KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji kami haturkan
kehadirat Pencipta dan Pemilik alam semesta Allah SWT. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada manusia paling sempurna Nabi Muhammad SAW.,
para sahabat dan seluruh umatnya.
Berkat
pertolongan Allah kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah tentangMurji’ah
dan Sekte – sektenya, yang kami susun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Ilmu Kalam. Kami harapkan makalah ini bisa membantu teman – teman untuk mengenal
salah satu golongan yang bernama Murji’ah. Dan dapat menggugah teman – teman
untuk mendalaminya lebih jauh.
Kami
penyusun makalah ini menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan di sana sini. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang akan datang.
Indramayu, 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.
Latar
Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................. 1
C.
Tujuan
Pembahasan.............................................................................. 2
D.
Manfaat
Pembahasan............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
A.
Pengertian Murji’ah........................................................................... 3
B.
Sejarah awal mula pemikiran kalam Murji’ah................................ 4
C.
Dalil-dalil Pemikiran Kalam Murji’ah.............................................. 5
D.
Doktrin-doktrin Murji’ah.................................................................. 9
E.
Tokoh- tokoh Murji’ah...................................................................... 11
F.
Sekte-sekte Murji’ah.......................................................................... 12
G.
Implikasi Pemikiran Kalam Murji’ah
dalam
kehidupan sehari-hari............................................................. 16
BAB III ANALISIS........................................................................................ 20
BAB IV PENUTUP....................................................................................... 22
A.
SIMPULAN........................................................................................ 22
B.
SARAN................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang
ajaran-ajaran dasar dari suatu agama yaitu setiap orang yang mendalami agamanya
secara mendalam. Mempelajari ilmu kalam akan memberikan keyakinan yang kuat
terhadap seseorang dengan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits yang tidak
mudah diombang-ambing oleh kemajuan zaman.
Islam tidaklah sesempit yang dipahami pada umumnya, dalam sejarah terlihat bahwa Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan masyarakat luas.
Islam tidaklah sesempit yang dipahami pada umumnya, dalam sejarah terlihat bahwa Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan masyarakat luas.
Akidah pada saat Rasulullah wafat telah melekat dengan kokoh dalam hati setiap muslim, mereka hidup dalam ikatan persatuan yang sangat kuat, penuh dengan kesucian dan kemuliaan. Namun, setelah itu mulai bermunculan bid’ah-bid’ah seperti bid’ahnya aliran Murji’ah. Kemunculan Murji’ah pada mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khilafah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah Usman bin Affan terbunuh. Dalam makalah ini akan dibahas tentang sejarah, tokoh-tokoh, sekte-sekte, doktrin-doktrin dan implikasi pemikiran kalam Murji’ah dalam kehidupan sehari-hari.
Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar. Setelah berkembangnya aliran ini banyak sekali para ulama yang menyatakan bahwa aliran ini sesat dan menyimpang dari ajaran agama.
B. Rumusan Masalah
Apa
pengertian dari kalam Murji’ah?
Bagaimana
sejarah awal mula berkembangnya pemikiran kalam Murji’ah?
Apa dalil-dalil Pemikiran Kalam Murji’ah?
Apa dalil-dalil Pemikiran Kalam Murji’ah?
Apa saja
doktrin-doktrin kalam Murji’ah?
Siapa
pelopor pemikiran kalam Murji’ah dan doktrin-doktrinnya?
Apakah
ada sekte-sekte pada kalam Murji’ah?
Bagaimana
implikasi pemikiran kalam Murji’ah dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun
tujuan dari pembahasan ini adalah agar mahasiswa mengetahui:
·
Pengertian
dari kalam Murji’ah;
·
Sejarah
awal mula berkembangnya pemikiran kalam Murji’ah;
·
Dalil-dalil
Pemikiran Kalam Murji’ah;
·
Doktrin-doktrin
kalam Murji’ah;
·
Pelopor
pemikiran kalam Murji’ah;
·
Sekte-sekte
kalam Murji’ah;
·
Implikasi
pemikiran kalam Murji’ah dalam kehidupan sehari-hari;
D. Manfaat Pembahasan
Adapun
manfaat pembahasan dalam makalah ini adalah selain sebagai bahan presentasi
juga agar mahasiswa lebih mengetahui pemikiran-pemikiran kalam khususnya
tentang pemikiran kalam Murji’ah serta implikasinya dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Murji’ah
Murji’ah
diambil dari kata irja atau arja’a. Ada beberapa pendapat tentang arti arja’a,
diantaranya ialah:
a) Menurut Ibn ‘Asakir, dalam uraiannya tentang
asal-usul kaum Murji’ah mengatakan bahwa arja’a berarti menunda. Dinamakan
demikian karena mereka itu berpendapat bahwa masalah dosa besar itu ditunda
penyelesaiannya sampai hari perhitungan nanti, kita tidak dapat menghukumnya
sebagai orang kafir.
b) Ahmad Amin dalam kitabnya Fajr al-Islam
mengatakan bahwa arja’a juga mengandung arti membuat sesuatu, mengambil
tempat-tempat dibelakang, dalam arti memandang sesuatu kurang penting.
Dinamakan sesuatu kurang penting, sebab yang penting adalah imannya. Amal
adalah nomor dua setelah iman.
c) Selanjutnya, Ahmad Amin juga mengatakan bahwa
arja’a juga mengandung arti memberi pengharapan. Dinamakan demikian, karena di
antara kaum Murji’ah ada yang berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan dosa
besar itu tidak berubah menjadi kafir, ia tetap sebagai mukmin, dan kalau ia
dimasukkan ke dalam neraka, maka ia tidak kekal didalamnya. Dengan demikian
orang yang berbuat dosa besar masih mempunyai pengharapan akan dapat masuk
surga.
d) Al Azhari menyebutkan perihal kata-kata Raja’
yang mempunyai arti ‘takut’ yaitu apabila lafadz Raja’ bersama dengan
huruf nafi.[2]
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi kafir, akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi kafir, akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat.
B. Sejarah
awal mula pemikiran kalam Murji’ah.
Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah,
diantaranya ialah:
1) Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a
dikembangkan oleh sebagian
sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk
menghindari sektarianisme.
2) Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a, yang
merupakan basis doktin Islam, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang
diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah,
sekitar tahun 695. Penggagas teori ini adalah Watt. Watt menegaskan teori ini
menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah pada tahun 680 H, dunia
Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Al-Mukhtar membawa faham syi’ah ke Kufah
dari tahun 685-687 H. Ibnu Zubair mengklaim kekhalifahan yang ada di Mekah
hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini,
muncul gagasan irja atau penangguhan. Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar
tahun 695 H oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah,
dalam sebuah surat pendeknya, dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap
politiknya dengan mengatakan,”kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi
menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama
yang melibatkan Usman, ‘Ali dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke Mekah).”
Dengan sikap politik ini Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam.
Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang
terlampau mengagungkan ‘Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari
Khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia
adalah keturunan si pendosa Usman.
3) Mengatakan bahwa munculnya aliran ini di latar
belakangi oleh persoalan politik, yaitu persoalan khilafah (kekhalifahan).
Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, umat Islam terpecah kedalam dua
kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok Ali lalu terpecah
pula kedalam dua golongan, yaitu golongan yang setia membela Ali (disebut
Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut Khawarij). Ketika
berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij, dalam
merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk Dinasti Umayyah. Syi’ah
dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syi’ah menentang Mu’awiyah
karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan
keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia
dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan
tersebut terjadi saling mengafirkan. Di tengah-tengah suasana pertikaian ini
muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam
pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang
menjadi golongan Murji’ah. Bagi mereka sahabat-sahabat yang terlibat dalam
pertentangan karena peristiwa tahkim itu tetap mereka anggap sebagai
sahabat-sahabat Nabi yang dapat dipercaya keimanannya. Oleh karena itu mereka
tidak menyatakan siapa yang sebenarnya salah, tetapi mereka lebih baik menunda
persoalan tersebut, dan menyerahkannya kepada tuhan pada hari perhitungan di
hari kiamat nanti, apakah mereka menjadi kafir atau tidak.
C.
Dalil-dalil Pemikiran Kalam Murji’ah
Dalil Alqur’an Firman Allah:
إِنَّ اللهَ لايَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآء
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu.” [5]
Firman Allah:
قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ
لاَ تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ
هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah,sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya, sesungguhnya Dialah
yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
v Mereka layaknya Jahmiyyah yang
telah memperhatikan pengumpulan nash yang menjadikan keimanan dan
kekufuran seluruhnya terletak pada hati. Sebagaimana firman Allah:
أُوْلاَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ اْلإِيمَانَ
"Mereka itulah orang-orang yang Allah
telah menanamkan keimanan.”
إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ
بِاْلإِيمَانِ
"Kecuali orang-orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)."
خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ
"Allah telah mengunci mati hati
mereka."
Juga masih banyak lagi ayat-ayat semisal yang secara
dhahir dalam pengertian ini yang diambil oleh orang-orang Murji’ah untuk
digunakan sebagai penguat madzhab mereka meskipun sebenarnya ayat-ayat itu
tidak cocok serta tidak sesuai dengan apa yang mereka maksudkan itu.
r Dalil Dari Sunnah
r Dalil Dari Sunnah
Mereka berhujjah dengan sebagian hadits dan
atsar, yang secara dhahir menunjukkan atas perintah untuk menjauhi
syirik dan keberadaan iman dalam hati seseorang untuk
menggapai kejayaan dan keridhaan Allah:
v Rasululllah SAW bersabda:
v Rasululllah SAW bersabda:
مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِالله ِشَيْئا دَخَلَ النَّارَ.
قَالَ إِبْنُ مَسْعُوْدٍ: وَقُلْتُ أَنَّا مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ
بِالله ِشَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ.
“Barang siapa yang mati dalam keadaan
menyekutukan Allah dengan sesuatu maka ia akan masuk neraka”, Ibnu Mas’ud
berkata: “Saya katakan: "Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak
menyekutukan Allah maka ia masuk Jannah.”
v Dalam hadits qudsi Rasulullah SAW
meriwayatkan dari Allah:
يَا ابْنُ أَدَ مَ اِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ
بِقِرَابِ اْلَأرْضِ خَطَايًا ثُمَّ لَقَيْتَـــنِيْ لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَ
تَـيْتُــكَ بِقِرَابِهَا مَغْفِرَةً
“Hai anak Adam, sesungguhnya jika kamu
mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian menemui Aku tanpa berbuat
syirik sedikit pun, sungguh Aku akan mendatangimu dengan maghfirah yang
sebanding.”[11]
v Nabi SAW bersabda:
v Nabi SAW bersabda:
اللَّهُمَّ ثّبِّتْ قَـْلبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
“ Ya Allah, tetapkanlah hatiku pada
dien-Mu.”
v Demikian juga dalam hadits yang
mengisahkan tentang seorang budak perempuan yang ditanya oleh Rasullah
SAW dengan sabdanya: “Di mana
Allah?” Maka jawabnya: “Di langit”, Maka
Rasullah SAW berkata
kepada tuannya: “Bebaskanlah dia karena
dia adalah seorang
Mu’minah.”
v Rasululllah SAW bersabda:
v Rasululllah SAW bersabda:
“Taqwa itu ada di sini, seraya menunjuk pada dadanya tiga
kali.”
v Dan termasuk dalil mereka juga ialah tentang hadits syafa’ah dari Mushthafa SAW kepada beberapa kaum yang kemudian Allah mengeluarkan mereka sampai tiada sebiji atom atau sebiji gandum atau sebiji tepung pun iman yang tersisa dalam hatinya, Di dalamnya terdapat potongan sabda beliau SAW: “Maka Allah berfirman, bahwa malaikat telah memberi syafa’at, para Nabi pun memberi syafa’at, demikian juga para mukmin dan tiada yang tertinggal kecuali pasti memberikan rahmatnya. Maka dikeluarkanlah satu kaum dari neraka yang mana mereka belum pernah melakukan sebuah kebajikan sama sekali kemudian mereka masuk sebuah tempat pemandian lalu dimasukkan ke dalam sebuah sungai yang berada di mulut syurga yang dinamai dengan Nahrul hayat. Lalu mereka keluar dari sungai tersebut seperti sebuah biji yang terbawa ombak....”, sampai pada sabda beliau: “Maka keluarlah mereka seperti permata, yang pada lutut mereka ada cincin yang bisa dikenal oleh penghuni syurga. Mereka itulah orang-orang yang Allah bebaskan dan masukkan ke dalam syurga tanpa amal dan tanpa kebaikan.”[15]
v Dan termasuk dalil mereka juga ialah tentang hadits syafa’ah dari Mushthafa SAW kepada beberapa kaum yang kemudian Allah mengeluarkan mereka sampai tiada sebiji atom atau sebiji gandum atau sebiji tepung pun iman yang tersisa dalam hatinya, Di dalamnya terdapat potongan sabda beliau SAW: “Maka Allah berfirman, bahwa malaikat telah memberi syafa’at, para Nabi pun memberi syafa’at, demikian juga para mukmin dan tiada yang tertinggal kecuali pasti memberikan rahmatnya. Maka dikeluarkanlah satu kaum dari neraka yang mana mereka belum pernah melakukan sebuah kebajikan sama sekali kemudian mereka masuk sebuah tempat pemandian lalu dimasukkan ke dalam sebuah sungai yang berada di mulut syurga yang dinamai dengan Nahrul hayat. Lalu mereka keluar dari sungai tersebut seperti sebuah biji yang terbawa ombak....”, sampai pada sabda beliau: “Maka keluarlah mereka seperti permata, yang pada lutut mereka ada cincin yang bisa dikenal oleh penghuni syurga. Mereka itulah orang-orang yang Allah bebaskan dan masukkan ke dalam syurga tanpa amal dan tanpa kebaikan.”[15]
Orang-oang
Murji’ah berdalil dengan hadits ini untuk menguatkan faham mereka
dengan mengambil ungkapan dari hadits di atas:
1. Mereka sama sekali belum pernah berbuat
amal baik.
2. Mereka adalah orang-orang yang Allah
bebaskan, kemudian dimasukkan kedalam syurga tanpa sebuah
amal yang mereka kerjakan .
Kemudian orang Murji’ah berkomentar, kalau saja mereka bisa masuk syurga tanpa amalan sedikit pun, lalu bagaimana kalau mereka punya amalan?. Maka jawabnya menurut mereka adalah bahwa mereka itu masih menyisakan tashdiq dan hal tersebut bermanfaat bagi mereka tanpa harus melihat pada amalan karena hakekat iman itu menurut Murji’ah adalah tidak sampai pada amalan.
Kemudian orang Murji’ah berkomentar, kalau saja mereka bisa masuk syurga tanpa amalan sedikit pun, lalu bagaimana kalau mereka punya amalan?. Maka jawabnya menurut mereka adalah bahwa mereka itu masih menyisakan tashdiq dan hal tersebut bermanfaat bagi mereka tanpa harus melihat pada amalan karena hakekat iman itu menurut Murji’ah adalah tidak sampai pada amalan.
v Dan termasuk syubhat yang mereka
pergunakan juga ialah bahwa amalan bukan termasuk
dalam iman, sesuai dengan pendapat mereka:
1. Kafir itu berlawanan dengan iman. Maka selama
ada kekafiran, keimanan akan hilang dan demikian juga sebaliknya.
2. Ada banyak nash yang menerangkan tentang
pemalingan amalan atas iman.
v Sedangkan dalil para pengikut Hanafi adalah: bahwasanya iman ialah perkataan dan i’tikad saja sedangkan amalan tidak termasuk di dalamnya, cukuplah amalan itu hanya sebagai bagian dari syari’at Islam yang apabila seseorang melakukan sebuah kemaksiatan maka berkuranglah syari’at Islamnya dan amalan bukanlah termasuk tashdiq terhadap Islam. dalil mereka adalah:
v Sedangkan dalil para pengikut Hanafi adalah: bahwasanya iman ialah perkataan dan i’tikad saja sedangkan amalan tidak termasuk di dalamnya, cukuplah amalan itu hanya sebagai bagian dari syari’at Islam yang apabila seseorang melakukan sebuah kemaksiatan maka berkuranglah syari’at Islamnya dan amalan bukanlah termasuk tashdiq terhadap Islam. dalil mereka adalah:
1.
Bahwa
yang dimaksud iman secara bahasa ialah tashdiq saja, sedangkan amal badan
tidak disebut sebagai bagian dari iman.
2.
Andaikata
amalan itu merupakan bagian dari iman dan tauhid niscaya wajib dihukum di
saat tiada iman bagi orang yang
3.
kehilangan
sebagian dari amalannya. Dan dalam hal ini Imam Abu Hanifah
berkata dalam bukunya (Al Washiyyah): “Amalan itu bukan merupakan
bagian dari iman dan iman itu bukanlah amalan”, dengan dalil bahwa banyak
waktu yang mengangkat amalan dari seorang mukmin. Pada saat itu tidak
boleh dikatakan bahwa imannya hilang. Maka seorang wanita yang haidh yang
dicabut darinya kewajiban shalat, tidak boleh dikatakan bahwa
imannya juga dicabut.”
D.
Doktrin-doktrin Murji’ah.
Ajaran-ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya
bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam
banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt
merincinya sebagai berikut:
1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah
hingga Allah
memutuskannya di Akhirat kelak.
2. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat
dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
3. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap
orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari
Allah.
4. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran
(Madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.
Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi menyebutkan
dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
1.
Iman
adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan
tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini,
seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan
dan melakukan dosa besar.
2.
Dasar
keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat
tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk
mendapat pengampunan manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari Syirik dan
mati dalam keadaan akidah tauhid.
Berkaitan
dengan doktrin teologi Murji’ah menurut Harun Nasution menyebutkan ajaran
pokoknya yaitu :
1. Menunda hukuman atas Ali, Muawwiyah, Amr bin
Ash, dan Musa al Asy ‘ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah
di hari akhir kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang
muslim yang berdosa besar.
3. Meletakkan pentingnya iman daripada amal.
4. Memberikan pengharapan kepada muslim yang
berdosa besar untuk memperoleh ampunan di sisi Allah.
Dari doktrin-doktrin teologi Murji’ah yang dikemukakan oleh W. Montgomery Watt, Abu ‘A’la Al-Maududi, Harun Nasution dapat kita simpulkan bahwa doktrin-doktrin Murji’ah sebagai berikut:
r Penangguhan hukum atas Ali, Muawiyah,
Amr bin Ash, dan Musa al Asy ‘ary yang terlibat tahkim
r Iman itu adalah tashdiq ( pembenaran )
saja, atau pengetahuan hati atau ikrar.
r Amal tidak masuk dalam hakekat iman dan
tidak masuk dalam
bagiannya. Mereka ( Murji’ah ) berkata “ iman
adalah membenarkan
dalam hati atau membenarkan dalam hati dan di
ungkapkan dengan lisan. Adapun amal, menurut mereka merupakan syarat
kesempurnaan iman saja dan tidak masuk di dalam pengertian iman. Barangsiapa
yang
membenarkan dengan hatinya dan mengucapkan
dengan lisannya, maka dia adalah seorang beriman yang sempurna imannya menurut
mereka, walau dia telah meninggalkan perbuatan–perbuatan yang berupa
meninggalkan kewajiban, mengerjakan keharaman, dia berhak masuk surga meskipun
belum beramal kebaikan sama sekali. Menetapkan atas hal itu ketetapan–ketetapan
yang bathil, seperti : membatasi kekufuran dengan kufur takdzib (kufur bohong)
dan menganggap halal hanya dengan hati.”(Majmu’ Fatawa Al Lajnah Ad Daimah )
r Iman tidak bisa berkurang atau
bertambah.
r Orang yang bermaksiat dikatakan mukmin
yang sempurna imannya. Sebagaimana sempurnanya tashdiq di akhirat kelak tidak
akan masuk ke neraka. Bahkan perbuatan kafir dan zindiq tak sedikitpun
membahayakan keimanan seorang muslim.
r Manusia pencipta amalnya sendiri dan
Allah tidak dapat melihatnya di akhirat nanti ( ini seperti faham mu’tazilah ).
r Sesungguhnya imamah ( khalifah ) itu
boleh datang dari golongan mana saja walaupun bukan dari Quraisy.
r Iman adalah mengena Allah secara
mutlak, dan bodoh kepada Allah adalah kufur kepada – NYA
E.
Tokoh- tokoh Murji’ah.
Beberapa buku dan keterangan para ulama
menyatakan bahwa di antara tokoh-tokoh faham Murji’ah adalah sebagai
berikut :
r Jahm bin Shufwan, golongan Al-Jahmiyah,
r Abu Musa Ash-Shalahi, golongan
Ash-Shalihiyah
r Yunus As-Samary, golongan Al-Yunushiyah
r Abu Smar dan Yunus, golongan As-samriah
r Abu Syauban, golongan Asy-Syaubaniyah
r Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimasqy,
golongan Al-
Ghailaniyah
r Al-Husain bin Muhammad An-Najr, golongan
An-Najariyah
r Abu Haifah An-Nu’man, golongan Al-Hanafiyah
r Muhammad bin Syabib, golongan Asy-Syabibiyah
r Mu’adz Ath-Thaumi, golongan Al-Mu’aziyah
r Basr Al-Murisy, golongan Al-Murisiyah
r Muhammad bin Karam As-Sijistany, golongan
Al-Kalamiyah[20]
Adapun pemimpin dari kaum Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al Muzni, Abu Salat as Samman (meninggal 152 H.) Tsauban, Dhirar bin Umar. Penyair mereka yang terkenal pada masa Bani Umayah adalah Tsabit bin Quthanah, yang yang mengarang sebuah syair tentang i’tiqad dan kepercayaan kaum Murji’ah.[21]
Adapun pemimpin dari kaum Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al Muzni, Abu Salat as Samman (meninggal 152 H.) Tsauban, Dhirar bin Umar. Penyair mereka yang terkenal pada masa Bani Umayah adalah Tsabit bin Quthanah, yang yang mengarang sebuah syair tentang i’tiqad dan kepercayaan kaum Murji’ah.[21]
F.
Sekte-sekte Murji’ah.
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah
tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas)
dikalangan para pendukung Murji’ah sendiri.
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa Murji’ah terbagi menjadi 11 bagian:
1. At Tarikah
Mereka mengatakan: “Tidak ada kewajiban bagi seorang hamba kepada Allah selain hanya beriman saja. Barang siapa yang telah beriman kepada-Nya dan telah mengenal-Nya maka dia boleh berbuat sesukanya.”
2. As Saibiah
Mereka mengatakan: “Sesungguhnya Allah membiarkan hamba-Nya untuk berbuat sesukanya.”
3. Ar Raji’ah
Mereka mengatakan: “Kami tidak mengatakan taat bagi orang yang taat, dan juga tidak menyebut maksiat bagi orang yang melakukan perbuatan maksiat karena kami tidak mengetahui kedudukan mereka di sisi Allah.”
4. Asy- Syakiah
Mereka mengatakan: “Sesungguhnya ketaatan itu
bukanlah dari iman.”
5. Baihasyiah (nisbah pada Baihasy bin
Haisham)
Mereka mengatakan: “Iman itu adalah ilmu,
barang siapa yang tidak mengetahui yang hak dan yang batil, juga tidak
mengetahui halal dan haram maka dia telah kafir.”
6. Manqushiah
Mereka mengatakan: “Iman itu bertambah tapi tidak berkurang.”
Mereka mengatakan: “Iman itu bertambah tapi tidak berkurang.”
7. Mustatsniah
Mereka adalah orang-orang yang menafikan, atau “istitsna’“
Mereka adalah orang-orang yang menafikan, atau “istitsna’“
(pengecualian) dalam hal keimanan.
8. Musyabbihah
Mereka mengatakan: “Allah mempunyai penglihatan sebagaimana
Mereka mengatakan: “Allah mempunyai penglihatan sebagaimana
penglihatanku dan juga mempunyai tangan
sebagaimana tanganku.”
9. Hasyawiah
Mereka menjadikan hukum hadits semuanya adalah satu, dan menurut mereka orang-orang yang meninggalkan amalan sunnah sama halnya dengan orang yang meninggalkan amalan fardhu.
Mereka menjadikan hukum hadits semuanya adalah satu, dan menurut mereka orang-orang yang meninggalkan amalan sunnah sama halnya dengan orang yang meninggalkan amalan fardhu.
10. Dzahiriyah
Mereka adalah orang-orang yang menafikan (tidak menggunakan) qiyas.
Mereka adalah orang-orang yang menafikan (tidak menggunakan) qiyas.
11. Bid’iyyah
Mereka adalah orang pertama yang memulai bid’ah pada ummat ini.
Ghalib Ali Awwaji dalam firaq muashirah membagi Murji’ah I’tiqadiyah (secara keyakinan) menjadi beberapa bagian yang sangat banyak, akan tetapi yang beliau sebutkan hanyalah secara garis besarnya saja sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ulama Firaq:
Mereka adalah orang pertama yang memulai bid’ah pada ummat ini.
Ghalib Ali Awwaji dalam firaq muashirah membagi Murji’ah I’tiqadiyah (secara keyakinan) menjadi beberapa bagian yang sangat banyak, akan tetapi yang beliau sebutkan hanyalah secara garis besarnya saja sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ulama Firaq:
1.
Murji’ah
sunnah
Mereka
adalah para pengikut Hanafi, termasuk di dalamnya adalah Abu Hanifah dan
gurunya Hammad bin Abi Sulaiman juga orang-orang yang mengikuti
mereka dari golongan Murji’ah Kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah
orang-orang yang mengakhirkan amal dari hakekat iman.
2.
Murji’ah
Jabariyah
Mereka
adalah Jahmiyyah (para pengikut Jahm bin Shafwan), Mereka hanya
mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati saja .Dan menurut mereka maksiat
itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasanya ikrar dengan lisan dan
amal bukan dari iman.
3.
Murji’ah
Qadariyyah
Mereka
adalah orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad Damsyiki sebutan mereka Al Ghilaniah
4.
Murji’ah
Murni
Mereka
adalah kelompok yang oleh para ulama diperselisihkan
jumlahnya.
5.
Murji’ah
Karamiah
Mereka
adalah kawan-kawan Muhammad bin Karam, mereka
berpendapat
bahwa iman hanyalah ikrar dan pembenaran dengan lisan tanpa pembenaran dengan
hati.
6.
Murji’ah
Khawarij
Mereka
adalah Syabibiyyah dan sebagian kelompok Shafariyyah yang tidak mempermasalahkan
pelaku dosa besar.
Menurut
Harun Nasution pemikiran kalam Murji’ah dibagi menjadi dua sekte, yaitu:
1.
Murji’ah
moderat
Golongan
ini berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar itu tidak menjadi kafir
karenanya, dan tidak kekal dalam neraka. Orang tersebut akan dihukum dalam
neraka sesuai dengan besarnya dosa yang ia kerjakan. Bahkan apabila ia
mengampuni dosanya itu ada kemungkinan ia tidak masuk neraka sama sekali. Jadi,
menurut golongan ini orang Islam yang melakukan dosa besar itu masih tetap
mukmin. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam golongan murj’ah adalah Al-Hasan bin
Muhammad.bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli
Hadits.[24]
2.
Murji’ah
ekstrim
Adapun
yang termasuk kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah,
Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah.
Pandangan
tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut:
1. Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para
pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian
menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan
kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
2. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi,
berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak
tahu Tuhan. Salat bukan merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah
adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahhui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa,
dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
3. Yunusiah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan
bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang.
Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbutan jahat yang tidaklah merugikan
orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, mutaqil bin Sulaiman berpendapat bahwa
perbutan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai
musyrik.
4. Hasaniyah, menyebutkan bahwa seseorang
mengatakan, “saya tahu tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak, apakah
babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin,
bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan “saya tahu tuhan mewajibkan naik
haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di India atau di tempat
lain.[25]
G.
Implikasi Pemikiran Kalam Murji’ah dalam
kehidupan sehari-hari
Implikasi buruk pemikiran kaum Murji’ah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
Implikasi buruk pemikiran kaum Murji’ah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
1.
Sebagai
satu kebid’ahan, maka Murji`ah bila masuk dalam aqidah kaum muslimin dapat
memporak-porandakan persatuan dan
kesatuannya.
Sebab kebid’ahan bila muncul dan berkembang dalam tubuh umat Islam akan menimbulkan
permusuhan dan kebencian diantara mereka. Hal ini karena pelaku kebid’ahan akan
membela kebid`ahanya, padahal Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
pasti ada pendukung yang menegakkannya. Dengan demikian umat akan terpecah.
2.
Membuat
pemilik aqidahnya masuk dalam 72 golongan yang diancam masuk neraka dalam sabda
Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam :
إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Sesungguhnya orang sebelum kalian dari ahli kitab telah berpecah belah dalam 72 golongan dan sungguh umat ini akan pecah menjadi 73 golongan; 72 golongan di neraka dan satu disyurga yaitu al-Jama’ah” (HR Abu Daud)
إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Sesungguhnya orang sebelum kalian dari ahli kitab telah berpecah belah dalam 72 golongan dan sungguh umat ini akan pecah menjadi 73 golongan; 72 golongan di neraka dan satu disyurga yaitu al-Jama’ah” (HR Abu Daud)
Membuat banyak hukum Islam yang hilang yang merupakan satu sebab hilangnya syari’at dan membuat kerusakan pada keindahan Islam yang merupakan sebab orang berpaling dan tidak mengagungkan syari’at Allah. Ini merupakan salah satu dampak buruk kebid’ahan secara umum dan Murji`ah masuk didalamnya.
3.
Telah
berdusta atas nama Allah dan memiliki pemikiran yang telah dicela seluruh
ulama. Imam al-Ajuri (wafat tahun 360H) menyatakan, “Siapa yang memiliki pemikiran
seperti ini (Irja`) maka telah berdusta atas nama Allah dan membawa lawannya
kebenaran serta sesuatu yang sangat diingkari seluruh ulama, karena pemilik
pemikiran ini menganggap bahwa orang yang telah mengucapkan La Ilaha Illa Allah
maka dosa besar yang dilakukannya dan kekejian yang ia laksanakan tidak
merusaknya sama sekali dan menurutnya orang yang baik dan takwa yang tidak
melakukan sedikitpun hal-hal tersebut dengan orang yang fajir adalah sama. Ini
jelas kemungkaran. Allah berfirman:
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu” (QS. Al-Jatsiaat: 21) dan firman Allah Ta’ala :
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat ma’siat?” (QS. Shaad: 28).
4.
Meyakini
bahwa amalan tidak mempengaruhi imannya, sehingga banyak orang menyatakan bahwa
yang penting adalah hatinya dalam berbuat kemaksiatan seakan-akan perbuatan
tersebut tidak mempengaruhi keimanan dihatinya. Membuka pintu untuk orang-orang
rusak melakukan kerusakan dalam agama dan tidak merasa terikat dengan perintah
dan larangan syari’at. Sehingga akan memperbesar kerusakan dan kemaksiatan
dimasyarakat muslimin. Bahkan bukan tidak mungkin membuat mereka melakukan
kekufuran dan kesyirikan dengan beralasan itu adalah amalan dan tidak merasa
imannya berkurang dan hilang. Na’udzubillahi min al-Dhalal!
5.
Menghilangkan
unsur jihad fisabilillah dan amar ma`ruf nahi mungkar.
6.
Menyamakan
antara orang shalih dengan yang tidak dan orang yang istiqamah diatas agama
Allah dengan yang fasik. Sebab menurut versi mereka, amal shalih tidak
mempengaruhi keimanan seseorang sebagaimana amal maksiat tidak mempengaruhi
imam.
Pemikiran Murji`ah ini membuka pintu bagi orang-orang jelek dan rusak untuk lepas dari din al Islam dan tidak terikat dengan perintah dan larangan syari’at, rasa takut dan khawatir dari Allah Ta’ala. juga menghilangkan sisi jihad fisabilillah dan amar ma`ruf nahi mungkar dan menyamakan antara yang shalih dengan yang thalih (tidak shalih), yang taat dengan yang maksiat dan yang istiqamah diatas agama Allah Ta’ala dengan yang fasik yang lepas dari perintah dan larangan syari’at selama amalan-amalan mereka tersebut tidak mempengaruhi iman seperti pernyataan versi mereka. Syaikhul Islam Rahimahullah berkata, ‘Para salaf terdahulu sangat keras pengingkaran mereka terhadap Murji`ah karena mereka mengeluarkan amalan dari iman dan tidak diragukan lagi bahwa pernyataan Murji`ah yang menyamakan iman manusia termasuk kesalahan yang sangat besar. Yang benar manusia tidak sama dalam tashdiq, cinta, takut dan ilmu bahkan berbeda-beda tingkatannya dari sisi yang banyak.’
Pemikiran Murji`ah ini membuka pintu bagi orang-orang jelek dan rusak untuk lepas dari din al Islam dan tidak terikat dengan perintah dan larangan syari’at, rasa takut dan khawatir dari Allah Ta’ala. juga menghilangkan sisi jihad fisabilillah dan amar ma`ruf nahi mungkar dan menyamakan antara yang shalih dengan yang thalih (tidak shalih), yang taat dengan yang maksiat dan yang istiqamah diatas agama Allah Ta’ala dengan yang fasik yang lepas dari perintah dan larangan syari’at selama amalan-amalan mereka tersebut tidak mempengaruhi iman seperti pernyataan versi mereka. Syaikhul Islam Rahimahullah berkata, ‘Para salaf terdahulu sangat keras pengingkaran mereka terhadap Murji`ah karena mereka mengeluarkan amalan dari iman dan tidak diragukan lagi bahwa pernyataan Murji`ah yang menyamakan iman manusia termasuk kesalahan yang sangat besar. Yang benar manusia tidak sama dalam tashdiq, cinta, takut dan ilmu bahkan berbeda-beda tingkatannya dari sisi yang banyak.’
Mewaspadai Faham Murji’ah
Faham Murji’ah telah muncul dan berkembang pada beberapa abad yang lalu. Dan sekarang mungkin tidak ada orang yang berfaham Murji’ah secara mutlak. Para ulama pun telah menjelaskan dan memperingatkan kepada umat atas kesesatan mereka. Namun bukan tidak mungkin bahaya laten Murji’ah akan muncul kembali. Terbukti ada sebagian golongan dari kaum muslimin pada saat ini yang mempunyai beberapa pemikiran yang sama dengan Murji’ah.
Murji’ah zaman sekarang walaupun mereka menyelisihi pendahulunya dalam penamaan iman dan definisinya saja, akan tetapi sesungguhnya mereka menyelarasi Murji’ah dahulu pada banyak konsekuensi definisi iman tersebut. Mereka, walaupun mendefinisikan iman dengan definisi yang shohih dan memasukkan di dalamnya uacapan dan perbuatan disamping I’tiqad ( keyakinan), pada hakikatnya masalahnya adalah mereka tidak mengkafirkan kecuali dengan I’tiqad ( keyakinan ) saja. Hal ini bisa kita lihat dari pemahaman mereka dalam memandang perbuatan kufur. Mereka memandang bahwa perbuatan kufur tidak menjadikan pelakunya kafir, dan tidak membahayakan keimanannya. Orang yang melakukan kekufuran tetap disebut sebagai seorang mu'min yang sempurna selama hatinya tidak istihlal ( menganggap halal perbuatannya ). Karena mereka hanya membatasi kekufuran dalam I’tiqad ( keyakinan ) atau juhud Qalbiy (pembangkangan ) atau istihlal ( menganggap halal perbuatannya) .
BAB III
ANALISIS
Pemikiran kalam Murji’ah merupakan salah satu aliran yang ditimbulkan akibat persoalan politik, tegasnya persoalan khilafah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah Utsman bin Affan terbunuh.
Kaum khawarij yang pada mulanya adalah penyokong Ali, tetapi kemudian hari berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan dari golongan kwarij ini, maka penyokong-penyokong yang tetap setia kepada Ali bertambah keras dan fanatik dalam membela Ali, sehingga akhirnya muncullah golongan pendukung Ali yang dikenal dengan nama golongan Syi’ah. Kefanatikan golongan ini terhadap Ali bertambah keras, terutama setelah Ali dibunuh oleh Ibn Muljam dari
golongan Khawarij.
Dalam suasana pertentangan inilah maka timbul suatu golongan
baru yang
ingin bersifat netral, tidak mau turut dalam praktik kafir
mengkafirkan,
yang dikenal dengan golongan Murji’ah.
Banyak pendapat dari para ulama yang
menyatakan bahwa aliran Murji’ah ini adalah sesat. Karena beberapa pemikirannya
yang salah satunya mengenai iman. Mereka menganggap iman itu adalah mengenal
Tuhan dan Rasul-rasul-Nya saja. Jika kita sudah mengenal Tuhan dan
Rasul-Nya maka itu sudah cukup, sudah menjadi mukmin. Mereka mengucapkan
Syahadat cukup satu kali setelah itu apapun yang mereka lakukan meskipun mereka
melakukan dosa besar, mereka tetap saja mukmin. Meskipun perbuatan itu menghina
Allah dan Rasul-Nya. Orang yang telah iman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan
menyembah berhala atau membuat dosa-dosa besar yang lain, bagi kaum Murji’ah
orang ini masih muk’min. Bagi mereka amal itu adalah nomor dua, dan amal itu
tidak mempengaruhi iman. Jika kita melakukan maksiat maka itu tidak mempengaruhi
iman seseorang. Pemikiran seperti ini dapat merusak aqidah seseorang. Maka
banyak para ulama menyatakan bahwa aliran Murji’ah ini adalah sesat dan
termasuk bid’ah.
Faham Murji’ah telah muncul dan berkembang pada
beberapa abad yang lalu. Dan sekarang mungkin tidak ada orang yang berfaham
Murji’ah secara mutlak. Para ulama pun telah menjelaskan dan memperingatkan
kepada umat atas kesesatan mereka. Namun bukan tidak mungkin bahaya laten
Murji’ah akan muncul kembali. Terbukti ada sebagian golongan dari kaum muslimin
pada saat ini yang mempunyai beberapa pemikiran yang sama dengan Murji’ah.
Oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus
bisa memahami mana ajaran islam yang benar-benar sesuai dengan ajaran Nabi
Muhammad SAW mana yang menyimpang dan kita juga harus terus berpegang teguh
kepada Al-qur’an dan Al-hadits agar kita bisa tetap terus dijalan Allah.
BAB IV
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a. Ada beberapa pendapat tentang arti arja’a, diantaranya ialah:
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a. Ada beberapa pendapat tentang arti arja’a, diantaranya ialah:
a.
Menurut
Ibn ‘Asakir, dalam uraiannya tentang asal-usul kaum Murji’ah mengatakan bahwa
arja’a berarti menunda.
b.
Ahmad
Amin dalam kitabnya Fajr al-Islam mengatakan bahwa arja’a juga mengandung arti
membuat sesuatu, mengambil tempat-tempat dibelakang, dalam arti memandang
sesuatu kurang penting.
c.
Selanjutnya,
Ahmad Amin juga mengatakan bahwa arja’a juga mengandung arti memberi
pengharapan.
d.
Al Azhari
menyebutkan perihal kata-kata Raja’ yang mempunyai arti ‘takut’ yaitu
apabila lafadz Raja’ bersama dengan huruf naïf.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi kafir, akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi kafir, akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat.
munculnya
aliran ini di latar belakangi oleh persoalan politik, yaitu persoalan khilafah
(kekhalifahan). Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, umat Islam
terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok
Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan, yaitu golongan yang setia membela
Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut
Khawarij). Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan
Khawarij, dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk Dinasti
Umayyah. Syi’ah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syi’ah
menentang Mu’awiyah karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya
milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah
karena ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga
golongan tersebut terjadi saling mengafirkan. Di tengah-tengah suasana
pertikaian ini muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin
terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian
berkembang menjadi golongan Murji’ah. Bagi mereka sahabat-sahabat yang terlibat
dalam pertentangan karena peristiwa tahkim itu tetap mereka anggap sebagai
sahabat-sahabat Nabi yang dapat dipercaya keimanannya. Oleh karena itu mereka
tidak menyatakan siapa yang sebenarnya salah, tetapi mereka lebih baik menunda
persoalan tersebut, dan menyerahkannya kepada tuhan pada hari perhitungan di
hari kiamat nanti, apakah mereka menjadi kafir atau tidak.
Doktrin-doktrin
Murjiah dapat disimpulkan sebagai berikut:
r Penangguhan hukum atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Musa al Asy ‘ary yang terlibat tahkim
r Penangguhan hukum atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Musa al Asy ‘ary yang terlibat tahkim
r
Iman itu adalah tashdiq ( pembenaran ) saja, atau pengetahuan hati atau ikrar.
r
Amal tidak masuk dalam hakekat iman dan tidak masuk dalam bagiannya.
r Iman tidak bisa berkurang atau bertambah.
r Iman tidak bisa berkurang atau bertambah.
r
Orang yang bermaksiat dikatakan mukmin yang sempurna imannya.
r Manusia pencipta amalnya sendiri dan Allah tidak dapat melihatnya di akhirat nanti ( ini seperti faham mu’tazilah ).
r Manusia pencipta amalnya sendiri dan Allah tidak dapat melihatnya di akhirat nanti ( ini seperti faham mu’tazilah ).
r
Sesungguhnya imamah ( khalifah ) itu boleh datang dari golongan mana saja
walaupun bukan dari Quraisy.
r
Iman adalah mengena Allah secara mutlak, dan bodoh kepada Allah adalah kufur
kepada – NYA
Tokoh-tokoh
aliran Murji’ah adalah: Jahm bin Shufwan, Abu Musa, Ash-Shalahi, Yunus
As-Samary, Abu Smar dan Yunus, Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimasqy, Abu
Syauban, Al-Husain bin Muhammad An-Najr, Abu Haifah An-Nu’man, Muhammad bin
Syabib, Mu’adz Ath-Thaumi, Muhammad bin Karam As-Sijistany, Basr Al-Murisy.
Menurut Harun Nasution, sekte-sekte Murji’ah dibagi menjadi dua golongan yaitu, golongan moderat dan golongan ekstrim. Ibnul Jauzi mengatakan bahwa Murji’ah terbagi menjadi 11 bagian yaitu At Tarikah, As Saibiah, Ar Raji’ah, Asy- Syakiah, Baihasyiah (nisbah pada Baihasy bin Haisham), Manqushiah , Mustatsniah, Musyabbihah, Hasyawiah, Bid’iyyah, Dzahiriyah . Ghalib Ali Awwaji mengatakan bahwa Murji’ah dibagi menjadi 6 bagian yaitu Murji’ah sunnah, Murji’ah Jabariyah, Murji’ah Qadariyyah, Murji’ah Murni, Murji’ah Karamiah, Murji’ah Khawarij.
Implikasi buruk pemikiran kaum Murji’ah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
1.
Sebagai
satu kebid’ahan, maka Murji`ah bila masuk dalam aqidah kaum muslimin dapat
memporak-porandakan persatuan dan kesatuannya.
2.
Membuat
pemilik aqidahnya masuk dalam 72 golongan yang diancam masuk neraka.
3.
Pemikiran
Murji’ah akan menimbulkan celaan dari banyak ulama.
4.
Meyakini
bahwa amalan tidak mempengaruhi imannya, sehingga banyak orang menyatakan bahwa
yang penting adalah hatinya dalam berbuat kemaksiatan seakan-akan perbuatan
tersebut tidak mempengaruhi keimanan dihatinya.
5.
Menghilangkan
unsur jihad fisabilillah dan amar ma`ruf nahi mungkar.
6.
Menyamakan
antara orang shalih dengan yang tidak dan orang yang istiqamah diatas agama
Allah dengan yang fasik.
B.
SARAN
Umumnya orang berpikir, apabila mempelajari ilmu kalam itu akan menyebabkan seseorang menjadi sesat padahal Mempelajari pemikiran kalam sangat diperlukan untuk menambah wawasan kita terhadap agama yang kita anut sehingga menambah keyakinan kita akan agama kita.
Oleh karena itu, menurut kami janganlah mudah terpengaruh terhadap pemikiran-pemikiran yang baru kita ketahui, apalagi pemikiran tersebut keluar dari pokok-pokok ajaran Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadits).
Umumnya orang berpikir, apabila mempelajari ilmu kalam itu akan menyebabkan seseorang menjadi sesat padahal Mempelajari pemikiran kalam sangat diperlukan untuk menambah wawasan kita terhadap agama yang kita anut sehingga menambah keyakinan kita akan agama kita.
Oleh karena itu, menurut kami janganlah mudah terpengaruh terhadap pemikiran-pemikiran yang baru kita ketahui, apalagi pemikiran tersebut keluar dari pokok-pokok ajaran Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadits).
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjuddin. 1991. I’itiqad Ahlussunah Wal-Jama’ah. Jakarta:
Abbas, Siradjuddin. 1991. I’itiqad Ahlussunah Wal-Jama’ah. Jakarta:
Pustaka Tarbiyah.
Anwar, Rosihon dan Abdul Rozak. 2003. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Basri, Hasan dkk. 2007. Ilmu Kalam Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran. Bandung: Azkia Pustaka Utama.
Hanafi.1987. Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Al-husna.
Nasution, Harun. 2002. Teologi Islam. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Nasution, Harun. 2009. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa
Perbandingan.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Nata, Abuddin. 1994. Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Rohanda. 2006. Ilmu Kalam dari Klasik sampai Kontemporer. Bandung: Najwa Press.
Syaikh Mahmud Syaltuut, Tahqiq Syaikh Ali Hasan. Al-Bid’ah Asbaabuha wa Madhoruh cetakan kedua tahun 141H. Dar Ibnu al-Jauzi,
Post a Comment