan pajaknya.
5. Prasasti
Karang Bogem (1387 M)
Menyebutkan tentang
pembukaan daerah perikanan
di Karang Bogem. Prasasti Marahi Manuk (tt) dan
Prasasti Parung (tt) Mengenai sengketa tanah, persengketaan ini diputuskan
oleh pejabat kehakiman yang menguasai kitab- kitab hukum adat setempat.
6. Prasasti
Katiden I (1392 M)
Menyebutkan
tentang pembebasan daerah bagi penduduk desa Katiden yang meliputi 11 wilayah
desa. Pembebasan pajak ini karena mereka mempunyai tugas berat,
yaitu menjaga dan
memelihara hutan alang-alang
di daerah Gunung Lejar.
7. Prasasti
Alasantan (939 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 6 September 939 M, Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri
Isanawikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan dijadikan sima milik
Rakryan Kabayan.
8. Prasasti
Kamban (941 M)
Meyebutkan
bahwa apada tanggal 19 Maret 941 M, Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama
Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi daerah perdikan.
9. Prasasti
Hara-hara (Trowulan VI) (966 M).
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 12 Agustus 966 M, mpu Mano menyerahkan tanah yang
menjadi haknya secara
turun temurun kepada
Mpungku Susuk Pager dan Mpungku
Nairanjana untuk dipergunakan membiayai sebuah rumah doa (Kuti).
10. Prasasti
Wurare (1289 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 21 September 1289 Sri Jnamasiwabajra, raja yang berhasil
mempersatukan Janggala dan Panjalu, menahbiskan arca Mahaksobhya di Wurare.
Gelar raja itu ialah Krtanagara setelah ditahbiskan sebagai Jina (dhyani
Buddha).
11. Prasasti
Maribong (Trowulan II) (1264 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 28 Agustus 1264 M Wisnuwardhana memberi tanda pemberian
hak perdikan bagi desa Maribong.
12. Prasasti
Canggu (Trowulan I)
Mengenai
aturan dan ketentuan kedudukan hukum desa-desa di tepi sungai Brantas dan
Solo yang menjadi tempat penyeberangan. Desa-desa itu diberi kedudukan
perdikan dan bebas dari kewajiban membayar pajak, tetapi diwajibkan memberi
semacam sumbangan untuk kepentingan upacara keagamaan dan
diatur oleh Panji
Margabhaya Ki Ajaran
Rata, penguasa tempat
penyeberangan di Canggu, dan Panji Angrak saji Ki Ajaran Ragi, penguasa
tempat penyeberangan di Terung.
F. Kehidupan
di Kerajaan Majapahit
1.
Kehidupan Politik
Kehidupan politik
Kerajaan Majapahit berhubungan pemerintahan dan kepemimpinan rajanya. Raja-raja itu
antara lain:
a.
Raden Wijaya
Berdirinya
Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan Singasari.
Kerajaan Singasari runtuh
setelah salah satu
raja vasalnya yaitu Jayakatwang mengadakan pemberontakan. Kerajaan
Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja
Singasari terakhir yaitu Kertanegara. Raden Wijaya beserta istri dan
pengikutnya dapat meloloskan diri ketika Singasari diserang Jayakatwang.
Raden Wijaya meloloskan diri dan pergi ke Madura untuk menemui dan meminta
perlindungan Bupati Sumenep dari Madura yaitu Aryawiraraja. Berkat Aryawiraraja juga,
Raden Wijaya mendapat
pengampunan dari
Jayakatwang, bahkan
Raden Wijaya sendiri
diberi tanah di
hutan Tarik dekat Mojokerto
yang kemudian daerah itu dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan
Majapahit.
Raden Wijaya
kemudian menyusun kekuatan
di Majapahit dan mencari saat yang tepat untuk menyerang
balik Jayakatwang. Untuk itu, dia mencoba mencari dukungan kekuatan dari
raja-raja yang masih setia pada Singasari
atau raja yang
kurang senang pada
Jayakatwang. Kesempatan untuk menghancurkan Jayakatwang akhirnya
muncul setelah tentara Mongol mendarat di Jawa untuk
menyerang Kertanegara. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya
dengan cara memperalat mereka untuk menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya
bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan berhasil mengalahkan pasukan
Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil ditangkap dan lalu dibunuh oleh
pasukan Kubhilai Khan.
Setelah Jayakatwang terbunuh,
lalu Raden Wijaya
melakukan serangan balik terhadap
pasukan Kubhilai Khan. Raden Wijaya berhasil memukul mundur pasukan
Kubhilai Khan, sehingga mereka terpaksa menyelamatkan diri
keluar Jawa. Setelah
berhasil mengusir pasukan Kubhilai Khan,
Raden Wijaya dinobatkan
menjadi raja Majapahit
pada tahun 1293 M dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai
seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara
sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang bernama
Jayanegara. Sedangkan dari Gayatri, ia mempunyai dua orang putri, yaitu
Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.
Para
pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan kerajaan
Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada saja
yang tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal ini menimbulkan
pemberontakan di sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden Wijaya meninggal dunia
dan didarmakan di Antahpura, dekat Blitar. Setelah
Raden Wijaya
meninggal dunia, Kerajaan
Majapahit dipimpin oleh
Jayanegara
dengan gelar Sri Jayanegara. b. Jayanegera.
Pada
masa pemerintahannya, Jayanegara dirongrong oleh serentetan pemberontakan.
Pemberontakan-pemberontakan ini datang dari Ranggalawe (1309), Lembu Sora
(1311), Juru Demung dan Gajah Biru (1314),
Nambi (1316), dan Kuti (1320).
Pemberontakan Kuti
merupakan pemberontakan yang
paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki ibu kota Majapahit,
sehingga raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea.
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah
Mada. Berkat ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti
berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat
menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha (Kediri).
Pada tahun
1328, Jayanegara tewas
dibunuh oleh Tabib
Israna Ratanca, ia didharmakan di dalam pura di Sila Petak dan Bubat.
Jayanegara tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan digantikan oleh adik
perempuannya yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan menjadi raja
Majapahit dengan gelar Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu Wardhani.
c.
Tribhuanatunggadewi
Pada
masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai penghargaan atas
jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih di Majapahit oleh
Tribhuanatunggadewi.
Di
hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang
terkenal dengan nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia tidak akan Amukti
Palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran,
Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Dalam
rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1334,
kemudian Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatra, dan beberapa
daerah di Semenanjung Malaka. Seperti yang tercantum dalam kitab
Negarakertagama, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit sangat
luas, yakni meliputi
daerah hampir seluas
wilayah Republik Indonesia sekarang.
Tribhuanatunggadewi
memerintah selama dua puluh dua tahun. Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri
dari pemerintahan dan digantikan oleh putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada
tahun 1350 M, putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit
dengan gelar Sri Rajasanagara dan ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
d.
Hayam Wuruk
Kerajaan
Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk. Wilayah kekuasaan
Majapahit meliputi seluruh
Nusantara. Pada saat itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah Palapa
berhasil diwujudkan.
Usaha
Gajah Mada dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun 1357 dengan
terjadinya peristiwa di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan
Majapahit. Pada waktu
itu, Hayam Wuruk
bermaksud untuk menikahi putri Dyah Pitaloka. Sebelum putri Dyah
Pitaloka dan ayahnya beserta para pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di
Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana terjadi
perselisihan antara Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan
oleh raja Pajajaran kepada raja Majapahit. Para pembesar Kerajaan Pajajaran
tidak setuju, akhirnya terjadilah peperangan di Bubat yang menyebabkan semua
rombongan Kerajaan Pajajaran gugur.
Pada
tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan kehilangan yang
sangat besar bagi Majapahit. Kemudian pada tahun 1389
Raja
Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab surutnya
kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya pertentangan yang
berkembang menjadi perang saudara.
Setelah Hayam
Wuruk meninggal, takhta
Kerajaan Majapahit diduduki
oleh Wikramawardhana. Ia adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah dengan
putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia memerintah Kerajaan Majapahit selama
dua belas tahun.
Pada
tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya raja-raja yang
memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:
1)
Suhita (1429 M 1447 M), putri Wikramawardhana;
2)
Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik Suhita;
3)
Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);
4)
Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;
5)
Sri Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);
6)
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.
2.
Kehidupan Ekonomi
Majapahit
merupakan negara agraris dan juga sebagai negara maritim. Kedudukan sebagai
negara agraris tampak dari
letaknya di pedalaman dan dekat aliran sungai. Kedudukan sebagai
negara maritim tampak dari kesanggupan
angkatan laut kerajaan
itu untuk menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh nusantara.
Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit menitikberatkan pada
bidang pertanian dan pelayaran.
Udara
di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali dalam setahun,
butir berasnya amat halus. Terdapat pula wijen putih, kacang hijau,
rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum. Buah-buahan banyak jenisnya,
antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsa, dan
semangka. Sayur mayur berlimpah macamnya. Jenis binatang juga banyak. Untuk
membantu pengairan pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit membangun dua
buah bendungan, yaitu Bendungan Jiwu untuk persawahan dan Bendungan
Trailokyapur untuk mengairi daerah hilir. Majapahit memiliki mata uang
sendiri yang bernama gobog. Gobog merupakan uang logam yang terbuat dari
campuran perak, timah
hitam, timah putih,
dan tembaga. Bentuknya koin
dengan lubang di tengahnya. Dalam
transaksi perdagangan, selain
menggunakan mata uang
gobog, penduduk Majapahit juga menggunakan uang kepeng dari berbagai
dinasti. Menurut catatan Wang Ta- yuan seorang pedagang dari Tiongkok,
komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak
tua. Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang
keramik, dan barang dari besi.
3.
Kehidupan Sosial Budaya
Pola tata
masyarakat Majapahit dibedakan
atas lapisan-lapisan masyarakat
yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat empat
kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan catur warna, tetapi hanya
bersifat teoritis dalam literatur istana. Pola ini dibedakan atas empat golongan
masyarakat, yaitu brahmana,
ksatria, waisya, dan
sudra. Namun terdapat pula golongan yang berada di luar lapisan ini, yaitu
Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang merupakan golongan terbawah dari lapisan
masyarakat Majapahit. Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban
menjalankan enam dharma,
yaitu: mengajar; belajar;
melakukan persajian untuk diri
sendiri dan orang lain; membagi dan menerima derma (sedekah) untuk mencapai
kesempurnaan hidup; dan bersatu dengan Brahman (Tuhan). Mereka juga mempunyai
pengaruh di dalam pemerintahan, yang berada pada bidang keagamaan dan
dikepalai oleh dua orang pendeta tinggi, yaitu pendeta dari agama Siwa
(Saiwadharmadhyaksa) dan agama Buddha (Buddhadarmadyaksa). Saiwadyaksa
mengepalai tempat suci (pahyangan) dan tempat pemukiman empu (kalagyan).
Buddhadyaksa mengepalai tempat sembahyang (kuti) dan bihara (wihara). Menteri
berhaji mengepalai para ulama (karesyan) dan para pertapa (tapaswi). Semua
rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut sebagai wikuhaji.
Para rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan agama, yaitu: mandala,
dharma, sima, wihara, dan sebagainya.
Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan
terdahulu, yang mempunyai tugas memerintah tampuk pemerintahan. Keluarga raja
dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan Singasari- Majapahit yang
dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga kerabat raja
tersebar ke seluruh pelosok negeri, karena mereka melakukan sistem poligami
secara meluas yang disebut sebagai wargahaji atau sakaparek.
Semua
anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas gelar, umur, dan fungsi
mereka di dalam masyarakat. Pemberian nama pribadi dan nama gelar terhadap
para putri dan putra raja didasarkan atas nama daerah kerajaan yang akan
mereka kuasai sebagai wakil raja.
Waisya
merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan perdagangan. Mereka
bekerja sebagai pedagang, peminjam uang, penggara sawah, dan beternak.
Kemudian
kasta yang paling rendah dalam catur
warna adalah kaum sudra yang mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kasta
yang lebih tinggi, terutama pada golongan brahmana.
Golongan
terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan sering disebut sebagai
pancama (warna kelima), yaitu:
a. Candala
merupakan anak dari
perkawinan campuran antara
laki-laki (golongan sudra) dengan wanita (dari ketiga golongan
lainnya: brahmana, waisya, dan waisya). Sehingga sang anak mempunyai
status yang lebih rendah dari
ayahnya.
b. Mleccha adalah semua bangsa di luar Arya tanpa
memandang bahasa dan warna kulit,
yaitu para pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa, Siam, dll.) yang tidak
menganut agama Hindu.
c. Tuccha ialah golongan yang merugikan
masyarakat, salah satu contohnya adalah para penjahat. Ketika mereka
diketahui melakukan tatayi, maka raja dapat menjatuhi hukuman mati kepada
pelakunya. Perbuatan tatayi adalah membakar rumah orang, meracuni sesama,
mananung, mengamuk, merusak, dan memfitnah kehormatan perempuan.
Dari aspek kedudukan dalam masyarakat Majapahit,
wanita mempunyai status yang lebih
rendah dari para
lelaki. Hal ini
terlihat pada kewajiban mereka untuk
melayani dan menyenangkan hati
para suami mereka
saja. Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun, selain
mengurusi dapur rumah tangga mereka. Dalam undang-undang Majapahit pun para
wanita yang sudah menikah tidak boleh bercakap-cakap dengan lelaki lain, dan
sebaliknya.
Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan
bebas antara kaum pria dan wanita.
Pada masa Majapahit bidang seni
budaya berkembang pesat, terutama seni
sastra. Karya seni
sastra yang dihasilkan
pada masa zaman
awal Majapahit, antara lain sebagai berikut:
a. Kitab
Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365. Isinya menceritakan
hal-hal sebagai berikut:
1) Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit
dengan masa pemerintahannya.
2) Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah
kekuasaannya.
3) Kisah
perjalanan Raja Hayam
Wuruk ketika berkunjung
ke daerah kekuasaannya di Jawa
Timur beserta daftar candi-candi yang ada.
4) Kehidupan
keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya,
misalnya upacara Srrada untuk menghormati roh Gayatri dan menambah
kesaktian raja.
b. Kitab
Sutasoma karangan Empu
Tantular. Kitab tersebut
berisi riwayat
Sutasoma,
seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha.
c. Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular.
Kitab tersebut berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil ditundukkan
oleh Raja Arjunasasrabahu.
d. Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas
siapa pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa Kunjarakarna yang ingin
menjadi manusia, dan pengembaraan
Pandawa di hutan
karena kalah bermain
dadu dengan Kurawa.
Sedangkan,
karya seni sastra
yang dihasilkan pada
zaman akhir
Majapahit antara lain, sebagai berikut:
a. Kitab
Pararaton, isinya menceritakan riwayat
raja-raja Singasari dan Majapahit.
b. Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
c. Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan
Sora.
d. Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan
Ranggalawe.
e. Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya
sampai dengan menjadi Raja Majapahit.
f. Kitab
Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
g. Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan
gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Di samping
seni sastra, seni
bangunan juga berkembang pesat. Bermacam-macam candi didirikan
dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat dari bata, misalnya Candi
Panataran, Candi Tigawangi, Candi Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang
Ratu.
4. Kehidupan Agama
Pada
masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan Buddha. Kedua umat
beragama itu memiliki toleransi yang
besar sehingga tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk
beragama Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat
bekerja sama dengan baik. Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular
menyatakan bahwa kedua agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut
Syiwa–Buddha. Hal itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka
ragam, tetap dalam satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Urusan
keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut Dharmmaddhyaksa.
Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring Kasaiwan untuk urusan
agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha.
Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang
disebut dharmmaupatti. Pejabat
itu, pada zaman
Hayam Wuruk yang terkenal
ada tujuh orang
yang disebut sang
upatti sapta. Di samping
sebagai pejabat keagamaan, para
upatti juga dikenal
sebagai kelompok cendekiawan atau pujangga. Misalnya, Empu Prapanca
adalah seorang Dharmmaddhyaksa dan juga seorang pujangga besar dengan
kitabnya Negarakertagama.
Untuk keperluan
ibadah, raja juga
melakukan perbaikan dan pembangunan candi-candi.
G.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit
Sesudah mencapai puncak pada abad ke-14 kekuasaan
Majapahit berangsur- angsur melemah. Tampak terjadi perang saudara (Perang
Paregreg) pada tahun
1405-1406 antara Wirabhumi melawan
Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yg
dipertengkarkan pada tahun 1450-an dan pemberontakan besar yg dilancarkan
oleh seorang bangsawan pada tahun 1468.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau
candrasengkala yg berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adl
tahun berakhir Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041 yaitu tahun 1400 Saka
atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adl “sirna hilanglah kemakmuran bumi”.
Namun demikian yg sebenar digambarkan oleh candrasengkala tersebut adl gugur
Bre Kertabumi raja ke-11 Majapahit oleh Girindrawardhana.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan
para penyebar agama sudah mulai memasuki nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan
awal abad ke-15 pengaruh Majapahit di seluruh nusantara mulai berkurang. Pada
saat bersamaan sebuah kerajaan perdagangan baru yg berdasarkan agama Islam
yaitu Kesultanan Malaka mulai muncul di bagian barat nusantara.
Catatan sejarah dari Tiongkok Portugis (Tome
Pires) dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi
perpindahan kekuasaan Majapahit
dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus penguasa dari
Kesultanan Demak antara tahun 1518 dan 1521 M.
===============================================
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah pada masanya Majapahit mencapai puncak
kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah
Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin Nagarakretagama
pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatra, Semenajung Malaya,
Kalimantan Sulawesi, kepulauan
Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan
Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan
Kemaharajaan Majapahit.
B. Saran
Makalah ini tentulah masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu saya sangat membutuhkan
kontribusi kritik dan
saran dari pembaca agar dijadikan sebagai intropeksi bagi makalah
ini untuk menjadi lebih baik lagi. Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat untuk mendukung dan
membantu agar makalah ini dapat terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://nesaci.com/sejarah-lengkap-kerajaan-majapahit/
http://id.wikepedia.org/wiki/majapahit
|
Post a Comment