MAKALAH
BUNGA NAN INDAH NAMUN
HINA
Keterangan :
untuk download makalah di bawah anda tinggal click link di bawah :
----------------------------------------------------------------------------------
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Segala puji bagi Allah ﷻ, Rabb semesta
alam. Shalawat dan slam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Amma ba’du.
Mencari yang halal di akhir zaman, mungkin
sangat melelahkan. Namun perlu diingat , lelah mencari yang hallah, bukan
perbuatan yang sia-sia. Karena itu bagian dari prjuangan hamba untuk menjaga
aturan syari’at dalam mencari nafkah.
Dalam rangka ikut serta mencegah
terjadinya dampak buruk dari maraknya peredaran harta haram, maka dirasa sangat
penting membahas harta haram dalam mu’amalat kontemporerseperti, riba.
Atas pertimbangan bahwa hukum asal
setiap mu’amalatadalah halal kecuali bila terdapat larangan dari al-qur’an dan
hadis. Ibnu Utsaimin رحمه الله berkata,
مَا دَامَ لَيْسَ فِيْهِ ظُلْمٌ وَلَا
غَرَرٌ وَلَا رِبًا فَالأَصْلُ الصِّحَّةُ
‘’Selama dalam akad tidak terdapat unsur kedzaliman, gharar, dan
riba maka akad tersebut sah’’[1]
Untuk itu, dengan mangacu pada
uraian diatas, maka penulis menyusun sebuah karya tulis yang berjudul “BUNGA
NAN INDAH NAMUN HINA” . Penulis mengangkat judul tersebut gunameyakinkan
kaum muslimin tentang bahay riba, mengingat akn dosa-dosa riba, dan supaya
terhidar darinya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.) Apakah riba itu?
2.) Bagaimanakah sejarah riba itu?
3.) Dalil-dalil apa saja tentang riba?
4.) Apa saja pembagian tentang riba itu?
5.) Bagaimana transaksi riba terjadi?
6.) Apa saja dampak
riba?
7.) Bagaimana meninggalkan riba (cara bertaubat)?
C.
TUJUAN PENULISAN
Dari perumusan masalah diatas, maka
tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.) Untuk
mengetahui apa itu riba.
2.) Untuk mengetahui sejarah riba.
3.) Untuk mengetahui dalil-dalil tentang riba.
4.) Untuk
mengetahui apa saja pembagian riba.
5.) Untuk
mengetahui macam-macam bentuk riba pada masa
jahiliyyah dan sekarang dan untuk tidak melakukannya.
6.) Untuk
mengetahui apa saja dampak riba.
7.) Untuk
mengetahui cara bertaubat dari riba.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
RIBA
Riba secara bahasa dari
kata .(
ربا – يربو)
Di
dalam bahsa arab artinya “tumbuh dan berkembang”. Maka segala sesuatu yang
bertambah dinamakan riba. Menurut istilah, riba berarti menambahkanbeban kepada
pihak yang berhutang (dikenal dengan riba dayn) atau menambahkan takaran
saat melakukan 6 komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam)
denagan jenis yang sama, atautukar-menukar emas dengan perak dan makanan yang dengan
makanan dengan cara tidak tunai (dikenal dengan riba ba’i).
B.
SEJARAH RIBA
Riba merupakan penyakit
ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam peradaban manusia. Beberapa
pakar ekonomi memperkirakan bahwa riba telah aad sejak manusia mengenal uang
(emas, perak).
Tertulis
dalam kitab perjanjian lama bahwa diharamkan orang Yahudi mengambil riba dari
orang Yahudi, namun diperbolehkan orang Yahudi mengambil riba dari orang di
luar Yahudi[2].
Alqur’an
menjelaskan bawa Bani Israil (umat Nabi Musa ‘alaihis salam) melakukan
riba dan Allah-pun telah melarang mereka memakan riba. Allah ﷻ
berfirman,
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا
عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
كَثِيرًا ﴿160﴾ وَأَخْذِهِمُ
الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿161﴾
“Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan
riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-nisaa’: 160-161)
Kemudian umat
Yahudi memperkenalkan riba kepada bangsa arab di semananjung Arabia, tepatnya
di kota Thaif dan Yatsrib (Madinah). Di dua kota ini Yahudi berhasil meraup
keuntungan yang tak terhingga, sampai-sampai orang-orang Arab jahiliyyah
menggadaikan anak, istri, dan diri mereka sendiri sebagai jaminan
merekadijadikan budak Yahudi.
Dari kota
Thaif praktik riba menjalar ke kota Madinah dan dipraktikkan oleh para
bangsawan kaum Quraisy jahiliyyah[3] .
Maka kemudian riba marak di kota Mekkah.
C.
DALIL-DALIL TENTANG HARAMNYA RIBA
·
DALIL-DALIL DARI AL-QUR’AN DAN
AS-SUNAH TENTANG HARAMNYA RIBA
1)
Firman Allah ﷻ,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴿275﴾
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS.
Al-Baqarah: 275)
2)
Firman Allah ﷻ,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ ﴿278﴾
وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ ﴿279﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah
dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279)
3)
Firman Allah ﷻ,
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرْبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿ ٢٧٦﴾
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (Q.S Al-Baqarah: 276)
4)
Rasul ﷺ
melaknat semua orang yang terlibat dalam riba. Dari Jabir bin Abdillah رحمه الله,
ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ ))
هُمْ سَوَاءٌ ((
‘’Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan
dengan riba, juru tulis transaksi riba dan dua orang saksinya. “Kedudukan
mereka itu semuanya sama”. ‘’ (HR. Muslim
nomor 2995)
5)
Dari Abu Hurirah , Nabi bersabda ﷺ
bersabda,
اِجْتَنِبُوْا
السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ, قَالُوْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ , وَمَا هُنَّ ؟ قَالُوْ
: الشِّرْكُ بِاللهِ , وَالسِّحْرُ , وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ , وَأَكْلُ الرِّبَا , وأَكْلُ مَالَ الْيَتِيْمِ , وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ
الزَّحْفِ , وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلَاتِ.
“Jauhilah tujuh perkara
riba yang membawa kepada kehancuran. ‘para sahabat berkata: ‘wahai Rasulullah,
apakahtujuh perkara itu? ’ Beliau berkata: ‘(1) Syirik kepada Allah, (2) sihir,
(3) membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan sebab yang
dibenarkan oleh agama, (4) memakan riba, (5) memakan harta anak yatim, (6)
membelot (desersi) dalam peperangan, dan (7) melontarkan tuduhan zina terhadap
wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa sedangkan ia tidak tahu
menahu tentangnya.’ [4]
·
DALIL DARI IJMA’ TENTANG HARAMNYA
RIBA
A. ‘Abdullah bin
Mas’ud رحمه االله berkata,
“Barangsiapa meminjamkan sesuatu lalu ia mensyaratkan adanya tambahan, walaupun
hanya seganggam rumput, itu termasuk
jenis riba.”[5]
B. Imam Ibnul
Mundzir رحمه االله berkata, “Para
ulama telah ber-ijma’ (sepakat) bahwa jika seseorang meminjamkan sesuatu
kepada orang lain dengan syarat orang tersebut memmberinya tambahan atau
hadiah, maka ia telah mengambil riba.”[6]
C. Imam Ibnu Hazm
رحمه
االله berkata, “Tidak boleh mensyaratkan tambahan yang lebih banyak
atau sedikit dari nilai yang dipinjam karena itu merupak riba.”[7]
D.
PEMBAGIAN RIBA
1. RIBA DAYN
Riba dayn adalah
riba yang dilakukan oleh bangsa arab jahiliyyah, yaitu: pemberi hutang
mensyaratkan kepada peminjam untuk mengembalikan hutang ditambah bunga, atau
penjual barang tidak tunai mensyaratkan denda jia si pembeli telat melunasi
kewajiban bayar nya yang telah jatuh tempo, atau si pembeli sendiri
yangmengajukan perssyaratanuntuk
membayar denda dengan ucapan, “Beri saya tenggang waktu dan akansaya bayar
lebih besar dari harga semula” .
KAPAN RIBA DAYN BOLEH DILAKUKAN ?
Riba dayn
tetap diharamkan walaupun jumlahnya hanya sedikit, tidak ada keringanan
sedikitpun dalam jumlah riba, hukumnya haram sekalipun kecil. Sekalipun, transaksaksinya dibutuhkan oleh
oranng banyak, kecuali dalam keadaan darurat.
Imam Malik
berkata, “Adapun riba, selamanya wajib dikembalikan dan tidak dibolehkan baik
banyak maupun sedikit”[8].
2. RIBA BA’I
Riba ba’i adalah riba yang obyeknya adalah akad jual-beli. Dan riba
ini dibagi menjadi 2:
· Riba fadhl yaitu tukar
menukar salah satu dari 6 jenis riba (emas, perak,
gandum, gandum jenis murah, kurma, dan garam) dengan sejenis dan ukuran yang
berbeda
· Riba nasi’ah yaitu menukar
salah satu harta riba denga harta riba
lainnya yang sejenis atau berlainan jenis akan tetapi ‘illatnya
sama(yaitu: emas dan perak ‘illatnya alat tukar.
Gandum, sya’ir, kurma, dan garam ‘illatnya makanan
pokok dan tahn lama) dengan cara tidak tunai. Dan riba nasi’ah adalah transaksi yang dikenal pada masa jahiliyyah. Imam Ibnu
Jarir ath-Thabari meriwyatkan dari Qotadah
, beliau berkata, “Riba pada masa jahiliyyah ialah seseorang menjual
suatu barang dengan pemabyaran yang diakhirkan untuk masa tertentu, juka telah
jatuh tempo akan tetapi orang yang membelinya belum bisa membayarnya, maka ia
akan menambah harganya sesuai dengan waktu keterlambatannya.”[9]
APAKAH ADA RIBA BA’I YANG DIPERBOLEHKAN ?
Riba jenis ini diharamkan bukan karena zatnya,
akan tetapi diiharamkan karena riba ini dapat membuka celah dilakukannya riba
dayn yang dilakukan oleh orang jahiliyyah. Dan riba ini diharamkan keculali
dalam keadaan darurat yang berakibat hilangnya salah satu dari lima hal yang darurat bagi seorang
manusia, yaitu; nyawa, agama, harta, akal dan kehormatan diri.
E.
TRANSAKSI RIBA PADA MASA JAHILIYYAH
DAN SEKARANG
ü
TRANSAKSI RIBA PADA MASA SEKARANG
1.)
Bunga bank
Yaitu imbalan
yang dibayar oleh pinjaman atas dana yang diterima, bunga dinyatakn dalam
persen.
Fatwa
terkait bunga bank:
1.)
Hukum mengambil bunga bank
Ulama sepakat
bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbada pendapat
tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan
keberbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat pertama,
bunga bank wajib ditinggal dan sama sekali tidak boleh diambil.
Pendapat kedua,
dibolehkan mengambil bunga bank, untuk disalurkan ke kegiatan sosial
kemasyarakatan.
2.)
Menginfakannya untuk masjid
Pendapat pertama, tidak boleh mengguanakan
uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba hanya boleh disalurkan untuk
fasislitas umum atau untuk diberikan kepada fakir miskin.
Pendapat kedua, boleh digunakan untuk
kegiatan keagamaan, bahkan untuk membangun masjid sekalipun. Karena bunga bank
bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan
keagamaan tidak jadi masalah.
Setidaknya dengan memahami perselisishan ini,
kita bisa bersikap toleran, ketika ada sebagian orang yang menyalurkan uangnya
untuk pembangunan masjid. Allahu a’lam.
Bagaimana jika secara kebetulan pemilik
rekening ini mendapatkan hadiah dari bank, apkah hadiah tersebut halal?
Kita sangat memahami, bank memberikan hadiah
semacam ini, sebagai bentuk terima kasih atas dana yang disetorkan nasabah
kepadanya. Jika diberikan karena anda menjadi nasabah bank, tidak boleh
diterima.
Hadiah dari bank, namn bukan karena kebaradaan
rekening kita di bank, bukan pula karena kerja sama yang menguntungkan bank.
Namun, murni pemberian bank. Misalnya, pihak bank memberikan suatu hadiah karna
kita bertetangga dengan bank. Seperti, makanan atau hadiah lainnya yang
disediakan bank untuk semua yang berkunjung ke kantornya.
Aturan dalam masalah ini kembali kepada hukum
menerima pemberian dari orang yang penghasilannya riba.
Sebagian ulama membolehkan untuk menerimanya,
meskipun ada juga yang keras melarangnya.
Sementara ulama yang membolehkannya,
diantaranya Imam Ibnu utsaimin. Beliau berdalil dengan aktivitas mu’amalah yang
terjadi antara Nabi ﷺ
dan
para sahabat, dengan orang-orang ysahudi disekitar Madinah. Sementara banyak
diantar yahudi itu yang pekerjaannya sebagai rentenir bagi penduduk Madinah di
masa sebelum islam datang.[10]
Dan insyaAllah inilah yang mendekati
kebenaran. Allahu a’lam.
HUKUM MENABUNG DI BANK
1.)
Menabung di bannk untuk mengambil dan memanfaatkan bunganya
Ulama sepakat bunga bank adalah riba
yang haram. Dan menabung di bank dengan maksud mengambil dan memanfaatkan bunga
bank untuk kepentingan pribadi, hukumnya terlrang.
2.) Menabung di bank karena alasan keamanan
Para ulama membolehkan jika ada
kebutuhan yang mendesak.
3.) ukuran
darurat masalah keuangan
Dibolehkan menabung di bank untuk
mengamankan uang, yang tidak mungkin untuk disimpann di selain bank.
4.) Hukum
menabung untuk disedekahkan bunganya.
Ini sama halny dengan orang yang
mencuuri dengan tujuan unttuk bersedekah. Padahal Allah ﷻ
tidak
menerima perbuatan dari hamba-NYA, kecuali yang baik.
2.)
Jual – Beli Kredit
Hakikat
membeli barang secar kredit adalah membeli barang dengan cara berhutang. Hutang
tidak dianjurkan dlam syari’at islam kecuali seseorang sangat membutuhkan
barang tersebut dan ia merasa mampu u ntuk melunasinya. Maka tidak dianjurkan
seoraang muslim untuk membeli barang yang merupakan kebutuhan luks secar
kredit.
Dengan
demikian, bila seseorang sangat membutuhkan suatu barang yang diperkirakan ia
mampu melunsinya, dibolehkan baginya membeli barng dengan cara kredit[11]
sekalipun harganya lebih mahal daripada harga tunai bila persyaratan lainnya terpenuhi.
Syaikh Abdul
Aziz bin Baz رحمه الله
, juga pernah berkata, “Jual belikredit hukumnya boleh, dengan syarat bahwa
lamanya masa angsuran serta jumlah angsuran diketahui dengan jelas saat akad,
sekalipun jual kredit biasanya lebih mahal dari pada jual tunai. Hal ini
dibolehkann, karena kedua belah pihak mendapat keuntungan dari jual beli kredit; penjual mendapat
untung karena tempo tunggakan pembayaran.”[12]
Sebagian ulam
kontemporer mengharamkan jual-beli kredit yang harganya lebih mahal dari pada
harga tunai, pendapat ini dippulerkan oleh Syaikh Al-Albani رحمه
الله .
Dan juga imam
syafi’i:
“Penjual
berkata, “Aku jual budak ini jika tunai
seharga seribu dinar dan jika kredit dua ribu, mana saja dari dua jual beli ini
yang saya pilih atau engkau pilih maka akadnya menjadi lazim”. Jual beli ini
dilarang karena hargarganya tidak jelas.”[13]
Juga
sebagaiman dikatakan oleh Tirmidzi setelah meriwayatkan hadist di atas, “Para
ulama menafsirkan makna hadiah ini,bahwa bentuk melakukan jual beli dalam
satujual beli, yaitu: penjual berkata, “aku jual qamis ini, dengan harga 10
dinar tunai dan 20 dinar kredit. Lalu penjual dan pembeli berpisah sedangkan
kesepakatan atas salah satu jual beli (kredit/tunai) belum terjadi. Adapun bila
mereka berpisah dan kesepakatan atas suatu jual beli sudah terjadi maka
transakasi ini dibolehkan.”[14]
3.)
Kartu kredit
Yaitu kartu
yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan salah satunya sebagai alat
pembayaran secara kredit atas perolehan barang atau jasa; dalam pembayaran
kembali kartu kredit tersebut, pemegang kartu tidak diwajibkan melakukan
pembayaran sekaligus, tetapi diberi
kelonggaran waktu untuk membayar secara angsuran dengan tingkat bunga tertentu
dannilai angsuran sebesar presentase tertentu dari saldokredityang telah
digunakan.
Inilah yang
mejadi masalah dalam transaksi. Ada keterlibattan transaksi bermasalah, yaitu
utang piutang antara bank dan nasabah yang ada bunganya (riba). Dan dalam
transaksi ini melibatkanntandatangan 4 pihak Sehingga ada 4 pelaku riba, yaitu:
1)
Developer
sebagai pemilik barang (properti)
2)
Konsumen
sebagai pembeli barang
3)
Bank sebagai
penyedia dana talangan tunai
4)
Notaris
sebagai saksi dan pencatat transaksi.
HUKUM KREDIT
Dalam tinjauan fikih kartu kredit merupakan
gabungan dari tiga akad, yaitu: qardh (utang), kafalah (jaminan),
dan ijarah (jasa). Untuk menjatuhkan hukum hala tau haram menggunakan
karru kredeit harus dilihat sejauh mana penerapan syarat dan rukun tiga akad
tersebut pada kartu kredit.
4.)
Barang Gadai
Transaksi
gadai, digolongkan para ulama sebagai akad yang tujuannnya memberikan jaminan
kepercayaan kepada pelaku akad. Karena itulah, akad ini bisa berlaku dalam
transaksi komersil sseperti utang piutang maupun transaksi non- komersil,
sepertijual beli, bahkan termasukdalam akad musyarakah, seperti mudharabah.
Karena itu, akad
ini tidak memberikan konsekuensi terhadap perpindahan kepemilikan barang gadai.
Konsekuensi dari hal ini,
[1] barang
gdadai statusnya amanah murtahin
[2] barang
gadai tetap menjadi milik rahin (orang yang berhutang)
[3] jika
terjadi kegagalan, misalnya utang bermasalah atau taransaksi yang di jamin
bermasalah, barang gadai tidak otomatis pindah kepemilikan.
[4] semua
biaya perawatan barang gadai, di tanggung olehrahin (yang berhutang), karena
ini memang miliknya.
Perlu di garis
bawah, bahwa dalam transaksi gadai, tujuan utamanya hanya untuk jaminan
kepercayaan dan keamanan, dan bukan untuk memberi keuntungan bagi pihak yang
menerima gadai (murtahin).
Karena itu,
pemanfaatan barang gadai oleh pemberi utang, berarti dia mendapatkan manfaat
dari utang yang dia berikan. Sementara mengambil manfaat (keuntungan) dari utang yang diberikan, termasuk riba.
Seperti yang dinyatakan dalam kaidah,
كُلُّ
قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap utang
yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.” (HR.Baihaqi).
ü RIBA PADA MASA JAHILIYYAH
1) Seseorang
memberikan pinjaman 10 keping uang emas selama waktu yang di tentukan dengan
syarat nanti di bayar 11 keping uang emas
2) Seseorang meminjam 10 keping uang emas, bila jatuh tempo pelunasan dan ia
belum mampu membayar, ia mengatakan, “Beri
saya masa tangguh, nanti piutang anda akan saya bayar”.
3) Seseorang memberikan pinjaman modal usaha 100 keping emas. Setiap
bulannya ia mendapat bunga 2 keping emas. Bila sampai pada masa yang di
tentukan, si peminjam harus mengembalikan modal utuh sebanyak 100 keping emas.
Jika ia telat melunasi maka ia harus membayar denda keterlambatan yang
terkadang rasionya lebih besar dari pada bunga bulanan.
4) Seseorang membeli barang dengan cara tidak tunai. Bila dia belum melunasi
hutang pada saat jatuh tempo maka ia harus membayar denda keterlambatan selain
melunasi hutang pokok.
F.
DAMPAK RIBA
Selayaknya bagi
seorang muslim untuk taat dan patuh tatkala Allah dan rasul-Nya melarang
manusia dari sesuatu. Bukanlah sifat seorang muslim, tatkala berhadapan dengan
larangan Rabb-nya atau rasul-Nya dirinya malah berpaling dan memilih untuk
menuruti apa yang diinginkan oleh nafsunya.
Tidak
diragukan lagi bahwasanya riba memiliki bahaya yang sangat besar dan dampak
yang sangat merugikan sekaligus sulit untuk dilenyapkan. Tentunya tatkala Islam
memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah disana terkandung suatu
hikmah, sebab dinul Islam tidaklah memerintahkan manusia untuk melakukan
sesuatu melainkan disana terkandung sesuatu yang dapat menghantarkannya kepada
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya, bila syari’at ini
melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu tersebut mengandung kerusakan dan
berbagai keburukan yang dapat menghantarkan manusia kepada kerugian di dunia
dan akhirat.
Dalam
permasalahan riba ini pun tidak jauh berbeda, cukuplah nash-nash yang telah
lewat menggambarkan keburukan riba. Namun, tatkala kesadaran mulai melemah dan
rendahnya keinginan untuk merenungi nash-nash syar’i telah menyebar di kalangan
kaum muslimin, perlu kiranya menjelaskan berbagai keburukan dan dampak negatif
yang dihasilkan oleh berbagai transaksi ribawi.
Riba bedampak
buruk terhadap:
1.
Pribadi
2.
Masyarakat
3.
Ekonomi
· Merusak sumber
daya manusia
· Menghambat
lajunya pertumbuhan ekonomi
· Menciptakan
kesenjangan sosial
· Faktor utama
terjadinya krisis ekonomi global
G.
TATA CARA BERTAUBAT
Bila seorang mukmin sadar dan ingin bertaubat, maka agar taubatnya di
terima oleh allah, para ulama telah menjelaskan tentang syarat-syarat yang
harus dilakukan. Syarat –syarat di sarikan dari Al- qur’an dan Hadis.
An nawawi berkata, “Bertauabat dari setiap dosa hukumnya wajib. Jika dosa
yang di lakukan antara seorang hamba dengan Allah ﷻ dan tidak
berhubungan denngan anak adam, maka ada 3 syarat untuk kesempurnaan taubatnya:
1.) Orang yang bertaubat
harus berhenti meninggalkan dosa saat itu juga,
2.) Ia harus menyesali
perbuatannya,
3.) Ia harus bertekad
untuk tidak akan mengulanginya lagi selama-lamanya.
Bila salah satu
syarat diatas tidakk terpenuhi, taubatnya tidak sah. Dan jika dosa yang telah
dilakukan berhubungan dengan hak anak adam, maka ayarat diatas ditambah satu
lagu, yaitu penyelesaiandosa tersebut. Jika dosa itu brbentuk harta, maka ia
wajib mengembalikannya
Persyaratan taubat
yang keempat yaitu, penyelesaian dosa yang berkaitan dengana anak adam, hal ini
berkaitan erat dengan taubat dariharta haram.
· Cara bertaubat dari harta hasil
mu’amalat yang dilakukan atas dasar saling ridho.
Orang yang mendapatkan barang atau uang hasil mu’amalat
atas dasar saling ridho, tetapi bentuk mu’amalatnya diharamkan Allah ﷻ, seperti halnya pemberian pemakan harta
riba saling ridho dalam akad riba yang mereka lakukan.
1.)
Jika dia tidak
tahu bahwa mu’amalat yang dilakukannya
haram,
Hukum bagi orang
yang tidak atahu bahws hhukum riba adalah haram sama dengan orang yang belum diturunkan kepadanya ayat yang melarang riba. Adapun
barang atau uang yang telah diterima dan
telah digunakan selama ini adalah miliknya dan ia tidak berdosa karena ia tidak
mengetahui hukumnya dan semoga Allah ﷻ mengampuni kelalaiannya.
Cara bertaubat dari barang
atau uang hasil mu’amalat jenis ini, bahwa pada saat ia mengetahui mu’amalat
ini diharamkan, ia wajibberhenti mengambil baranag atau uang yang belum diserahkan
rekan transaksi kepadanya.
2.)
Jika dia tahu
bahwa mu’amalat yang dilakukannya adalah haram,
Barang atau uanag yanag yang diterima habis
digunakan, maka ia wajib memperkirakannya danmenggantinkannya, lalu
disedekahkan untuk fakir miskinatau kepentingan umum, atau untuk baitul maal
(kas negara) dalam rangka membebaskan dirinya dari dosa harata haram dan bukan
disedekahkan atas nama orang yang memberikannya, karena harta tersebut telah
keluar dari kepemilikan pemberiannya saat ia memberikan denagan suka-rela atas
imbalan yang ia dapatkan, sekalipun imbalan tersebut hukumnya haram.
Cara bertaubat dari
barang atau uang hasil mu’amalat jenis ini, adalah
dengan caratidak mengambil barang atau uang yang belum diserahkan lawan
transaksi kepadanya.
Secara umum, syarat
taubat nasuha untuk semua dosa bentuknya sama Syaikh Salim bin Id al-Hilali
dalam kitabnya at-Taubah an-Nasuha menyebutkan ada 9 syarat agar taubat bisa
menjadi taubat nasuha.
1.) Islam.
Taubat yang diterima
hanyalah ddari seorang muslim. Sementara orang kafir, taubatnya adalah masuk
islam.
2.) Ikhlash.
Taubat harus
didasari keikhlasan. Taubat karena riya’ atau tujuan duniawi, tidak dikatakan
sebagai taubat syar’i.
3.) Mengakui dosa.
Tidak sah taubat,
kecuali setelah mengetahui perbuatan dosa tersebut dan mengakui kesalahannya.
4.) Ada penyesalan.
Taubat diterima jika ada penyesalan.
5.) Meninggalkan kemaksiatan dan
mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya.
Orang yang bertaubat
wajib meninggalkan kemaksiatannya (al-iqla’). Mengaku bertaubat
tapimasih bertahan dalam kesalahan, belum disebut bertaubat.
Taubat daddri riba
bagi karyawan bank, hanya bisa dilakukan jika dia resign dari bank.
6.) Jika dosa itu terkait hak orang
lain, harusmengembalikan setiap hak kepada pemiliknya.
Jika berupa harta
harus dikembalikan dgn yang semisal atau senilai
7.) Taubat dilakukan sebelum sakaratul
maut atau sebeleum matahari terbit
diarah barat.
8.) Istiqomah setelah taubat.
9.) Mengadakan perbaikan setelah
taubat.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Riba adalah
salah satu dosa besar yang diharamkan allah terhadap umat Yahudi dan umat
Islam. Dan berdampak buruk terhadap pribadi, masyarakat, dan ekonomi. Harta
haram yang meraja lela pertanda azab akan turun menghancurkan masyarakat dimana
harta haramm tersebut berada. Nabi ﷺ melaknat para pelaku maksiat salah satunya adlah pemakan riba,
yang memberi makan dengannya, penulisnya, dan saksinya
2. SARAN
PENULIS
Rizqi yang ada
di tangan Allah ﷻ,
yang dibagikan kepada para hamba-NYA dan apa yang ada di tangan kita akan kita
pertanggung jawabkan dihadapan Allah ﷻ.
Bila terlanjur
mengais harta dengan cara yang haram, secepatnyalah bertaubat kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ
memerintahkan orang-orang beriman agar segera bertaubat, setelah Allah ﷻ melarang mereka memakan riba.
Dan dalam
Al-qur’an, Allah ﷻ
memisalkan semangat orang kafir dalam mencari dunia, layaknya binatang. Mereka
memakan, menikmati dunia, tanpa pernah peduli apakah itu rumput miliknya atau rumput
milik tetangganya.
Allah ﷻ berfirman,
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ
وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ ﴿12﴾
“Dan orang-orang
kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang.
Dan Jahannam untuk tempat tinggal mereka” (QS.Muhammad:12)
Tentu saja, kita sebagai muslim/ah
tidak ingin seperti mereka. Meniru karakter manusia yang Allah ﷻ
sebut seperti binatang.
Bagi saudaraku
kaum muslimin mari kita tegakkan amar ma'ruf nahi munkar dalam memerangi
riba. Karena sungguh riba adalah dosa besar yang sangat dimurkai Allah ﷻ.
Semoga atas
apa yang telah penulis paparkan dalam makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
ketaqwaan pada Allah ﷻ.
Tak lupa
penulis mohon maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada pada tulisan ini karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah ﷻ
semata.
[2] DR. Abdullah Al Umrani, Al Manfaa’atu fil Qardh, hal 86.
[4] Shahih: HR.
Al-Bukhari (no. 2766, 5764, 6857) dan Muslim (no. 89), dari Sahabat Abu
Hurairah رضي الله عنه
Post a Comment