MAKALAH BUNGA NAN INDAH NAMUN HINA

Posted by GLOBAL MAKALAH

MAKALAH
BUNGA NAN INDAH NAMUN HINA

Keterangan :
untuk download makalah di bawah anda tinggal click link di bawah :
----------------------------------------------------------------------------------

BAB 1
PENDAHULUAN

A.          LATAR BELAKANG
Segala puji bagi Allah , Rabb semesta alam. Shalawat dan slam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad . Amma ba’du.
Mencari yang halal di akhir zaman, mungkin sangat melelahkan. Namun perlu diingat , lelah mencari yang hallah, bukan perbuatan yang sia-sia. Karena itu bagian dari prjuangan hamba untuk menjaga aturan syari’at dalam mencari nafkah.
Dalam rangka ikut serta mencegah terjadinya dampak buruk dari maraknya peredaran harta haram, maka dirasa sangat penting membahas harta haram dalam mu’amalat kontemporerseperti, riba.
Atas pertimbangan bahwa hukum asal setiap mu’amalatadalah halal kecuali bila terdapat larangan dari al-qur’an dan hadis. Ibnu Utsaimin رحمه الله berkata,
مَا دَامَ لَيْسَ فِيْهِ ظُلْمٌ وَلَا غَرَرٌ وَلَا رِبًا فَالأَصْلُ الصِّحَّةُ
‘’Selama dalam akad tidak terdapat unsur kedzaliman, gharar, dan riba maka akad tersebut sah’’[1]
Untuk itu, dengan mangacu pada uraian diatas, maka penulis menyusun sebuah karya tulis yang berjudul “BUNGA NAN INDAH NAMUN HINA” . Penulis mengangkat judul tersebut gunameyakinkan kaum muslimin tentang bahay riba, mengingat akn dosa-dosa riba, dan supaya terhidar darinya.

B.          RUMUSAN MASALAH
1.)  Apakah riba itu?
2.)  Bagaimanakah sejarah riba itu?
3.)  Dalil-dalil apa saja tentang riba?
4.)  Apa saja pembagian tentang riba itu?
5.)  Bagaimana transaksi riba terjadi?
6.)  Apa saja dampak riba?
7.)  Bagaimana meninggalkan  riba (cara bertaubat)?

C.          TUJUAN PENULISAN
Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.)  Untuk mengetahui apa itu riba.
2.)  Untuk mengetahui sejarah riba.
3.)  Untuk mengetahui dalil-dalil tentang riba.
4.)  Untuk mengetahui apa saja pembagian riba.
5.)  Untuk mengetahui macam-macam bentuk riba pada masa jahiliyyah dan sekarang dan untuk tidak melakukannya.
6.)  Untuk mengetahui apa saja dampak riba.
7.)  Untuk mengetahui cara bertaubat dari riba.




BAB 2
PEMBAHASAN

A.          DEFINISI RIBA
Riba secara bahasa dari kata .( ربا – يربو) Di dalam bahsa arab artinya “tumbuh dan berkembang”. Maka segala sesuatu yang bertambah dinamakan riba. Menurut istilah, riba berarti menambahkanbeban kepada pihak yang berhutang (dikenal dengan riba dayn) atau menambahkan takaran saat melakukan 6 komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) denagan jenis yang sama, atautukar-menukar emas dengan perak dan makanan yang dengan makanan dengan cara tidak tunai (dikenal dengan riba ba’i).

B.          SEJARAH RIBA
Riba merupakan penyakit ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam peradaban manusia. Beberapa pakar ekonomi memperkirakan bahwa riba telah aad sejak manusia mengenal uang (emas, perak).
Tertulis dalam kitab perjanjian lama bahwa diharamkan orang Yahudi mengambil riba dari orang Yahudi, namun diperbolehkan orang Yahudi mengambil riba dari orang di luar Yahudi[2].
Alqur’an menjelaskan bawa Bani Israil (umat Nabi Musa ‘alaihis salam) melakukan riba dan Allah-pun telah melarang mereka memakan riba. Allah berfirman,
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا ﴿160﴾ وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿161﴾
 “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-nisaa’: 160-161)

Kemudian umat Yahudi memperkenalkan riba kepada bangsa arab di semananjung Arabia, tepatnya di kota Thaif dan Yatsrib (Madinah). Di dua kota ini Yahudi berhasil meraup keuntungan yang tak terhingga, sampai-sampai orang-orang Arab jahiliyyah menggadaikan anak, istri, dan diri mereka sendiri sebagai jaminan merekadijadikan budak Yahudi.
Dari kota Thaif praktik riba menjalar ke kota Madinah dan dipraktikkan oleh para bangsawan kaum Quraisy jahiliyyah[3] . Maka  kemudian riba marak di kota Mekkah.

C.          DALIL-DALIL TENTANG HARAMNYA RIBA
·        DALIL-DALIL DARI AL-QUR’AN DAN AS-SUNAH TENTANG HARAMNYA RIBA
1)      Firman Allah ,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴿275﴾
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)
2)      Firman Allah ,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ ﴿278﴾ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ ﴿279﴾
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279)
3)      Firman Allah ,
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرْبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿ ٢٧٦﴾
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (Q.S Al-Baqarah: 276)
4)      Rasul melaknat semua orang yang terlibat dalam riba. Dari Jabir bin Abdillah رحمه الله, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ )) هُمْ سَوَاءٌ ((
‘’Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba dan dua orang saksinya. “Kedudukan mereka itu semuanya sama”. ‘’ (HR. Muslim nomor 2995)
5)      Dari Abu Hurirah , Nabi  bersabda bersabda,
اِجْتَنِبُوْا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ, قَالُوْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ , وَمَا هُنَّ ؟ قَالُوْ : الشِّرْكُ بِاللهِ , وَالسِّحْرُ , وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ , وَأَكْلُ الرِّبَا , وأَكْلُ مَالَ الْيَتِيْمِ , وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ , وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلَاتِ.
“Jauhilah tujuh perkara riba yang membawa kepada kehancuran. ‘para sahabat berkata: ‘wahai Rasulullah, apakahtujuh perkara itu? ’ Beliau berkata: ‘(1) Syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan oleh agama, (4) memakan riba, (5) memakan harta anak yatim, (6) membelot (desersi) dalam peperangan, dan (7) melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa sedangkan ia tidak tahu menahu tentangnya.’ [4]





·        DALIL DARI IJMA’ TENTANG HARAMNYA RIBA
A.  ‘Abdullah bin Mas’ud رحمه االله berkata, “Barangsiapa meminjamkan sesuatu lalu ia mensyaratkan adanya tambahan, walaupun hanya seganggam rumput, itu termasuk  jenis riba.”[5]

B.   Imam Ibnul Mundzir رحمه االله berkata, “Para ulama telah ber-ijma’ (sepakat) bahwa jika seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat orang tersebut memmberinya tambahan atau hadiah, maka ia telah mengambil riba.”[6]

C.  Imam Ibnu Hazm  رحمه االله berkata, “Tidak boleh mensyaratkan tambahan yang lebih banyak atau sedikit dari nilai yang dipinjam karena itu merupak riba.”[7]

D.          PEMBAGIAN RIBA
1. RIBA DAYN
Riba dayn adalah riba yang dilakukan oleh bangsa arab jahiliyyah, yaitu: pemberi hutang mensyaratkan kepada peminjam untuk mengembalikan hutang ditambah bunga, atau penjual barang tidak tunai mensyaratkan denda jia si pembeli telat melunasi kewajiban bayar nya yang telah jatuh tempo, atau si pembeli sendiri yangmengajukan  perssyaratanuntuk membayar denda dengan ucapan, “Beri saya tenggang waktu dan akansaya bayar lebih besar dari harga semula” .
KAPAN RIBA DAYN BOLEH DILAKUKAN ?  
Riba dayn tetap diharamkan walaupun jumlahnya hanya sedikit, tidak ada keringanan sedikitpun dalam jumlah riba, hukumnya haram sekalipun kecil.  Sekalipun, transaksaksinya dibutuhkan oleh oranng banyak, kecuali dalam keadaan darurat.
Imam Malik berkata, “Adapun riba, selamanya wajib dikembalikan dan tidak dibolehkan baik banyak maupun sedikit”[8].

2. RIBA BA’I
Riba  ba’i adalah riba  yang obyeknya adalah akad jual-beli. Dan riba ini dibagi menjadi 2:
·       Riba fadhl yaitu tukar menukar salah satu dari 6 jenis riba (emas, perak, gandum, gandum jenis murah, kurma, dan garam) dengan sejenis dan ukuran yang berbeda
·       Riba nasi’ah yaitu menukar salah satu harta riba denga harta riba  lainnya yang sejenis atau berlainan jenis akan tetapi ‘illatnya sama(yaitu: emas dan perak ‘illatnya alat tukar. Gandum, sya’ir, kurma, dan garam ‘illatnya makanan pokok dan tahn lama) dengan cara tidak tunai. Dan riba nasi’ah  adalah transaksi  yang dikenal pada masa jahiliyyah. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari meriwyatkan dari Qotadah  , beliau berkata, “Riba pada masa jahiliyyah ialah seseorang menjual suatu barang dengan pemabyaran yang diakhirkan untuk masa tertentu, juka telah jatuh tempo akan tetapi orang yang membelinya belum bisa membayarnya, maka ia akan menambah harganya sesuai dengan waktu keterlambatannya.”[9]

APAKAH ADA RIBA BA’I YANG DIPERBOLEHKAN ?
Riba jenis ini diharamkan bukan karena zatnya, akan tetapi diiharamkan karena riba ini dapat membuka celah dilakukannya riba dayn yang dilakukan oleh orang jahiliyyah. Dan riba ini diharamkan keculali dalam keadaan darurat yang berakibat hilangnya salah  satu dari lima hal yang darurat bagi seorang manusia, yaitu; nyawa, agama, harta, akal dan kehormatan diri.

E.         TRANSAKSI RIBA PADA MASA JAHILIYYAH DAN SEKARANG

ü TRANSAKSI RIBA PADA MASA SEKARANG
1.)         Bunga bank
Yaitu imbalan yang dibayar oleh pinjaman atas dana yang diterima, bunga dinyatakn dalam persen.
Fatwa terkait  bunga bank:
1.) Hukum mengambil bunga bank
Ulama sepakat bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbada pendapat tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan keberbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat pertama, bunga bank wajib ditinggal dan sama sekali tidak boleh diambil.
Pendapat kedua, dibolehkan mengambil bunga bank, untuk disalurkan ke kegiatan sosial kemasyarakatan.
2.)  Menginfakannya untuk masjid
Pendapat pertama, tidak boleh mengguanakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba hanya boleh disalurkan untuk fasislitas umum atau untuk diberikan kepada fakir miskin.
Pendapat kedua, boleh digunakan untuk kegiatan keagamaan, bahkan untuk membangun masjid sekalipun. Karena bunga bank bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah.
Setidaknya dengan memahami perselisishan ini, kita bisa bersikap toleran, ketika ada sebagian orang yang menyalurkan uangnya untuk pembangunan masjid. Allahu a’lam.
Bagaimana jika secara kebetulan pemilik rekening ini mendapatkan hadiah dari bank, apkah hadiah tersebut halal?
Kita sangat memahami, bank memberikan hadiah semacam ini, sebagai bentuk terima kasih atas dana yang disetorkan nasabah kepadanya. Jika diberikan karena anda menjadi nasabah bank, tidak boleh diterima.
Hadiah dari bank, namn bukan karena kebaradaan rekening kita di bank, bukan pula karena kerja sama yang menguntungkan bank. Namun, murni pemberian bank. Misalnya, pihak bank memberikan suatu hadiah karna kita bertetangga dengan bank. Seperti, makanan atau hadiah lainnya yang disediakan bank untuk semua yang berkunjung ke kantornya.   
Aturan dalam masalah ini kembali kepada hukum menerima pemberian dari orang yang penghasilannya riba.
Sebagian ulama membolehkan untuk menerimanya, meskipun ada juga yang keras melarangnya.
Sementara ulama yang membolehkannya, diantaranya Imam Ibnu utsaimin. Beliau berdalil dengan aktivitas mu’amalah yang terjadi antara Nabi dan para sahabat, dengan orang-orang ysahudi disekitar Madinah. Sementara banyak diantar yahudi itu yang pekerjaannya sebagai rentenir bagi penduduk Madinah di masa sebelum islam datang.[10]
Dan insyaAllah inilah yang mendekati kebenaran. Allahu a’lam.
HUKUM MENABUNG DI BANK
1.)  Menabung di bannk untuk mengambil dan memanfaatkan bunganya
Ulama sepakat bunga bank adalah riba yang haram. Dan menabung di bank dengan maksud mengambil dan memanfaatkan bunga bank untuk kepentingan pribadi, hukumnya terlrang.
2.)  Menabung di bank karena alasan keamanan
Para ulama membolehkan jika ada kebutuhan yang mendesak.
3.) ukuran darurat masalah keuangan
Dibolehkan menabung di bank untuk mengamankan uang, yang tidak mungkin untuk disimpann di selain bank.
4.) Hukum menabung untuk disedekahkan bunganya.
Ini sama halny dengan orang yang mencuuri dengan tujuan unttuk bersedekah. Padahal Allah tidak menerima perbuatan dari hamba-NYA, kecuali yang baik.

2.)         Jual – Beli Kredit
Hakikat membeli barang secar kredit adalah membeli barang dengan cara berhutang. Hutang tidak dianjurkan dlam syari’at islam kecuali seseorang sangat membutuhkan barang tersebut dan ia merasa mampu u ntuk melunasinya. Maka tidak dianjurkan seoraang muslim untuk membeli barang yang merupakan kebutuhan luks secar kredit.
Dengan demikian, bila seseorang sangat membutuhkan suatu barang yang diperkirakan ia mampu melunsinya, dibolehkan baginya membeli barng dengan cara kredit[11] sekalipun harganya lebih mahal daripada harga tunai bila persyaratan  lainnya terpenuhi.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz رحمه الله , juga pernah berkata, “Jual belikredit hukumnya boleh, dengan syarat bahwa lamanya masa angsuran serta jumlah angsuran diketahui dengan jelas saat akad, sekalipun jual kredit biasanya lebih mahal dari pada jual tunai. Hal ini dibolehkann, karena kedua belah pihak mendapat keuntungan  dari jual beli kredit; penjual mendapat untung karena tempo tunggakan pembayaran.”[12]
Sebagian ulam kontemporer mengharamkan jual-beli kredit yang harganya lebih mahal dari pada harga tunai, pendapat ini dippulerkan oleh Syaikh Al-Albani رحمه الله .


Dan juga imam syafi’i:
“Penjual berkata, “Aku jual budak  ini jika tunai seharga seribu dinar dan jika kredit dua ribu, mana saja dari dua jual beli ini yang saya pilih atau engkau pilih maka akadnya menjadi lazim”. Jual beli ini dilarang karena hargarganya tidak jelas.”[13]
Juga sebagaiman dikatakan oleh Tirmidzi setelah meriwayatkan hadist di atas, “Para ulama menafsirkan makna hadiah ini,bahwa bentuk melakukan jual beli dalam satujual beli, yaitu: penjual berkata, “aku jual qamis ini, dengan harga 10 dinar tunai dan 20 dinar kredit. Lalu penjual dan pembeli berpisah sedangkan kesepakatan atas salah satu jual beli (kredit/tunai) belum terjadi. Adapun bila mereka berpisah dan kesepakatan atas suatu jual beli sudah terjadi maka transakasi ini dibolehkan.”[14]

3.)         Kartu kredit
Yaitu kartu yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan salah satunya sebagai alat pembayaran secara kredit atas perolehan barang atau jasa; dalam pembayaran kembali kartu kredit tersebut, pemegang kartu tidak diwajibkan melakukan pembayaran sekaligus, tetapi  diberi kelonggaran waktu untuk membayar secara angsuran dengan tingkat bunga tertentu dannilai angsuran sebesar presentase tertentu dari saldokredityang telah digunakan.  
Inilah yang mejadi masalah dalam transaksi. Ada keterlibattan transaksi bermasalah, yaitu utang piutang antara bank dan nasabah yang ada bunganya (riba). Dan dalam transaksi ini melibatkanntandatangan 4 pihak Sehingga ada 4 pelaku  riba,  yaitu:
1)    Developer sebagai pemilik barang (properti)
2)    Konsumen sebagai pembeli barang
3)    Bank sebagai penyedia dana talangan tunai
4)    Notaris sebagai saksi dan pencatat transaksi.



HUKUM KREDIT
Dalam tinjauan fikih kartu kredit merupakan gabungan dari tiga akad, yaitu: qardh (utang), kafalah (jaminan), dan ijarah (jasa). Untuk menjatuhkan hukum hala tau haram menggunakan karru kredeit harus dilihat sejauh mana penerapan syarat dan rukun tiga akad tersebut pada kartu kredit.

4.)         Barang Gadai
Transaksi gadai, digolongkan para ulama sebagai akad yang tujuannnya memberikan jaminan kepercayaan kepada pelaku akad. Karena itulah, akad ini bisa berlaku dalam transaksi komersil sseperti utang piutang maupun transaksi non- komersil, sepertijual beli, bahkan termasukdalam akad musyarakah, seperti mudharabah.
Karena itu, akad ini tidak memberikan konsekuensi terhadap perpindahan kepemilikan barang gadai. Konsekuensi dari hal ini,
[1] barang gdadai statusnya amanah murtahin
[2] barang gadai tetap menjadi milik rahin (orang yang berhutang)
[3] jika terjadi kegagalan, misalnya utang bermasalah atau taransaksi yang di jamin bermasalah, barang gadai tidak otomatis pindah kepemilikan.
[4] semua biaya perawatan barang gadai, di tanggung olehrahin (yang berhutang), karena ini memang miliknya.
Perlu di garis bawah, bahwa dalam transaksi gadai, tujuan utamanya hanya untuk jaminan kepercayaan dan keamanan, dan bukan untuk memberi keuntungan bagi pihak yang menerima gadai (murtahin).
Karena itu, pemanfaatan barang gadai oleh pemberi utang, berarti dia mendapatkan manfaat dari utang yang dia berikan. Sementara mengambil manfaat (keuntungan)  dari utang yang diberikan, termasuk riba. Seperti yang dinyatakan dalam kaidah,
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap utang yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.” (HR.Baihaqi).

ü  RIBA PADA MASA JAHILIYYAH
1)     Seseorang memberikan pinjaman 10 keping uang emas selama waktu yang di tentukan dengan syarat nanti di bayar 11 keping uang emas
2)    Seseorang meminjam 10 keping uang emas, bila jatuh tempo pelunasan dan ia belum mampu membayar, ia mengatakan, “Beri saya masa tangguh, nanti piutang anda akan saya bayar”.
3)    Seseorang memberikan pinjaman modal usaha 100 keping emas. Setiap bulannya ia mendapat bunga 2 keping emas. Bila sampai pada masa yang di tentukan, si peminjam harus mengembalikan modal utuh sebanyak 100 keping emas. Jika ia telat melunasi maka ia harus membayar denda keterlambatan yang terkadang rasionya lebih besar dari pada bunga bulanan.
4)    Seseorang membeli barang dengan cara tidak tunai. Bila dia belum melunasi hutang pada saat jatuh tempo maka ia harus membayar denda keterlambatan selain melunasi hutang pokok.

F.                    DAMPAK RIBA

Selayaknya bagi seorang muslim untuk taat dan patuh tatkala Allah dan rasul-Nya melarang manusia dari sesuatu. Bukanlah sifat seorang muslim, tatkala berhadapan dengan larangan Rabb-nya atau rasul-Nya dirinya malah berpaling dan memilih untuk menuruti apa yang diinginkan oleh nafsunya.
Tidak diragukan lagi bahwasanya riba memiliki bahaya yang sangat besar dan dampak yang sangat merugikan sekaligus sulit untuk dilenyapkan. Tentunya tatkala Islam memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah disana terkandung suatu hikmah, sebab dinul Islam tidaklah memerintahkan manusia untuk melakukan sesuatu melainkan disana terkandung sesuatu yang dapat menghantarkannya kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya, bila syari’at ini melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu tersebut mengandung kerusakan dan berbagai keburukan yang dapat menghantarkan manusia kepada kerugian di dunia dan akhirat.
Dalam permasalahan riba ini pun tidak jauh berbeda, cukuplah nash-nash yang telah lewat menggambarkan keburukan riba. Namun, tatkala kesadaran mulai melemah dan rendahnya keinginan untuk merenungi nash-nash syar’i telah menyebar di kalangan kaum muslimin, perlu kiranya menjelaskan berbagai keburukan dan dampak negatif yang dihasilkan oleh berbagai transaksi ribawi.
Riba bedampak buruk terhadap:
1.    Pribadi
2.    Masyarakat
3.    Ekonomi
·  Merusak sumber daya manusia
·  Menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi
·  Menciptakan kesenjangan sosial
·  Faktor utama terjadinya krisis ekonomi global

G.        TATA CARA BERTAUBAT

Bila seorang mukmin sadar dan ingin bertaubat, maka agar taubatnya di terima oleh allah, para ulama telah menjelaskan tentang syarat-syarat yang harus dilakukan. Syarat –syarat di sarikan dari Al- qur’an dan Hadis.
An nawawi berkata, “Bertauabat dari setiap dosa hukumnya wajib. Jika dosa yang di lakukan antara seorang hamba dengan Allah dan tidak berhubungan denngan anak adam, maka ada 3 syarat untuk kesempurnaan taubatnya:
1.)  Orang yang bertaubat harus berhenti meninggalkan dosa saat itu juga,
2.)  Ia harus menyesali perbuatannya,
3.)  Ia harus bertekad untuk tidak akan mengulanginya lagi selama-lamanya.
Bila salah satu syarat diatas tidakk terpenuhi, taubatnya tidak sah. Dan jika dosa yang telah dilakukan berhubungan dengan hak anak adam, maka ayarat diatas ditambah satu lagu, yaitu penyelesaiandosa tersebut. Jika dosa itu brbentuk harta, maka ia wajib mengembalikannya
Persyaratan taubat yang keempat yaitu, penyelesaian dosa yang berkaitan dengana anak adam, hal ini berkaitan erat dengan taubat dariharta haram.
·  Cara bertaubat dari harta hasil mu’amalat yang dilakukan atas dasar saling ridho.
Orang  yang mendapatkan barang atau uang hasil mu’amalat atas dasar saling ridho, tetapi bentuk mu’amalatnya diharamkan Allah , seperti halnya pemberian pemakan harta riba saling ridho dalam akad riba yang mereka lakukan.
1.)      Jika dia tidak tahu bahwa   mu’amalat yang dilakukannya haram,
Hukum bagi orang yang tidak atahu bahws hhukum riba adalah haram sama dengan orang yang belum diturunkan kepadanya ayat yang melarang riba. Adapun barang atau uang yang telah  diterima dan telah digunakan selama ini adalah miliknya dan ia tidak berdosa karena ia tidak mengetahui hukumnya dan semoga Allah mengampuni kelalaiannya.
Cara bertaubat dari barang atau uang hasil mu’amalat jenis ini, bahwa pada saat ia mengetahui mu’amalat ini diharamkan, ia wajibberhenti mengambil baranag atau uang yang belum diserahkan rekan transaksi kepadanya.  
2.)           Jika dia tahu bahwa mu’amalat yang dilakukannya adalah haram,
 Barang atau uanag yanag yang diterima habis digunakan, maka ia wajib memperkirakannya danmenggantinkannya, lalu disedekahkan untuk fakir miskinatau kepentingan umum, atau untuk baitul maal (kas negara) dalam rangka membebaskan dirinya dari dosa harata haram dan bukan disedekahkan atas nama orang yang memberikannya, karena harta tersebut telah keluar dari kepemilikan pemberiannya saat ia memberikan denagan suka-rela atas imbalan yang ia dapatkan, sekalipun imbalan tersebut hukumnya haram.
Cara bertaubat dari barang atau uang hasil mu’amalat jenis ini, adalah dengan caratidak mengambil barang atau uang yang belum diserahkan lawan transaksi kepadanya.
Secara umum, syarat taubat nasuha untuk semua dosa bentuknya sama Syaikh Salim bin Id al-Hilali dalam kitabnya at-Taubah an-Nasuha menyebutkan ada 9 syarat agar taubat bisa menjadi taubat nasuha.


1.)  Islam.
Taubat yang diterima hanyalah ddari seorang muslim. Sementara orang kafir, taubatnya adalah masuk islam.
2.)  Ikhlash.
Taubat harus didasari keikhlasan. Taubat karena riya’ atau tujuan duniawi, tidak dikatakan sebagai taubat syar’i.
3.)  Mengakui dosa.
Tidak sah taubat, kecuali setelah mengetahui perbuatan dosa tersebut dan mengakui kesalahannya.
4.)  Ada penyesalan.
Taubat  diterima jika ada penyesalan.
5.)  Meninggalkan kemaksiatan dan mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya.
Orang yang bertaubat wajib meninggalkan kemaksiatannya (al-iqla’). Mengaku bertaubat tapimasih bertahan dalam kesalahan, belum disebut bertaubat.
Taubat daddri riba bagi karyawan bank, hanya bisa dilakukan jika dia resign dari bank.
6.)  Jika dosa itu terkait hak orang lain, harusmengembalikan setiap hak kepada pemiliknya.
Jika berupa harta harus dikembalikan dgn yang semisal atau senilai
7.)  Taubat dilakukan sebelum sakaratul maut atau sebeleum  matahari terbit diarah barat.
8.)  Istiqomah setelah taubat.
9.)  Mengadakan perbaikan setelah taubat.




BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Riba adalah salah satu dosa besar yang diharamkan allah terhadap umat Yahudi dan umat Islam. Dan berdampak buruk terhadap pribadi, masyarakat, dan ekonomi. Harta haram yang meraja lela pertanda azab akan turun menghancurkan masyarakat dimana harta haramm tersebut berada. Nabi melaknat para pelaku maksiat salah satunya adlah pemakan riba, yang memberi makan dengannya, penulisnya, dan saksinya

2. SARAN PENULIS
Rizqi yang ada di tangan Allah , yang dibagikan kepada para hamba-NYA dan apa yang ada di tangan kita akan kita pertanggung jawabkan dihadapan Allah .
Bila terlanjur mengais harta dengan cara yang haram, secepatnyalah bertaubat kepada Allah . Allah memerintahkan orang-orang beriman agar segera bertaubat, setelah Allah melarang mereka memakan riba.
Dan dalam Al-qur’an, Allah memisalkan semangat orang kafir dalam mencari dunia, layaknya binatang. Mereka memakan, menikmati dunia, tanpa pernah peduli apakah itu rumput miliknya atau rumput milik tetangganya.
Allah berfirman,
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ ﴿12﴾
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan Jahannam untuk tempat tinggal mereka” (QS.Muhammad:12)
Tentu saja, kita sebagai muslim/ah tidak ingin seperti mereka. Meniru karakter manusia yang Allah sebut seperti binatang.
Bagi saudaraku kaum muslimin mari kita tegakkan amar ma'ruf nahi munkar dalam memerangi riba. Karena sungguh riba adalah dosa besar yang sangat dimurkai Allah .
Semoga atas apa yang telah penulis paparkan dalam makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ketaqwaan pada Allah .
Tak lupa penulis mohon maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada pada tulisan ini karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.



[1] Al Mumti’ , jilid IX, hal. 120
[2] DR. Abdullah Al Umrani, Al Manfaa’atu fil Qardh, hal 86.
[3] DR. Rafiq Al Mishri, Jami’ Ushulurriba, hal 22.
[4] Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2766, 5764, 6857) dan Muslim (no. 89), dari Sahabat Abu Hurairah رضي الله عنه
[5] Al-Muwaththa’ (II/525, no. 94)
[6] Tafsir al-Qurthubi (III/157)
[7] Al-Muhalla (viii/77 masalah no. 1192)
[8] Lihat. Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwatha’, jilid v, hal 157
[9] Tafsir ath-Thabari (III/102).
[10] Tafsiir Surat Al-Baqarah, Ibnu Utsaimin
[11] Dr. Sami  Suwailim, Qadhayaa Fil  Iqtishad Wat Tamwil Islami, hal 37
[12] Majmu’ Fatwa Ibnu Baz, jilid XIX, hal 105
[13] Mukhtashar Al Muzani, jilid II, hal 204 
[14] Sunan At Tirmidzi, jilid III, hal 525

Related Post



Post a Comment