MAKALAH KERAJAAN DI INDONESIA
======================================================
jika ingin mengambil makalah ini anda bisa DOWNLOAD dibawa ini
BAB I
PENDAHULUAN
Agama
Hindu dan Budha berasal dari India. Kedua agama tersebut masuk dan dianut oleh
penduduk di berbgai wilayah nusantara pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar
abad ke empat, bersamaan dengan mulai berkembangnya hubungan dagang antara
Indonesia dengan India dan Cina. Sebelum pengaruh Hindu dan Budha masuk ke
Indonesia, diperkirakan penduduk Indonesia menganut kepercayaan dinamisme dan
animisme.
animisme.
Agama
Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu, sedangkan mengenai pembawa
agama Hindu ke Indonesia terdapat 4 teori sebagai berikut :
· Teori
ksatria (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para ksatria)
· Teori
waisya (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para pedagang yang berkasta
waisya)
· Teori
brahmana (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para brahmana)
· Teori
campuran (masuknya agama Hindu disebarkan oleh ksatria, brahmana, maupun
waisya)
Bukti
tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca Budha dari
perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di
berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama Hindu
dan Budha. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan
Kutai
Kerajaan
Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang
berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Diperkirakan
kerajaan kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini
dibangun oleh Kudungga. Diduga ia belum menganut agama Hindu.
Peninggalan
terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, dengan huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah satu Yupa mengatakan bahwa
“Maharaja Kundunga mempunyai seorang putra bernama Aswawarman yang disamakan
dengan Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai tiga orang putra. yang
paling terkemuka adalah Mulawarman.” Salah satu prasastinya juga menyebut kata
Waprakeswara yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa Syiwa.
B. Kerajaan
Tarumanegara
Kerajaan
Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya dengan Kerajaan Kutai.
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun
358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382 – 395).
Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang ketiga (395 – 434 M).
Menurut Prasasti Tugu pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati
dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).
Dari
kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima diantaranya
ditemukan di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan satu lagi
ditemukan di desa Lebak, Banten Selatan. Prasasti-prasasti yang merupakan
sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Prasasti Kebon Kopi,
2.
Prasasti Tugu,
3.
Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4.
Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.
Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.
Prasasti Jambu, Bogor
7.
Prasasti Pasir Awi, Bogor.
C. Kerajaan Kalingga atau Holing
Keberadaan kerajaan ini diketahui dari kitab sejarah Dinasti Tang
(618-906). Diperkirakan Kerajaan Ho-ling atau Kaling terletak di Jawa Tengah
Nama ini diperkirakan berasal dari nama sebuah kerajaan di India Talingga. Tidak ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dari kerajaan ini. Menurut berita Cina, kotanya dikelilingi dengan pagar kayu rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap; tempat duduk sang raja terbuat dari gading. Orang-orangnya sudah pandai tulis-menulis dan mengenali ilmu perbinatangan. Dalam berita Cina tersebut adanya ratu His-mo atau sima, yang memerintah pada tahun 674. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas. Pada masa ini, agama Buddha berkembang bersama agamaa Hindu. Hal ini dapat terlihat dengan datangnya pendeta Cina Hwi Ning di Kaling dan tinggal selama 3 tahun. Dengan bantuan seorang pendeta setempat yang bernama Jnanabhadra, Hwi Ning menerjemahkan kitab Hinayanaa dari bahasa Sanskerta.
D. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.
Nama ini diperkirakan berasal dari nama sebuah kerajaan di India Talingga. Tidak ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dari kerajaan ini. Menurut berita Cina, kotanya dikelilingi dengan pagar kayu rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap; tempat duduk sang raja terbuat dari gading. Orang-orangnya sudah pandai tulis-menulis dan mengenali ilmu perbinatangan. Dalam berita Cina tersebut adanya ratu His-mo atau sima, yang memerintah pada tahun 674. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas. Pada masa ini, agama Buddha berkembang bersama agamaa Hindu. Hal ini dapat terlihat dengan datangnya pendeta Cina Hwi Ning di Kaling dan tinggal selama 3 tahun. Dengan bantuan seorang pendeta setempat yang bernama Jnanabhadra, Hwi Ning menerjemahkan kitab Hinayanaa dari bahasa Sanskerta.
D. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.
Letaknya
yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur pelayaran dan
perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada abad
ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru
terbentuk kemudian. Oleh karena itu Pulau Sumatera lebih sempit bila
dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan panjang.
Beberapa faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan
besar antara lain sebagai berikut :
· Kemajuan
kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga
membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
· Keruntuhan
Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan
kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang
selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
Berdasarkan
berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690 sampai 692,
Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya
telah meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang
kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :
1.
Prasasti Kedukan Bukit
2.
Prasasti Talang Tuwo
3.
Prasasti Kota Kapur
4. Prasasti
Telaga Batu
5.
Prasasti Karang Birahi
6.
Prasasti Ligor
Selain
peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi. Candi-candi
budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro
Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal, akan tetapi tidak seperti candi
periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatera terbuat
dari bata merah.
Beberapa
arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha dan bodhisatwa
Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, Jambi, Bidor, Perak dan
Chaiya.
Pada masa
pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan sekaligus
pusat pengajaran agama Budha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana,
Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia.
Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera
dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan
695. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha
sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke
pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan.
Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut
berkembang di Sriwijaya.
Letak
Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun demikian,
letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya.
Beberapa faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :
· Adanya
serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
· Adanya
serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
· Pengiriman
ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 – 1292.
· Muncul
dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
· Adanya
serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah
Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
E. Kerajaan
Mataram Kuno ( Hindu-Budha )
Kerajaan
Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka tahun 732 Masehi yang
ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu
disebutkan bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna.
Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra
Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Prasasti
Mantyasih (Prasasti Kedu) yang di dikeluarkan oleh Raja Balitung pada
tahun 907 memuat daftar raja-raja keturunan Sanjaya, sebagai berikut :
1. Rakai
Mataram Sang Ratu
Sanjaya
2. Sri
Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri
Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri
Maharaja Rakai Warak
5. Sri
Maharaja Rakai Garung
6. Sri
Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri
Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri
Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri
Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti
Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa Raja Dharanindra membangun arca
Majusri ( candi sewu). Pengganti raja Dharanindra, adalah Samaratungga.
Samaratungga digantikan oleh putrinya bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti
Sri Kahulunan ( gelar Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di daerah Kedu,
dinyatakan bahwa Sri Kahulunan meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan
candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.
Pramodhawardhani
menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Adik Pramodhawardhani,
Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856 Balaputradewa
berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, namun usahanya itu gagal.
Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan
Raja Balitung banyak mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja
setelah Balitung adalah :
1. Daksa
(910 – 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi
sesudah raja) pada masa pemerintahan Balitung.
2. Rakai
Layang Dyah Tulodong (919 – 924)
3. Wawa
yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 – 929)
Wawa
merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat kerajaan kemudian dipindahkan
oleh seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) bernama Mpu Sindok ke Jawa Timur.
F. Kerajaan
Medang Kamulan (Kahuripan)
Mpu Sindok
yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa pemerintahan Raja Wawa
memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Pada tahun 929 M, Mpu
Sindok naik tahta dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana
Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan dinasti baru, yaitu Dinasti Isana. Pu
Sindok memerintah sampai dengan tahun 947. Pengganti-penggantinya dapat
diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu Prasasti
Calcuta.
Berdasarkan
berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja Dharmawangsa pada tahun 990 – 992 M
melakukan serangan terhadap Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga
datang ke Pulau Jawa untuk meminang putri Dharmawangsa. Namun pada saat upacara
pernikahan berlangsung kerajaan mendapat serangan dari Wurawuri dari Lwaram
yang bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini disebut peristiwa
Pralaya. Selama dalam pengassingan ia menyusun kekuatan. Setelah berhasil
menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan mengalahkan Raja Wijaya dari
Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan kekuasaan. Airlangga wafat
pada tahun 1049 dan disemayamkan di Parthirtan Belahan, di lereng gunung
Penanggungan.
G. Kerajaan
Kediri
Pada akhir pemerintahannya
Airlangga kesulitan dalam menunjuk penggantinya, sebab Putri Mahkotanya bernama
Sanggramawijaya menolak menggantikan menjadi raja. la memilih menjadi seorang
pertapa. Maka tahta diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu
Jayengrana dan Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya
maka kerajaan di bagi dua atas bantuan Mpu Barada yaitu Jenggala dengan
ibukotanya Kahuripan dan Panjalu dengan ibukotanya Daha (Kadiri).
Kisah tentang kerajaan ini
termuat dalam Prasasti Banjaran (1052 M) yang menjelaskan kemenangan Panjalu
atas Jenggala dan prasasti Hantang (1052 M) yang menjelaskan Panjalu pada masa
Jayabaya. Selain itu, ada kakawin Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Panuluh tahun
1156 M yang menceritakan kemenangan Kediri/Panjalu atas Janggala. Berita Cina
yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-ku-fei tahun 1178 M dan
kitab Chu-fan-chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M.
Raja pertama yang muncul dalam
pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka tahun 1104
M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah sebagai
berikut : Kameswara (±1115 – 1130), Jayabaya (±1130 – 1160), 1135), Sarweswara
(±1160 – 1170), Aryyeswara (±1170 – 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200)
dan Kertajaya (1200 – 1222).
Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan
Kertajaya. Ken Arok dengan bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan
Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang).
H. Kerajaan
Singasari
Kerajaan
Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton Ken Arok digambarkan
sebagai seorang pencuri dan perampok yang sakti, sehingga menjadi buronan
tentara Tumapel. Setelah mendapatkan bantuan dari seorang Brahmana, Ken Arok
dapat mengabdi kepada Akuwu (bupati) di Tumapel bernama Tunggul Ametung.
Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung tahun, Ken Arok menggantikannya
sebagai penguasa Tumapel. Ia juga menjadikan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung,
sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel masih berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Kadiri.
Setelah
merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok berusaha untuk melepaskan diri
dari Kediri. Pada tahun 1222 M terjadilah perang Ganter antara Ken Arok dengan
Kertajaya. Akhirnya Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya, raja Kadiri
terakhir di ganter (pujon, Malang). Ia kemudian naik tahta sebagai raja
Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Girinda.
Tidak lama
kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra bernama Anusapati hasil
pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari istri yang lain, yaitu Ken
Umang, Ken Arok mempunyai seorang putra bernama Tohjaya. Pada tahun 1227, Ken
Arok dibunuh oleh Anusapati. Hal ini dilakukan sebagai balas dendam atas
kematian ayahnya, Tunggul Ametung. Anusapati mengantikan berkuasa di Singasari.
Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya ia dibunuh oleh Tohjaya, juga
sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Tohjaya
naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat singkat. Ia kemudian terbunuh oleh
Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun 1248 Ranggawuni naik tahta dengan
gelar Srijaya Wisnuwardhana. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya
Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Raja Muda. Wisnuwardana wafat pada tahun 1268
di Mandragiri.
Pada tahun
1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja terbesar kerajaan Singasari.
Kertanegara merupakan raja pertama yang bercita-cita menyatukan Nusantara. Pada
tahun 1275, Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke Sumatera (Jambi)
dipimpin oleh Kebo Anabrang. Ekspedisi ini bertujuan menuntut pengakuan
Sriwijaya dan Malayu atas kekuasaan Singasari. Ekspedisi ini juga untuk
mengurangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina di Nusantara.
Ekspedisi
ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol tersebut. Oleh karena itu pada tahun
1289 Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama Meng-chi menuntut Singasari
mengakui kekuasaan Kekaisaran Mongol atas Singasari. Kertanegara menolak tegas,
bahkan utusan Cina itu dilukai mukanya. Perlakukan tersebut dianggap sebagai
penghinaan dan tantangan perang.
Untuk
menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol pasukan Singasari
disiagakan dan dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di Laut Cina
Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota lemah. Hal ini dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara, diantaranya Jayakatwang
penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati Madura). Pasukan Kediri berhasil
menduduki istana dan membunuh Kertanegara.
I. Kerajaan
Majapahit
Setelah
Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya menantu Kertanegara
berhasil melarikan diri ke Madura untuk minta bantuan Arya Wiraraja, bupati
Sumenep. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya menyerahkan diri kepada
Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya Wiraraja, Raden Wijaya diterima dan
diperbolehkan membuka hutan Tarik yang terletak di dekat Sungai Brantas. Dengan
bantuan orang-orang Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka dan diberi nama
Majapahit.
Kemudian
datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar Kubilai Khan untuk menghukum raja
Jawa. Walaupun sudah mengetahui Kertanegara sudah meninggal, tentara Tartar
bersikeras mau menghukum raja Jawa. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya
untuk membalas dendam kepada Jayakatwang. Jayakatwang berhasil dihancurkan.
Pada waktu tentara Tartar hendak kembali kepelabuhan, Raden Wijaya
menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil mengusir tentara Tartar, Raden
Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa
Jayawardhana pada tahun 1293.
Raden
Wijaya atau Kertajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra yang
dapat menggantikannya adalah Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja Majapahit
dengan gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja yang cakap. Selain itu ia juga
mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa pemerintahannya
diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.
Pemberontakan
yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti, pada tahun 1319. Kuti berhasil
menduduki ibukota Majapahit, sehingga Jayanagara harus melarikan diri ke desa
Bedander yang dikawal oleh pasukan Bhayangkari dipimpin oleh Gajah Mada.
Pemberontakan Kuti ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah
Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1328 Jayanagara mangkat dibunuh
oleh tabib istana, Tanca. Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Jayanagara
tidak meninggalkan keturunan.
Karena
Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak memerintah semestinya
adalah Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gayatri telah menjadi bhiksuni. Maka
pemerintahan Majapahit kemudian dipegang oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan
gelar Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani. la menikah dengan Kertawardhana.
Dari perkawinan ini lahirlah Hayam Wuruk. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan
Sadeng dan Keta. Pemberontakan yang berbahaya ini dapat ditumpas oleh Gajah
Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit.
Pada saat pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Pada tahun
1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. Sehingga Tribhuwana turun
tahta. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang bergelar
Rajasanagara. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai
Mahapatihnya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Dengan Sumpah Palapa-nya
Gajah Mada berhasil menguasai seluruh kepulauan Nusantara ditambah dengan Siam,
Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa dan Kamboja.
Pada tahun
1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat peristirahatannya, Madakaripura, di
lereng Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk menemui
kesulitan untuk menunjuk penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa pengganti
Gajah Mada adalah empat orang menteri.
Hayam
Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di Tayung daerah Berbek,
Kediri. Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang bernama
Kusumawardhani. Namun ia menyerahkan kekuasaannya kepada suaminya,
Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga mempunyai anak laki-laki dari
selir yang bernama Bhre Wirabhumi yang telah mendapatkan wilayah keuasaan
di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401 hubungan Wikramawardhana
dengan Wirabhumi berubah mejadi perang saudara yang dikenal sebagai Perang
Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja
perang saudara ini melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak
wilayah-wilayah kekuasaannya melepaskan diri.
J. Kerajaan
Tulang Bawang
Sebelum
Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan besar, diduga di wilayah ujung Pulau
Sumatra bagian selatan (Provinsi Lampung)telah berdiri kerajaan yang bercorak
hindu. Berita tentang kerajaan Tulang Bawang berasal dari abad ke-5, yaitu dari
kitab Liu-sung-Shu, sebuah kitab sejarah pada masa pemerintahan Kaisar Liu Sung
(420 – 479). Kitab ini menceritakan bahwa pada tahun 499 M sebuah kerajaan yang
terletak di wilayah Nusantara bagian barat yangbernama P’o-hung atau P’u-huang
mengirimkan utusan dan upeti ke negeri Cina. Dalam sumber sejarah Cina yang
lain, yaitu kitab T’ai-p’ing-huang-yu-chi yang ditulis pada tahun 976 M – 983 M,
disebutkan bahwa kerajaan yang bernama T’o-lang-p’p-huang yang oleh G. Ferrand
disarankan untuk diidentifikasikan dengan Tulang Bawang yang terletak di daerah
pantai tenggara Pulau Sumatra, di selatan sungai Musi.
K. Kerajaan
Kota Kapur
Dari hasil
penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, pada tahun
1994, diperoleh suatu petunjuk tentang adanya kemungkinan berdiri sebuah pusat
pemerintahan sebelum kerajaan Sriwijaya berdiri. Pusat pemerintahan ini
menemukan temuan – temuan arkeologi berupa sisa – sisa sebuah candi hindu
(waisnawa) terbuat dari batu bersama arca – arca dari batu diantaranya 2
buah arca batu wisnu yang di buat sekitar abad 5 - 7 M. Dari peninggalan
arkeologi tersebut dapat disimpulkan bahwa kerajaan Kota Kapur bercorak Hindu
Waisnawa.
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa
benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari
timbunan tanah, masing – masing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter
dengan ketinggian sekitar 2-3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng tersebut
menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut
telah di bangun sekitar perte ngahan abad ke- 6. Sebab keruntuhan kerajaan Kota
Kapur yaitu ekspansi kerajaan Sriwijaya ke Pulau Bangka pada akhir abad ke-7.
Sriwijaya menguasai Pulau Bangka ditandai dengan dipancangkannya inskripsi
Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka 608 Saka (686 Masehi), yang isinya
mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Kerajaan Sriwijaya.
L. Kerajaan
Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali
Menurut
berita dari Cina di sebelah timur kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau
Dwa-pa-tan yang dapat disamakan dengan Bali. Dalam sejarah kerajaan Bali, nama
Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada zaman kuno,
sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan Dinasti Warmadewa,
Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaannya. Letak kerajaan
Buleleng yang berada di sekitar pantai dengan mudah menjadikan Buleleng sebagai
pusat perdagangan laut. Perdagangan dengan daerah sebrang berkembang pesat pada
masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini diceritakan
pada prasasti yang di simpan di desa Sembiran yang berangka tahun 1065 Masehi.
Sistem
perdagangannya menggunakan sistem barter, ada yang sudah menggunakan uang yang
dikenal dengan ma, su, dan piling.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar
di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah
satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan
dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun.
Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara,
Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit,
Kerajaan tulang Bawang, Kerajaan Kota Kapur, Kerajaan Buleleng, dan Kerajaan Dinasti
Warmadewa. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa pengaruh besar
terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan asli Indonesia
tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses erajaan
penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan.
B. Saran
1. Di
dunia ini kita harus saling menghormati dan menghindari permusuhan agar
tercipta kedamaian dan kemakmuran di NKRI.
2. Kita
harus belajar dari masa lalu bahwa permusuhan adalah awal kehancuran, untuk itu
marilah kita saling bersatu agar terwujud dunia yang lebih baik.
Post a Comment