MAKALAH SEJARAH SUNAN KUDUS
Keterangan :
untuk download makalah di bawah silihkan click link di bawah :
---------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ja’far
Shadiq adalah salah satu tokoh ulama terkenal di Indonesia dalam perkembangan
dan penyebaran agama islam, terutama dalam mengajarkan ilmu fiqih. Yang menjadi
daerah operasinya adalah daerah pesisir utara, yaitu : Gresik, Tuban, Ampel
(Surabaya), Cirebon dan Banten. Sunan Kudus adalah salah satu anggota wali
songo, dan diantara kesembilan wali, hanya beliaulah yang terkena sebagi “wali
ilmu”, beliau juga menjadi imam syiah yang ke enam.
Tiap
tahun atau pada tanggal 10 asyura, di Kudus diadakan upacara penggantian
kelambu makam Sunan Kudus yang disebut dengan “Buka Luwur” dan perlu kita
perhatikan bahwa ada perbedaan cirri-ciri khusus di antara daerah satu dengan
lainnya. Pendidikan dan tingkah laku, para pedagang-pedagang secara
perseorangan meluas dan semarak seperti perkembangan islamdi dunia. Ja’far
Shadiq atau Sunan Kudus, memiliki banyak karomah (kemampuan diluar batas,
kemanusian, pembelaan Allah, karena kesolehan dan kezuhudannya).
Dalam
setiap argument atau ide pastinya ada beberapa alasan, diantara alasan tersebut
adalah :
1. Penulis
karya tulis ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian akhir
nasional Madrasah Aliyah Hidayatul Mubtadi’in Bulusari.
2. Penulis ingin
mengetahui tentang sejarah Sunan Kudus.
3. Penulis ingin mengetahui
benda-benda peninggalan Sunan Kudus.
B. Tujuan
Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini bertujuan
sebagai berikut :
1. Agar pembaca
mengetahui sejarah Sunan Kudus.
2. Untuk mengetahui
penyebaran islam di Indonesia khusunya di Pulau Jawa.
3. Agar pembaca
mengetahui bahwa Sunan Kudus adalah salah satu wali yang terkenal di Pulau
Jawa.
C. Metode
Penulisan
Adapun
dalam rangka pengumpulan data karya tulis ini, penulis menggunakan
metode-metode sebagai berikut :
1. Metode
Observasi
Dalam
metode ini penulis mengunjungi atau mendatangi langsung lokasi dan
tempat-tempat yang berkaitan dengan peninggalan Sunan Kudus, seperti : Masjid
Kuno Kudus yang bernama Baitul makdis atau Masjid Aqsa / Al – Manar, penulis
juga mendatangi/berziarah di makam Sunan Kudus dan makam-makam wali lainnya.
2. Metode
Perpustakaan
Dalam
metode ini penulis membaca buku-buku panduan yang berkaitan dengan Sunan Kudus
Ja’far Shadiq, guna menambah pengalaman yang lebih luas dan mengerti sejarah
Sunan Kudus. Supaya menembah bobot dalam pembuatan karya tulis ini.
D. Sistematika
Penulisan
Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut
:
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab ini meliputi : Latar Belakang,
Tujuan Penulisan, Metodelogi dan Sistematika
BAB
II SUNAN KUDUS JA’FAR SHODIQ
Pada Bab ini meliputi : Apa dan siapa Sunan
Kudus, silsilah Sunan Kudus, jarah Sunan Kudus, cerita menara.
BAB III PENINGGALAN BENDA-BENDA PENINGGALAN
SUNAN KUDUS
Pada bab ini meliputi : masjid kuno kudus,
menara kudus, gapura-gapura, makam sunan kudus
BAB IV PENUTUP
Pada Bab ini meliputi : Kesimpulan,
Saran-Saran dan Penutup
DAFTAR
ISI
BAB II
SUNAN KUDUS JA’FAR
SHODIQ
A. Apa
dan Siapa Sunan Kudus
Segaimana
kita ketahui bahwa Sunan Kudus melakukan penyiaran dan penyebaran agama islam
di seluruh jawa dan yang menjadi daerah operasinya para wali songa adalah
daerah pesisir utara, yaitu ; Gresik, Tuban, Ampel (Surabaya) dan Cirebon.
Sunan Kudus melapori penyiaran agama islam di sekitar Jawa Tengah, khususnya di
sebelah utara.
Ketika Sunan Kudus memimpin rombongan jamaah
haji, beliau mendapat gelar julukan Raden Amir Haji. Sunan Kudus adalah adik
ipar dari Sunan Muria (Raden Umar Said) Raden Umar Said menikahi dengan kakak
kandung Sunan Kudus yang bernama Dewi Sajinah. Nama Sunan Kudus adalah Ja’far
Shadiq dan nama kecil neliau adalah Raden Undung. Beliau adalah Putera
Raden Usman Haji yang bergelar sebagai Sunan Ngundung di Jipang Panahan. Tempat
tersebut terletak di sebelah utara Blora. Nama Ja’far Shadiq mengingatkan kita
kepada nama dari seorang Imam Syiah yaitu Imamiyah atau Istina Asyariyah,
beliau adalah Imam Syiah yang ke enam.
B. Silsilah
Sunan Kudus
Sebenarnya
mengenai silsislah dari Sunan Kudus, belumlah dapat dikemukakan, karena dari
sumber satu dengan sumber lainnya berbeda. Menurut silsislah, Sunan Kudus
pernah menikahi dua kali. Beliau menikahi dengan Dewi Rukhil, yaitu puteri dari
Makdum Ibrahim laki-laki yang diberi nama Amir Hasan. Beliau
dikabarkan memperoleh delapan orang putera, setelah menikahi dengan puteri dari
pangeran tanda terang.
Suatu bukti yang menyatakan bahwa pernah ada
pengaruh dari dalam syi’ah yang hidup di daerah Kudus dan dugaan itu kemuduan
di perkuat dengan kenyataan bahwa tiap-tiap tahun pada tanggal 10 Asyura, di
kudus di adakan upacara penggantin kelambu makam dari Sunan Kudus.:
Upacara mengantikan kelqmbu tersebut,
dimakamkan ”Buka Pengantin. Padahal dalam dunia syiah pada tanggal 10 syuro itu
diperingati hari wafatnya sayyidina Husain. Cucu nabi Muhammad yang mati dalam
perang melawan bangsa Umayyah dekat karbela.
Dan kemungkinan silsilah ja’far Shadiq adalah
pengambil alih lagi karena adanya nama Ja’far Shadiq di maluku. Mbah kyai
telingsing adalah seorang tokoh tua di kota Kudus. Sebelum adanya Sunan Kudus
dan beliaulah yang menyerahkan dan mempercayakan kota Kudus kepada Ja’far
Shadiq. Hingga menjadi kota yang besar dan seramai sekarang.
C. Sejarah
Sunan Kudus
Dalam
sejarah Sunan kudus adalah salah seorang wali dari kesembilan wali yang telah
menyiarkan agama islam di pantai utara Jawa Tengah. Di dalam sejarah islam di
Demak, terkenal pula nama Pati Unus atau Adipati Anus, yang menggantikan
kedudukan sebagai Sultan Demak II, sesudah wafatnya Raden Patah. Adipati Anus
atu yng jug disebut pangeran seberang lor pada tahun islam, telah dapat
menguasai Jepara, serta menjandikan Jepara sebagai pangkalan militer. Jepara
diperkuat dan dikerahkan kapal-kapal besar yang berdiri pada tahun 1513 M.
Sunan Kudus juga menjadi sinopati dari kerajaan Bintoro Demak yang setiapsaat
siap sedia berkorban untuk membela keselamatan negara Demak. Beliau juga
memegang kendali pemerintah di daerah Kudus.
Sunan
Kudus adalah seorang ulama dan guru besar yang mengajarkan ilmu agama terutama
Ilmu Fiqih. Sunan Kudus dikalangan msyarakat setempat terkenal dengan
keahlimanya, yaitu seribu satu cara tentang kesaktiannya menyembuhkan segala
penyakit, dan diantara kesembilan wali, hanya beliau yang terkenal sebagai
”Waliyatul Ilmu”. Disamping berjuang memanggul senjata, beliau juga seorang
pujangga yang berinisiatif mengarang riwayat-riwayat pondok yang berisi
filsafat serta berjiwa agama yang dikenal dengan ”Gading maskumambang dan
Mijil”.
D. Cerita
Sekitar Menara
Menara kudus pada pada zaman dulu adalah
tempat pembakaran mayat para raja-raja atau kaum bangsawan. Dan di bawah menara
terdapat sebuah kawah tempat pembuangan atau penyimpanan abu para nenek moyang
kita. Di dalam Candi bisanya terdapat semacam sumur kecil yang lambangnya
berbentuk segi empat, dimana para ahli mendapatkan kotak kecil yang berisi abu
(bekas pembakaran mayat) dan barang kecil-kecil lainnya. Seperti perluasan ,
barang logam mulia, barang permata dan sebagainya.
Menara kudus itu merupakan bekas Candi orang
Hindu. Karena bentuknya hampir mirip dengan Candi Kidal yang terdapat di Jawa
Timur yang di dirikan kira-kira tahun 1250 dan mirip juga dengan Candi
Singosari. Dibawah menara kudus, dahulu terdapat sumber kembar (mata air).
Sumber kembar itu memancarkan air hidup. Mata air tersebut kemudian di tutup
oleh para wali, dan diatasnya di dirikanlah atau di pakai sebagai menara
masjid. Karena jika tidak, katanya dapat merusak I’tikaad orang.
Menara
kudus adalah buatan para wali dengan bantuan tenaga ahli dari India yang di
beri bentuk yang disesuaikan dengan adapt istiadat serta kepercayaan masyarakat
yang hidup di kala itu dengan di beri jiwa baru (Islam).
Bangunan menara kudus terdiri dari 3 bagian :
1) Kaki
2) Badan, dan
3) Puncak bangunan
Menara kudus mempunyai luas dengan luasan
yang menyerupai bukit kecil yang di buat batu bakar (terro cotta). Bangunan
menara kudus ini tingginya kira-kira 17 meter dan umur menara kudus ditksirkan
di antara 5 atau 6 abad.
BAB III
PEMBAHASAN
BENDA-BENDA PENINGGALAN
SUNAN KUDUS
A. Masjid
Kuno Kudus
Masjid
kuno kudusdi beri nama Baitul Makdis atau Masjidil Aqsa atau Al – Manar. Masjid
tersebut telah mengalami berkali-kali pembongkaran dan perbaikan, sehingga
bentuknya yang asli tidak dikenal lagi. Masjid kuno di Kudus di dirikan oleh
Ja’far Shadiq tahun 956 H, bertepatan dengan tahun 1549 M.
Lawang kembar berada
pada bagian serambi dengan masjid. Di atas serambi di bangun pula Qubbah yang
besar. Bentuk Qubbahnya menggunakan style bangunan di India. Di atas puncak
masjid (mustaka) terbuat dari emas yang bertangkai kaca yaitu masjid kuno
kudus. Bukan mustakanya yang terbuat dari emas,
melainkan bagian atas dari mustaka tersebut di hiasi dengan emas.
B. Menara
Masjid Kudus
Kata
menara berasal dari bahasa arab “Manarah” yang berarti tempat menaruh cahaya di
atas (mercusuar) dan kata menara menjadi ”Al Manar” tempat cahaya. Nama
sekarang digunakan sebagai tempat muadzin untuk beradzan menyeru orang islam
untuk shalat. Bentuk menara kudus adalah beda dengan bentuk menara masjid
lainnya dikarenakan bentuk bangunannya jelas menunjukkan adanya pengaruh seni
bangunan zaman pre – islam.
Di
tiang atap menara kudus terdapat sebuah candra sengkala yang berbunyi : “Gapura
rusak awahing Joga” maka dapatlah di ambil kesimpulan, bahwa angka tahun yang
disembunyikan oleh candra sengkala ini menunjukkkan tahun jawa 1609 atau
bertepatan dengan tahun masehi 1685, menara kudus berasal dari abad 16.
Menurut
Prof. Soetjipto, kaki menara disesuaikan dengan bentuk candi pada zaman
pre-islam, yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu ; kaki menara, badan kaki
menara, dan puncak kaki menara. Bidang penghias di atas badan kaki menara di
hias dengan hiasan dekoratif atau yang berbentuk ornament geometric, yang
berupa hiasan segi empat yang masing-masing ujung kiri dan kanan disambung
dengan hiasan yang berbentuk segitiga.
Bentuk
bangunan menara kudus, mirip dengan Candi Jago (Jayaghu), makam raja Wisnu
Wardhana dididrikan antara tahun 1275-1300 M, di dekat Malang (Jatim). Mustaka
dari menara, pada tahun 1947 pernah di sambar petir, diganti dengan bahan dari
Zink dan tangga menara bagian dalam terbuat dari kayu jati terdapat angka tahun
1313 H.
C. Gapura-gapura
Pada
kompleks masjid, menara dan makam Sunan Kuduas terdapat bangunan banyak
gapura-gapura. Di dalam masjid sendiri kita dapati 2 buah gapura kari agung di
bagian dalam agak kecil bentuknya di bandingkan yang diluar, demikian pula di
kanan kiri dari gapura tersebut terdapat hiasan dinding yang sejenis dengan
hiasan (relief0 yang dapat kita lihat di masjid mantingan Jepara di serambi
depan juga ada sebuah gapura agung yang bentuknya mirip dengan bajang ratu di
Jawa Timur.
Di
sebelah timur dari gapura ini (lazim disebut masyarakat sekitar) dengan nama
“lawang kembar” dan terdapat inskripsi oleh dalam tulisan dan bahasa arab, yang
terjemahnya berbunyi “Tahun Hijriyah seribu dua ratus lima belas (1215) pada
hari senin bulan haji tahun dan pada zaman penghulu tembau : Haji.
Sedangkan
sebelah barat gapura lawang kembar ini kita dapati inskripsi dalam tulisan
bahasa jawa yang berbuyi “kejabinangun jeningipun lanjengipun rahaden tunenggun
panji haryo panegaran sineng kalan pandito karrno wulanganing jaimu 1727. Di
sebelah utara masjid juga terdapat gapura, demikian pula di depan serambi serta
di sampingnya. Gapuranya berbentuk candi bentar (gespieten poort), di depan
menara sebelah timur terdapat dua buah gapuara beratap tapi tidak berpintu.
Di
pinggir jalan menuju ke tajug dan makam terdapat sebuah gapura kori agung,
kemudian dii depan tajug terdapat sebuah gapura candi bentar dan kori agung,
dan di sebelah utara tajug serba di ambang pintu makam sunan kudus terdapat
gapura kori agung.
D. Makam
Sunan Kudus
Di
sebelah barat dari masjid kuno kudus terletak makam sunan kudus , di pintu
makam sunan kudus, terukir dengan kalimat asmaul khusna, serta berangka tahun
1895 Jawa atau 1296 Hijriyah : 1878 M.
Bentuk maesan makam sunan kudus sama seperti
bentuk maesan pada makam-makam wali di demak, demikian pula dengan hiasannya.
Di luar makam sunan kudus, dan di sekelilingnya terdapat makam para wali sanga
lainnya.
Makam sunan kudus diatas terdapat mustaka
yang sama seperti terdapat pada masjid di sampingnya.
Di depan pintu makam sunan kudus terdapat
sebuah kursi model portugis, dan ada sebuah tasbih besar yang terbuat dari
kakyu jati yang panjangnya ada 9 meter.
Dan di tajug tersimpan sebilah keris pusaka
milik kanjeng sunan kudus, keris itu namanya “ciptaka atau cintaka’ yang
artinya adalah “barang siapa yang di cipta maka akan terwujud, dan barang siapa
di cinta akan datang”
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah
penulis menguraikan dan memahami dalam penyusunan karya tulis ini akhirnya
penulis bisa mengambil kesimpulan sebagai berikut :
4. Dalam
penyebaran agama islam, sunan kudus adalah sunan yang paling terkenal di pulau
jawa.
5. Sunan
kudus terkenal sebagai tokoh yang sangat sakti, karena kesaktiannya, beliau
bisa menyembuhkan segala penyakit.
6. Sunan kudus masih
dalam garis keturunan wali sanga lainnya.
B. SARAN-SARAN
Dalam menyusun karya tulis ini penulis
mengemukakan saran-sarannya sebagai berikut :
1. Sebaiknya kita
membaca buku-buku tentang sunan kudus karena pelajaran yang dapat kita ambil
hikmahnya.
2. Sekarang Islam
sudah tersiar ke seluruh Indonesia, dan menjadi tugas para mubaligh untuk
melanjutkan dakwah para wali.
C. KATA
PENUTUP
Karya
tulis ini ddisusun dengan sebaik-baiknya, namunn penulis menyadari kesalahan
atau kekurangan, karena terbatasnya kemampuan untuk menyadari data, maka saran
dan kritik dari pendorong penyusun karya tulis ini,saya harapkan kesempurnaan
laporannya.
Penulis
berharap semoga laporan karya tulis ini yang saya susun berguna bagi
teman-teman dan bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
·
Depag RI, 1978. Al-Qur’an dan terjemahnya, yayasan
penyelenggaraan dan peterjemah Al-Qur’an, perbaikan dan penyempurnaan oleh
Lajnah pentashih mushaf Al-Qur’an departemen agama RI, Semarang.
·
Salam Solichin, 1960. Ja’far
Shodiq Sunan Kudus, kudus; menara kudus
·
Soejipto wirjo soeparto,
1961. Sejarah Menara Masjid Kudus, majalah fajar no. 23/tahun III
Post a Comment