MAKALAH KEPERAWATAN SUKU ASMAT
Kali ini saya akan membagikan mengenai Makalah yang berjudul di atas, untuk isi dar Makalahnya anda bisa lihat di bawah ini, dan jika anda tidak mau COPAS atau Copy Paste anda bisa langsung download Link dibawah ini :
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Keperawatan Dasar ( IKD ).Masyarakat pada umumnya selalu mengikuti kebudayaan
dan adat istiadat yang sejak dulu telah dibentuk demi mempertahankan hidup
dirinya sendiri ataupun kelangsungan hidup suku mereka. Kebudayaan
sendiri berasal dari kata budaya (budi dan daya) yakni sikap hidup yang khas
dari sekelompok individu yang dipelajarinya secara turun temurun. Tetapi sikap
hidup ini terkadang malah mengundang risiko bagi timbulnya suatu
penyakit.Hubungan antara budaya dan kesehatan
sangatlah erat. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan
respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya.
Papua merupakan salah satu daerah yang
masih sangat memprihatinkan dilihat dari segi kesehatan. Provinsi yang sering
kali dianggap sebelah mata oleh orang-orang karena anggapan mereka masyarakat
papua masih primitif. Namun
di balik anggapan primitif itu, masyaratakat papua merupakan salah satu
masyarakat yang masih memegang teguh budayanya, budaya asli Indonesia yang
belum tercemar oleh pengaruh dari negara-negara barat.
Oleh karena itu, menjadi seorang perawat
bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan
yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan perawat dipertemukan dengan globalisasi.
Sebuah globalisasi sangat mempengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang
kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat
menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya.semakin banyak terjadinya perpindahan
penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang
memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan perawat bersifat fleksibel di
lingkungan yang tepat.
Peran perawat sangat komprehensif dalam
menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis,
psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual ini sering kalidiabaikan
oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien
terminalyang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul
maut.Menurut Dadang Hawari (1977)
" orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratulmaut lebih
banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian
sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang awal perlu mendapatkan perhatian
khusus”.
Klien
dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan
proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya,
perawatan menjelang kematian
bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. 'Si perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat
mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi intervensi
terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian Transcultural Nursing dan Kebudayaan?
2.
Bagaimana Transcultural Nursing di Suku Asmat?
C. Tujuan
Tujuan umum
dalam penulisan dalam makalah ini adalah agar mahasiswa dapat membaca dan
mempelajari tentang transkultural Nursing di Suku Asmat.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Transultural Nursing dan Kebudayaan
Keperawatan Transkultural adalah suatu proses
belajar dan pelayanan keperawatan
yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002).
Tujuan dari
transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti
dan menggunakan norma
pemahaman keperawatan transkultural dalam
meningkatkan kebudayaan spesifik
dalam asuhan keperawatan.
Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku
caring diberikan kepada manusia sejak
lahir hingga meninggal dunia.
Human caring merupakan
fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi
diantara kultur satu tempat dengan
tempat lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di
dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun
geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah
Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil.
Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta
jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain
itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam,
Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran
kepercayaan . Kebudayaan adalah salah
satu aset penting
bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan tersebut untuk
sarana pendekatan sosial, symbol karya daerah, asset kas daerah dengan
menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini
suku Dayak Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan
tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang
dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan. Menurut sensus
BPS tahun 2010, suku bangsa yang
terdapat di Kalimantan Indonesia
dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku
bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu,
budaya masyarakat Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama
sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
"perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama
kekeluargaannya.
B.
Implikasi
Konsep Sehat Dan Sakit Di Papua
Bagaimana orang
Papua berdasarkan kebudayaannya
mengkonsepkan sehat dan sakit. Karena keaneka ragaman kebudayaan orang
Papua yang terdiri dari berbagai suku bangsa, maka konsep sehat dan sakit itu
dapat dipersepsikan berbeda-beda menurut pandangan dasar kebudayaan mereka
masing-masing. Orang Moi di sebelah utara kota Jayapura mengkonsepsikan sakit
sebagai gangguan keseimbangan fisik apabila masuknya kekuatan alam melebihi
kekuatan manusia. Gangguan itu disebabkan oleh roh manusia yang merusak tubuh
manusia (Wambrauw, 1994).
Hal ini berarti,
bahwa bagi orang Moi yang sehat, ia harus selalu menghindari gangguan dari roh
manusia tersebut dengan menghindari diri dari tempat-tempat dimana roh itu
selalu berada (tempat keramat, kuburan, hutan larangan, dan sebagainya). Karena kekuatan-kekuatan alam itu berada pada
lingkungan-lingkungan yang menurut adat mereka adalah tempat pantangan untuk
dilewati sembarangan. Biasanya untuk mencari pengobatan, mereka langsung pergi
ke dukun, atau mengobati sendiri dengan pengobatan tradisional atau melalui
orang lain yang dapat mendiagnosa penyakitnya (dukun akan mengobati kalau hal
itu terganggu langsung oleh roh
manusia).
Orang Biak Numfor
mengkonsepsikan penyakit sebagai suatu hal yang menyebabkan terdapat ketidak
seimbangan dalam diri tubuh seseorang. Hal ini berarti adanya sesuatu kekuatan
yang diberikan oleh seseorang melalui kekuatan gaib karena kedengkiannya
terhadap orang tersebut (Wambrauw, 1994).
ini berarti sakit
itu disebabkan oleh buatan orang lain melalui kekuatan gaib yang bisa berupa
tenung, black magic. Untuk itu maka penyembuhannya selalu melalui dukun atau
orang yang dapat mengembalikan buatan
orang tersebut dengan menggunakan beberapa
mantera. Orang Marind-anim yang
berada di selatan Papua juga mempunyai konsepsi tentang sehat dan sakit, dimana
apabila seseorang itu sakit berarti orang tersebut terkena guna-guna (black
magic). Mereka juga mempunyai pandangan
bahwa penyakit itu akan datang apabila sudah tidak ada lagi keimbangan antara
lingkungan hidup dan manusia. Lingkungan sudah tidak dapat mendukung kehidupan
manusia, karena mulai banyak.
Bila keseimbangan
ini sudah terganggu maka akan ada banyak orang sakit, dan biasanya menurut adat
mereka, akan datang seorang kuat (Tikanem) yang
melakukan pembunuhan terhadap warga dari masing-masing kampung secara
berurutan sebanyak lima orang, agar lingkungan dapat kembali normal dan bisa
mendukung kehidupan warganya (Dumatubun, 2001). Hal yang sama pula terdapat
pada orang Amungme, dimana bila terjadi ketidak seimbangan antara lingkungan
dengan manusia maka akan timbul berbagai penyakit.
Yang dimaksudkan
dengan lingkungan di sini adalah yang lebih berkaitan dengan tanah karena tanah
adalah “mama” yang memelihara, mendidik, merawat, dan memberikan makan kepada
mereka (Dumatubun, 1987). Untuk itu bila orang Amungme mau sehat, janganlah merusak alam (tanah), dan
harus terus dipelihara secara baik.
Orang Moi di Kepala
Burung Papua (Sorong) percaya bahwa sakit itu disebabkan oleh adanya
kekuatan-kekuatan supernatural, seperti dewa-dewa, kekuatan bukan manusia
seperti roh halus dan kekuatan manusia dengan menggunakan black magic. Di samping itu ada kepercayaan
bahwa kalau orang melanggar pantangan-pantangan secara adat maka akan menderita
sakit. Orang Moi, bagi ibu hamil dan suaminya itu harus berpantang terhadap
beberapa makanan, dan kegiatan, atau tidak boleh melewati tempat-tempat yang
keramat karena bisa terkena roh jahat dan akan sakit (Dumatubun,1999).
Ini berarti untuk
sehat, maka orang Moi tidak boleh makan
makanan tertentu pada saat ibu hamil dan suaminya tidak boleh melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu, seperti membunuh binatang besar, dan sebagainya. Hal
yang sama pula bagi orang Moi Kalabra yang berada di hulu sungai Beraur,
(Sorong). Mereka percaya bahwa penyakit itu disebabkan oleh adanya gangguan roh
jahat, buatan orang serta melanggar pantanganpantangan secara adat. Misalnya
bila seorang ibu hamil mengalami keguguran atau perdarahan selagi hamil itu
berarti ibu tersebut terkena “hawa kurang baik” (terkena black magic/ atau roh
jahat). Mereka juga percaya kalau ibu itu tidak bisa hamil/ tidak bisa
meneruskan keturunan, berarti ibu
tersebut telah dikunci karena suami belum
melunasi mas kawin. Kehamilan akan terjadi bila sang suami sudah dapat
melunasinya, maka penguncinya akan membuka black magic-nya itu (Dumatubun,
1999).
Orang Hatam yang
berada di daerah Manokwari percaya bahwa sakit itu disebabkan oleh gangguan kekuatan supranatural seperti dewa,
roh jahat, dan buatan manusia. Orang Hatam percaya bahwa bila ibu hamil sulit
melahirkan, berarti ibu tersebut terkena
buatan orang dengan obat racun (rumuep) yaitu suanggi, atau penyakit oleh orang
lain yang disebut “priet” (Dumatubun, 1999). Orang Kaureh di kecamatan Lereh
percaya bahwa seorang ibu yang mandul adalah hasil perbuatan orang lain
yaitu dengan black magic atau juga karena kutukan oleh keluarga yang tidak menerima bagian harta mas kawin (Dumatubun, 1999).
C.
Hambatan
Sosial Pada Perawatan Kesehatan Di Suku Asmat
Kepala Kesehatan
Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Steven Langi mengatakan, pendataan
empat tim terpadu penanggulangan campak dan gizi buruk mencatat setidaknya
sudah 61 orang tewas. Dikutip Kompas, ia menyatakan bahwa 59 korban meninggal
berasal dari tiga distrik, yakni Fayit, Aswi, dan Pulau Tiga. Tiga korban lain
meninggal di Rumah Sakit Agats, ibu kota Kabupaten Asmat. Kendati begitu,
kondisi medan yang berat menjadi permasalah utama penanganan wabah. "Medan
di sana memang sangat berat.
Contoh di Nduga
saja. Jalan baru ke Wamena saja 4 hari, ini sama di Asmat juga sama. Perjalanan
ada rawa, di situ harus naik boat 2 sampai 3 jam untuk biaya ada Rp 3 sampai Rp
4 juta. Ini sebuah kendala yang memang sangat menghambat," ungkapnya.
D. Keyakinan Tradisional Tentang Kesehatan Dan Penyakit Di
Suku Asmat
1. Keyakinan Tradisional
Adat
istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia
mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore
hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu melakukan pendaratan di
bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di
wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik,
jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam
di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis.
Orang
Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam
roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
1.
Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama
bagi keturunannya.
2.
Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis
tertentu.
3.
Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan
orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh
komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang
seperti berikut ini :
a.
Mbismbu (pembuat tiang)
b.
Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
c.
Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
d.
Yamasy pokumbu (upacara perisai)
e.
Mbipokumbu (Upacara Topeng)
2. Roh-roh dan Kekuatan Magis
a.
Roh setan
Kehidupan
orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam sekitarnya. Mereka memiliki
kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk
halus, yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2
kategori :
1.
Setan yang membahayakan hidup
Setan
yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang dapat
mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang telah
meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, roh yang membawa penyakit
dan bencana (Osbopan).
2.
Setan yang tidak membahayakan hidup
Setan
dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak
membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka menakut-nakuti dan
mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga mengenal roh yang sifatnya baik
terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari roh nenek moyang yang disebut sebagai
yi-ow[10].
b.
Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Orang
Asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis yang kebanyakan adalah
dalam bentuk tabu. Banyak hal -hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu,
penangkapan ikan, dan pemburuan binatang
Kekuatan
magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang
curian atau pun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang
mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin,
halilintar, hujan, dan topan.
3. Praktik Tradisional
1)
Pengobatan Rakyat Alamiah
a)
Buah Merah
Buah
Merah adalah sejenis buah tradisional dari Papua. Oleh masyarakat Wamena,
Papua, buah ini disebut kuansu. Buah ini banyak terdapat di Jayapura,
Manokwari, Nabire, dan Wamena. Bagi
masyarakat di Wamena, Buah Merah disajikan untuk makanan pada pesta adat bakar
batu. Namun, banyak pula yang memanfaatkannya sebagai obat. Secara tradisional,
Buah Merah dari zaman dahulu secara turun temurun sudah dikonsumsi karena
berkhasiat banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti mencegah
penyakit mata, cacingan, kulit, dan meningkatkan stamina.
b)
Kayu Akway
Kayu
akway (Drymis sp) tumbuh di hutan Pegunungan Arfak - Papua, Australia,
Philippina, Afrika dan Amerika Latin, herbal ini sering digunakan oleh
masyarakat Papua, terutama mereka masyarakat Moile yang berdomisili di kampung
Anggra dan Smerbei di pedalaman distrik Miyambouw sebelah Selatan Manokwari (Papua). Masyarakat papua dalam kehidupan sehari-hari biasa menggunakan kayu akway
ini untuk mengobati sakit pada persendian (reumatik), sebagai obat kulit alami
(baik untuk kudis), KB alami (digunakan untuk mengatur jarak kelahiran) bisa
juga untuk mengurangi nyeri haid, asma, TBC, Bronchitis, Penumonia serta ampuh
mengobati demam yang disebabkan malaria.
c)
Daun Gatal
Daun
gatal yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional dan dipasarkan di
pasar tradisional Manokwari adalah daun dari tanaman perdu famili Urticaceae
yang terdiri atas beberapa spesies. Daun gatal yang umumnya dijual di pasar
tradisional Kota Manokwari berasal dari spesies
Laportea
decumana (roxb.) chew. Daun gatal sebagai pereda nyeri dan penghilang pegal.
2)
Pengobatan Rakyat
Magisoreligius
a)
Pola Pengobatan Jimat. Pola pengobatan jimat dikenal oleh
masyarakat di daerah kepala burung terutama masyarakat Meibrat dan Aifat.
Prinsip pengobatan jimat, menurut Elmberg, adalah orang menggunakan benda-benda
kuat atau jimat untuk memberi perlindungan terhadap penyakit.
b)
Pola Pengobatan Kesurupan. Pola kesurupan dikenal oleh
suku bangsa di daerah sayap burung, yaitu daerah teluk Arguni. Prinsip
pengobatan kesurupan menurut van Longhem adalah seorang pengobat sering
kemasukan roh/mahluk halus pada waktu berusaha mengobati orang sakit.
c)
Pola Pengobatan Penghisapan Darah. Pola penghisapan darah
dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor di daerah Sarmi,
Marind-anim, Kimaam, Asmat. Prinsip dari pola pengobatan ini menurut Oosterwal,
adalah bahwa penyakit itu terjadi karena darah kotor, maka dengan menghisap
darah kotor itu, penyakit dapat disembuhkan. Cara pengobatan penghisapan darah
ini dengan membuat insisi dengan pisau, pecahan beling, taring babi pada bagian
tubuh yang sakit. Cara lain dengan meletakkan daun oroh dan kapur pada bagian
tubuh yang sakit. Dengan lidah dan bibir daun tersebut digosok-gosok sampai
timbul cairan merah yang dianggap perdarahan. Pengobatan dengan cara ini khusus
pada wanita saja.
4. Pola Pengobatan Injak.
Pola injak dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor di
daerah Sarmi. Prinsip dari pengobatan ini menurut Oosterwal adalah bahwa
penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan menginjak-injak
tubuh si sakit dimulai pada kedua tungkai, dilanjutkan ketubuh sampai akhirnya
ke kepala, maka injakan tersebut akan mengeluarkan roh jahat dari dalam tubuh.
5. Pola Pengobatan
Pengurutan. Pola pengurutan dikenal oleh suku bangsa yang tinggal di daerah
selatan Merauke yaitu suku bangsa Asmat, dan selatan kabupaten Jayapura yaitu
suku bangsa Towe. Prinsip dari pola pengobatan ini menurut van Amelsvoort
adalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan
mengurut seluruh tubuh si sakit, maka akan keluar roh jahat dari dalam
tubuhnya. Orang Asmat menggunakan lendir dari hidung sebagai minyak untuk
pengurutan. Sedangkan pada suku bangsa Towe penyebab penyakit adalah faktor
empirik dan magis. Dengan menggunakan daun-daun yang sudah dipilih, umunya
baunya menyengat, dipanaskan kemudian diurutkan pada tubuh si sakit.
6. Penggunaan Benda
Pelindung Di Suku Asmat
Seluruh
bahan dan desain pakaian Suku Asmat sangat terinspirasi dari alam. Dengan bahan
utama rautan daun sagu, pakaian laki –laki dibuat menyerupai burung dan
binatang – binatang lain yang melambangkan kejantanan. Sementara rok dan
penutup dada untuk perempuan menggunakan daun sagu, lambang kecantikan burung
kasuari. Sumber daya alam menjadi bahan
utama dalam kebutuhan papan Suku Asmat.
Penutup
dada untuk perempuan Suku Asmat. Rajutan yang berasal dari alam (sumber :
indonesiakaya.com)
Penutup
dada untuk perempuan Suku Asmat. Rajutan yang berasal dari alam (sumber :
indonesiakaya.com)
Tidak
hanya pakaian, aksesoris tubuh pun demikian. Hiasan untuk tubuh seperti hiasan
telinga, hidung, kalung, gelang, tas, hingga mahkota di kepala pun terinspirasi
dari alam. Bulu burung kasuari, taring babi, batang pohon sagu, kulit kerang,
gigi anjing dan bulu burung Cendrawasih menjadi bahan – bahan utama dalam
masyarakat Suku Asmat untuk menjadikan aksesoris tubuh. Bukan karena
keterbatasan, bukan asal – asalan. Pemilihan benda – benda tersebut untuk
aksesoris merupakan sebuah cara bagaimana masyarakat Asmat merepresentasikan
kedekatan mereka dengan makhluk hidup lain yang ada di sekitar mereka.
Secara
lebih khusus, mahkota yang digunakan di kepala orang – orang Asmat melambangkan
penghormatan tertinggi akan alam. Kepala adalah tempat tertinggi dari tubuh
manusia, hal ini menjadi sebuah simbol bahwa masyarakat Suku Asmat memberikan
penghormatan tertinggi kepada alam sebagai pemberi kehidupan yang menaungi mereka. Benda – benda alami
yang disematkan pada mahkota menjadi simbol akan kekuatan – kekuatan alam yang
menjadi pelindung. Selain itu, khusus kepada kaum laki – laki Suku Asmat,
penggunaan mahkota melambangkan penghormatan kepada nenek moyang dan leluhur
sebagai pengaruh besar dalam kehidupan yang mereka jalani.
Hiasan
telinga untuk laki - laki, digunakan ketika berburu (sumber :
indonesiakaya.com)
Hiasan
telinga untuk laki - laki, digunakan ketika berburu (sumber :
indonesiakaya.com)
Selain
itu, gambar – gambar yang melengkapi tubuh masyarakat Suku Asmat pun tidak
lepas dari nilai filosofi. Penggunaan warna merah berasal dari campuran tanah
liat dan air, sedangkan warna putih yang didapat dari tumbukkan kerang
melambangkan perjuangan untuk mengarungi kehidupan. Masyarakat Asmat begitu
lengkap dalam mengangkat penghargaan dan penghormatan pada alam sebagai bagian terbesar
dari kehidupan mereka.
Penghormatan
akan alam menjadi jati diri tersendiri dari Suku Asmat. Perpaduan antara
filosofi dan nilai – nilai penghormatan kepada alam yang memberikan kehidupan
pada manusia merupakan sebuah nilai universal yang sudah sepatutnya kita
pelajari dari masyarakat Suku Asmat dengan menempatkan alam pada posisi
tertinggi untuk dilindungi, dihargai, dan dilestarikan.
7. Penggunaan
Makanan
Suku
asmat memiliki makanan pokok yang setiap hari mereka makan, yaitu sagu. Sagu
mereka bentuk menjadi bulatan-bulatan dan kemudian dibakar. Disamping itu,
masyarakat suku asmat juga sangat suka memakan ulat sagu yang bisanya ada
didalam batang pohon sagu. Cara mereka mengolah ulat sagu yaitu dengan
membungkusnya menggunakan daun nipah, kemudian ditaburi sagu, dan dibakar.
Selain
dua makanan tersebut, masyarakat suku asmat juga mengonsumsi ikan bakar dan
sayuran. Yang sangat memperhatinkan dari tempat tinggal suku ini adalah
kurangnya sumber air bersih. Hal ini dikarenakan mayoritas wilayah tempat
tinggal suku asmat berupa rawa. Untuk memenuhi kebutuhan akan air, mereka hanya
mengandalkan air rawa dan air hujan saja.
8. Penyembuh
Rumah
bujang, atau biasa disebut Jew adalah sebuah bangunan dari kayu dan beratapkan
daun sagu atau nipah. Bangunan ini luar
biasa panjangnya untuk ukuran bangunan kayu.
Bisa mencapai hingga 50-an meter dengan lebar hingga belasan meter. Rumah adat ini tempat kegiatan suku Asmat,
baik dalam melakukan pekerjaan maupun musyawarah untuk keperluan adat.
Tidak
ada paku atau pasak yang mengokohkan rumah ini.
Hanya tali rotan dan akar yang saling menghubungkan satu sama lainnya.
Di
dalamnya ada perapian, senjata tradisional berupa panah dan tombak untuk
berburu, juga barang yang dianggap sangat keramat dan bertuah, Noken. Sebuah benda berbentuk tas yang dibuat dari
anyaman serat tumbuhan. Tidak sembarang
orang boleh menyentuh benda ini, hanya orang-orang tertentu saja dari kalangan
Suku Asmat.
Noken
ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Ada syarat dan
terapi-terapi tertentu yang harus dipatuhi pasien dan dipastikan sembuh. Seorang suku asmat di rumah bujang tersebut
menceritakan bahwa pasien yang berobat secara adat, asal mematuhi aturan-aturan
tersebut, kelak akan sembuh dalam waktu singkat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang Papua yang terdiri dari keaneka ragaman kebudayaan
memiliki pengetahuan tentang mengatasi berbagai masalah kesehatan yang secara
turun temurun diwariskan dari generasi ke genarasi berikutnya. Nampaknya
pengetahuan tentang mengatasi masalah kesehatan pada orang Papua yang berada di
daerah pedesaan lebih cenderung menggunakan pendekatan tradisional karena
faktor-faktor kebiasaan, lebih percaya pada kebiasaan leluhur mereka, dekat
dengan praktisi langsung seperti dukun, lebih dekat dengan kerabat yang
berpengalaman mengatasi masalah kesehatan secara tradisional, mudah dijangkau,
dan pengetahuan penduduk yang masih berorientasi tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Djoht, Djekky R.
“Kebudayaan, Penyakit dan Kesehatan di Papua dalam
Perspektif
Antropologi Kesehatan” dalam Buletin Populasi Papua, Vol. II.
No.4 November 2001.
Jayapura. PSK-UNCEN
Buku ajar
FUNDAMENTAL KEPERAWATAN EDISI 4
https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1512781/noken-dan-rumah-bujang-suku-asmat/3, loita-kurrota-a.blog.ugm.ac.id/2011/11/09/sistem-kepercayaan-suku-asmat/,
https://fratermigani.blogspot.com › Obat Tradisional › Opini, http://pola-makan.fisip-umj.web.id/ind/2490-2380/Suku-Asmat_43198_fisipumj_pola-makan-fisip-umj.html, buku dukun asmat karya willem bobi.
Post a Comment