BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan karakter
merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun
batin, dari sifat kodratinya menuu ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih
baik. Sebagai contok dapat dikemukakan misalnya : ajuran atau suruhan terhadap
anak-anak untuk duduk dengan baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu
orang lai, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orangtua, menyayangi
yang muda, menghormati yang tua, menolong teman dan seterusnya merupakan proses
pendidikan karakter.
Pendidikan karakter
merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah berakhir ( never ending
procces), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan
(continuous quality improvement), yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia
masa depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter
harus menumbuhkembangkan nilai-nilai ilosofis dan mengamalkan seluruh karakter
bangsa secara utuh dan menyeluruh (kaffah). Dalam konteks Negara Kesatan
Republik Indonesia (NKRI), pendidikan karakter harus mengandung perekat bangsa
yang memiliki beragam budaya dalam wujud kesadaran, pemahaman, dan kecerdasan
kultural masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendidikan Karakter?
2. Apa Hakikat Pendidikan Karakter?
3. Apa Urgensi Pendidikan Karakter?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pendidikan Karakter
2.
Untuk Mengetahui Hakikat
Pendidikan Karakter
3.
Untuk Mengetahui
Urgency Pendidikan Karakter
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut Prof.
H. Mahmud Yunu Yang
dimaksud pendidikan ialah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk
mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak
kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi. Agar memperoleh kehidupan
yang bahagia dan apa yang dilakukanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri,
masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.
Menurut Wyne Pengertian karakter menandai
bagaimana teknis maupun cara yang digunakan dalam memfokuskan penerapan dari
nilai-nilai kebaikan ke dalam sebuah tingkah laku maupun tindakan.
Pendidikan Karakter Menurut Lickona Secara sederhana, pendidikan karakter dapat
didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat
dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas
Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu
usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
Sedangkan menurut Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun
negara.
Pendidikan karakter merupakan
bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik
diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter
adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan
melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik
Para ahli Prof. H. Mahmud Yunu, Wyne Lickona, Suyanto (2009), Pendidikan Karakter menurut para ahli,
diakses tgl. 12:40 Pm, web
B. Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan merupakan transfer of
knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religius
yang semoga diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia.
Pembangunan karakter yang merupakan
upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh
realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi
dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan
terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai
budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa
(Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Untuk
mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan
dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan
saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu
program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di
mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan
pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal
yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional,
yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN
merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan
budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan
Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati.
Atas dasar itu, pendidikan karakter
bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu,
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang
baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar
dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan
bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga
“merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling),
dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan
pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan
dilakukan.
Pendidikan merupakan salah satu
strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus
dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut
mencakup, yaitu sosialisasi/penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama
seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan
sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan,
pemerintah, masyarakat sipil, politik, media massa, dunia usaha, dan dunia
industri (Buku Induk Pembangunan Karakter, 2010). Sehingga satuan pendidikan
adalah komponen penting dalam pembangunan karakter yang berjalan secara
sistemik dan integratif bersama dengan komponen lainnya. Tujuan,
Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada
Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1)
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui
berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat
sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
C. Urgensi Pendidikan Karakter
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap
akibat dari keputusan yang ia buat. Pembentukan karakter merupakan salah satu
tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di
antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas
tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia
yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan
lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas
nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas
dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni;
intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan
yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya). Memahami
Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus,
yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka
pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang
diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi
cerdas emosinya.
Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam
mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah
dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan
untuk berhasil secara akademis. Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal
dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan,
suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan
pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah
hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara
sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good,
feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan
sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan
feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan
menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan.
Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena
dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan,
maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan
sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia
emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak
dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50%
variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun.
Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8
tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini,
sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang
merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Namun bagi
sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di
atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada
rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu
diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play
group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa
disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di
kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Dampak Pendidikan Karakter Apa dampak pendidikan
karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk
menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal
ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh
Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil
studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan
peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada
sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara
komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan
drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan
akademik. Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success
(Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang
pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah.
Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di
sekolah. Faktorfaktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada
kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan
bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan
kemampuan berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman
tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi
oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak
(IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan
mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya.
Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan
kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja
yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh
remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan
sebagainya.
Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan
karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang,
Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa
implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak
positif pada pencapaian akademis
Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter
ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar
nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai
nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
(Prof . Suyanto Ph.D : 2008)
Prof.Suyanto Ph.D, Urgensi Pendidikan Karakter,Jogjakarta:2008,htm.30
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan karakter
merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun
batin, dari sifat kodratinya menuu ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih
baik. Sebagai contok dapat dikemukakan misalnya : ajuran atau suruhan terhadap
anak-anak untuk duduk dengan baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu
orang lai, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orangtua, menyayangi
yang muda, menghormati yang tua, menolong teman dan seterusnya merupakan proses
pendidikan karakter.
Hakikat
proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati
berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan. Menurut pandangan Paula Freire pendidikan adalah proses
pengaderan dengan hakikat tujuannya adalah pembebasan. Hakikat pendidikan
adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
buat. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.
Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar
pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga
berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa
yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa
serta agama.
SUMBER
Para ahli Prof. H.
Mahmud Yunu, Wyne Lickona, Suyanto (2009),
Pendidikan Karakter menurut para ahli, diakses tgl. 12:40 Pm, web
Syamsudin, Abin.
(2004). Kebutuhan Penelitian di Bidang Ilmu Pendidikan. 2004
Prof.Suyanto
Ph.D, Urgensi Pendidikan Karakter,Jogjakarta:2008
Post a Comment