MAKALAH TENTANG HIPERTENSI
Penjelasan
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
kondisi saat tekanan darah berada pada nilai 130/80 mmHg atau lebih. Kondisi
ini dapat menjadi berbahaya, karena jantung dipaksa memompa darah lebih keras
ke seluruh tubuh, hingga bisa mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit,
seperti gagal ginjal, stroke, dan
gagal jantung.
Kali ini saya akan membagikan kepada anda
mengenai Makalah yang berjudul
diatas, Makalah ini memiliki 22 (dua puluh dua) Page diamana Isinya memiliki 3
(Tiga Bab) yaitu (BAB I PENDAHULUAN, BAB II PEMBAHASAN, BAB III PENUTUP), dan memiliki beberapa Rumusan Masalah diantaranya adalah :
1. Apakah
yang dimaksud dengan penyakit hipertensi?
2. Apakah
jenis-jenis penyakit hipertensi?
3. Hal-hal
apa saja yang dapat menjadi penyebab (faktor resiko) timbulnya penyakit
hipertensi?
4. Bagaimana
mekanisme terjadinya penyakit hipertensi?
5. Bagaimana
cara mencegah terjadinya penyakit hipertensi?
Untuk lebih lengkapnya anda bisa lihat isinya di bawah ini :
Setelah anda membaca isi dari Makalah ini, jika anda minat,
anda boleh download Filenya di bawah ini :
Jika anda copy paste maka teks akan berantakan, saya sarankan
anda mendownload saja. Untuk link downloadnya diatas.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara maju serta di beberapa
negara-negara berkembang.1 Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga
menghadapi masalah ini. Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala
bidang, telah membawa banyak perubahan pada perilaku dan gaya hidup
masyarakat di Indonesia, termasuk dalam pola konsumsi makanan keluarga.
Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya
transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus hipertensi di
Indonesia.2
Hipertensi
dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum, asimptomatis, mudah
dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara dini. Namun, hipertensi
dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang mematikan jika tidak ditangani.3
B. Rumusan Masalah
1.
2. DEFINISI DAN PENGERTIAN HIPERTENSI
Secara umum, pengertian
hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi. Oleh karena itu, untuk dapat
memahami hipertensi, maka diperlukan pengertian mengenai tekanan darah.
Tekanan darah adalah suatu ukuran dari kekuatan darah yang menekan dinding
pembuluh darah. Tekanan darah yang digunakan sebagai batasan dalam menentukan
penyakit hipertensi adalah tekanan darah arteri. Jadi, hipertensi adalah
tingginya tekanan darah yang dilihat dari kekuatan darah dalam menekan
dinding pembuluh darah arteri.4
Pengukuran
tekanan darah arteri yang umumnya menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop
akan menghasilkan dua buah angka hasil pencatatan, yaitu tekanan darah sistol
dan tekanan darah diastol. Angka pertama yang lebih besar nilainya,
menunjukkan tekanan darah sistol. Tekanan darah sistol merupakan tekanan
darah terhadap dinding arteri ketika jantung sedang berkontraksi memompa
darah. Angka kedua yang lebih kecil nilainya, menunjukkan tekanan darah
diastol. Tekanan darah diastol merupakan tekanan darah terhadap dinding
arteri ketika jantung sedang berelaksasi di antara dua kontraksi. Tekanan
darah diastol juga menggambarkan keadaan elastisitas dinding arteri.4 Tekanan
darah diastol akan menurun setelah usia 50an oleh karena elastisitas dinding
arteri yang berkurang.5
Pencatatan
nilai tekanan darah sistol dilakukan terlebih dahulu dan kemudian nilai tekanan
darah diastol. Kedua angka ini dipisahkan oleh sebuah garis miring. Sebagai
contoh, tekanan darah sistol sebesar 120 mmHg dan tekanan darah diastol
sebesar 80 mmHg akan dicatat sebagai 120/80 mmHg.4
Oleh karena tidak ada garis
batas yang tegas antara tekanan darah yang normal dengan tekanan darah yang
tinggi, definisi hipertensi ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang
mempertimbangkan risiko komplikasi penyakit kardiovaskular pada beberapa
tingkat tekanan darah. Tekanan darah sistol/diastol sebesar 120/80 ditetapkan
sebagai batas tekanan darah yang normal. Hal ini didapatkan dengan
mempertimbangkan bahwa kenaikan risiko penyakit kardiovaskular pada
orang-orang bertekanan darah di bawah 115/75 mmHg tidak terlalu signifikan
dibandingkan dengan orang-orang bertekanan darah di atas nilai tersebut.5
Joint National Committee (JNC)
(sebuah komite yang menyediakan panduan mengenai pencegahan, deteksi,
evaluasi dan penanganan hipertensi), dalam laporannya yang ke-7, membuat sistem klasifikasi hipertensi
sebagai berikut:5
Tabel
1. Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa (18 tahun ke atas)
Prehipertensi bukan merupakan
kategori penyakit, namun lebih merupakan penanda yang dipilih untuk
mengidentifikasi individu-individu yang berisiko tinggi menjadi hipertensi.
Kategori ini diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan para klinikus dan juga
pasien sehingga tindakan-tindakan pencegahan hipertensi dapat dilakukan
secara dini. Pasien yang berada dalam kategori ini bukan merupakan kandidat
untuk mendapatkan terapi farmakologis, namun perlu disarankan untuk mengubah
pola hidupnya untuk mengurangi risiko terkena hipertensi.5
Penanganan hipertensi
berdasarkan klasifikasi yang dibuat JNC VII tidak mengelompokkan
individu-individu berdasarkan ada tidaknya indikasi-indikasi tertentu (faktor
risiko lain atau kerusakan organ target). Pasien-pasien hipertensi yang
memiliki indikasi-indikasi tertentu akan dibahas pada bagian lain dari
makalah ini. JNC VII menyarankan agar semua orang dengan hipertensi (stage 1
dan stage 2) ditangani dengan pemberian obat. Tujuan pemberian obat pada
penderita hipertensi adalah agar tekanan darahnya <140/90 mmHg. Sedangkan
tujuan penanganan pasien yang berada dalam kategori prehipertensi adalah
menurunkan tekanan darah hingga normal dan mencegah kenaikan tekanan darah
yang lebih lanjut dengan cara perubahan pola hidup.5
3. ETIOLOGI, PATOGENESIS DAN
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Hipertensi
dengan penyebab yang tidak diketahui dinamakan hipertensi primer, esensial
atau idiopatik. Hipertensi primer ini merupakan 85% dari kasus hipertensi.
Pada sebagian kecil sisanya, penyebab hipertensinya diketahui. Hipertensi ini
dinamakan hipertensi sekunder.3
Definisi
inilah yang terkadang menyulitkan para klinisi dalam membedakan kedua
golongan tersebut. Penyebab yang tidak diketahui, suatu saat, seiring dengan
kemajuan zaman akan diketahui sedikit demi sedikit. Selama proses
perkembangan ilmu pengetahuan akan terdapat kesulitan dalam membedakan kedua
golongan tersebut, karena batas antara penyebab yang tidak diketahui dan
penyebab yang diketahui menjadi tidak jelas.
Saat
ini, jika penyebab hipertensi adalah suatu kelainan organ struktural atau gen
yang spesifik, maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi sekunder. Namun,
jika penyebab hipertensi adalah kelainan-kelainan yang umum dan fungsional,
maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi primer.3
Berikut
akan dijelaskan mengenai etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari
hipertensi primer dan sekunder.
3.1 Hipertensi Primer
Hipertensi Primer atau
hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui secara
pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam menemukan mekanisme yang bertanggung
jawab atas terjadinya hipertensi primer adalah banyaknya sistem yang terlibat
dalam pengaturan tekanan darah. Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun
perifer, sistem pengaturan ginjal, sistem pengaturan hormon dan pembuluh
darah adalah sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini
saling mempengaruhi dengan susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gen-gen
tertentu.3
Faktor-faktor
yang mempengaruhi sistem-sistem tersebut erat kaitannya dalam membicarakan
etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari hipertensi. Faktor-faktor yang
diketahui memiliki pengaruh antara lain adalah faktor-faktor lingkungan
seperti asupan natrium, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, besar keluarga dan
keramaian penduduk. Faktor-faktor ini telah diasumsikan sebagai faktor yang
berperan penting dalam peningkatan tekanan darah seiring bertambahnya usia
setelah membandingkannya antara kelompok masyarakat yang lebih banyak
terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan faktor-faktor tersebut.3
Faktor
genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh terhadap kejadian
hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah diatur oleh
gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan genetik kompleks yang paling
umum ditemukan dan diturunkan pada rata-rata 30% keturunannya. Namun, faktor
keturunan ini dipengaruhi oleh penyebab-penyebab yang multifaktorial sehingga
setiap kelainan genetik yang berbeda dapat memiliki manifestasi hipertensi
sebagai salah satu ekspresi fenotipnya.3
Berdasarkan hal di atas dan
penelitian-penelitian di bidang tersebut, maka faktor-faktor seperti usia,
ras, jenis kelamin, merokok, asupan alkohol, kolesterol serum, intoleransi
glukosa dan berat badan dapat mempengaruhi prognosis dari hipertensi. Semakin
muda seseorang mengetahui kelainan hipertensinya, semakin besar umur harapan
hidup orang tersebut.3
Etnis
seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian hipertensi, namun
penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian hipertensi menghasilkan hasil
yang beragam. Hal ini disebabkan, karena selain faktor etnis, terdapat juga
faktor lingkungan dan faktor perilaku yang ikut mempengaruhi kejadian
hipertensi. Sehingga penelitian terhadap etnis yang sama di tempat yang berbeda,
menghasilkan data yang berbeda. Secara umum, banyak penelitian yang
menunjukkan kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada etnis Afro-Karibia
dan Asia Selatan dibandingkan dengan etnis kulit putih.8
Aterosklerosis
merupakan penyakit yang sering ditemukan bersamaan dengan hipertensi dan
memiliki hubungan timbal balik positif. Tekanan darah yang tinggi akan
memberikan beban terhadap dinding pembuluh darah dan melalui proses yang
kronis, tekanan berlebih ini akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh
darah. Kerusakan dinding arteri ini merupakan pencetus terjadinya proses
aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan hipertensi jika
terjadi secara menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka, bukanlah hal yang
tidak wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian
aterosklerosis seperti tingginya kadar kolesterol serum, intoleransi glukosa
dan kebiasaan merokok juga mempengaruhi kejadian hipertensi.3,9
Korelasi
positif antara obesitas dengan hipertensi juga sudah tidak dipertanyakan
lagi. Peningkatan berat badan telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian
hipertensi dan penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah
arterinya. Namun, belum diketahui apakah perubahan ini berhubungan dengan
perubahan sensitivitas dari insulin.3
Gambar
1. Alur hipotetis hipertensi primer11
3.2 Hipertensi Sekunder
Seperti telah disebutkan
sebelumnya, hipertensi sekunder merupakan hipertensi dengan penyebab yang
dapat diidentifikasi. Walaupun hipertensi sekunder lebih sedikit, namun
penyakit ini perlu mendapat perhatian lebih oleh karena :3
(1)
Terapi terhadap penyebab dapat
menyembuhkan hipertensi
(2)
Hipertensi sekunder dapat
menjadi penghubung dalam memahami etiologi dari hipertensi primer.
Penyebab-penyebab dari
hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal, kelainan endokrin, koartasi aorta
dan juga obat-obatan.
Penyebab-penyebab tersebut akan dibicarakan pada bagian berikut.3
3.2.1 Kelainan Ginjal
Hipertensi yang diakibatkan oleh
kelainan ginjal dapat berasal dari perubahan
sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus dinding
pembuluh darah atau berasal dari kekacauan dalam fungsi pengaturan cairan dan
natrium yang mengarah pada meningkatnya volume cairan intravaskular.
Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang menyebabkan hipertensi
adalah kelainan renovaskular dan kelainan parenkim ginjal.3
Kelainan renovaskular disebabkan
oleh rendahnya perfusi dari jaringan ginjal oleh karena stenosis yang terjadi
pada arteri utama atau cabangnya yang utama. Hal ini menyebabkan sistem
renin-angiotensin teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan produk dari
sistem renin-angiotensin, akan secara langsung menyebabkan vasokonstriksi
atau secara tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik. Selain
itu angiotensin II juga akan merangsang sekresi aldosteron yang mengakibatkan
terjadinya retensi natrium.3
Aktivasi sistem
renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari hipertensi yang diakibatkan
kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya adalah penurunan perfusi jaringan
ginjal pada kelainan parenkim ginjal disebabkan oleh peradangan dan proses
fibrosis yang mempengaruhi banyak pembuluh darah kecil di dalam ginjal.3
3.2.2 Kelainan Endokrin
Kelainan endokrin dapat
menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan banyak hormon-hormon yang
mempengaruhi tekanan darah. Beberapa kelainan endokrin ini antara lain adalah
:3
1.
Hiperaldosteronism primer
2.
Cushing syndrome
3.
Pheochromocytoma
4.
Akromegali
5.
Hiperparatiroid
3.2.3 Koartasi Aorta
Hipertensi yang disebabkan oleh
koartasi aorta dapat berasal dari vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri
atau perubahan pada perfusi ginjal. Perubahan perfusi ginjal ini akan
menghasilkan bentuk hipertensi renovaskular yang tidak umum.3
4. KOMPLIKASI DAN MANIFESTASI
HIPERTENSI
Penderita hipertensi umumnya
meninggal pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan orang yang tidak
memiliki hipertensi. Penyebab kematiannya yang paling sering adalah akibat
penyakit jantung, stroke atau gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menyebabkan
kebutaan akibat retinopati.3
4.1 Efek pada Jantung
Peningkatan tekanan darah
sistemik menyebabkan jantung harus bekerja lebih berat untuk
mengkompensasinya. Pada awalnya, jantung akan mengalami hipertrofi ventrikel
yang konsentris, yaitu meningkatnya ketebalan dinding otot jantung. Namun,
pada akhirnya, kemampuan ventrikel ini akan semakin menurun, sehingga ruang
ventrikel jantung akan ikut membesar. Pembesaran jantung ini lama-kelamaan
akan mengakibatkan gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung mulai tampak.
Angina
pektoris juga dapat terjadi pada penderita hipertensi yang disebabkan oleh
karena kombinasi dari kelainan pembuluh darah koroner dan peningkatan
kebutuhan oksigen sebagai akibat dari peningkatan massa jantung. Iskemia dan
infark miokard akan terjadi pada tahap lanjut dari perjalanan penyakit yang
dapat mengakibatkan kematian.3
4.2 Efek Neurologis
Efek neurologis jangka panjang
dari hipertensi dapat dibagi menjadi efek pada sistem saraf pusat dan efek
pada retina. Oklusi atau perdarahan merupakan penyebab dari timbulnya
efek-efek neurologis ini. Infark serebral merupakan akibat dari proses aterosklerosis (oklusi)
yang sering ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral
adalah hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga
mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktu-waktu
dapat pecah dan menimbulkan perdarahan.3
Retinopati akibat hipertensi
dapat disebabkan oleh efek-efek seperti penyempitan tak teratur dari arteriol
retina atau perdarahan pada lapisan serat saraf dan lapisan pleksiform luar.3
Sakit
kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo, tinnitus, pingsan
dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi yang berasal dari
efek neurologis. Efek neurologis paling berbahaya adalah kematian dan
kebutaan yang merupakan dua hal yang paling ditakutkan terjadi pada penderita
hipertensi.3
4.3 Efek pada Ginjal
Aterosklerosis yang terjadi pada
arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus merupakan penyebab yang
paling umum dari kelainan ginjal oleh karena hipertensi. Akibatnya adalah
terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan juga disfungsi dari tubulus
ginjal. Proteinuria dan hematuria mikroskopis terjadi oleh karena kerusakan
glomerulus. Kematian oleh karena hipertensi, 10% di antaranya diakibatkan
oleh gagal ginjal.3
5. PENANGANAN HIPERTENSI
5.1
Prinsip Penanganan
Prinsip penanganan hipertensi
adalah mengusahakan agar tekanan darah penderita tetap di dalam batas normal
dan jika terjadi kenaikan seiring dengan bertambahnya usia, maka kenaikannya
tersebut tidak terlalu tinggi. Hal ini dilakukan agar risiko morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal dapat
dikurangi. Target tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90 mmHg.
Pada penderita diabetes dan penyakit ginjal, targetnya lebih rendah, yaitu
<130/80 mmHg.5
Penelitian-penelitian
menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi mempunyai keuntungan seperti :5
(1) Mengurangi insidensi kasus stroke
rata-rata sebesar 35-40%.
(2) Mengurangi insidensi infark miokard
rata-rata sebesar 20-25%.
(3) Mengurangi insidensi gagal jantung
rata-rata >50%.
Penanganan
hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memperbaiki pola hidup dan
dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola hidup perlu dilakukan, terutama
jika penderita sudah termasuk dalam kategori prehipertensi. Sedangkan pada
penderita yang sudah mencoba perubahan pola hidup tetapi tetap gagal mencapai
target (<140/90 mmHg) , maka terapi farmakologi perlu dimulai.5
Pada
kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di atas 50 tahun,
mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada mengurangi tekanan darah
diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol harus menjadi perhatian utama
dalam menangani hipertensi.5
5.2 Perbaikan Pola Hidup
Terapi nonfarmakologis dengan
modifikasi gaya hidup terdiri dari :
1. Menghentikan merokok
2. Menurunkan berat badan berlebih
3. Menurunkan konsumsi lkohol berlebih
4. Latihan fisik
5. Menurunkan asupan garam
6. Meningkatkan konsumsi buah dan
sayur serta menurunkan asupan lemak.
Penerapan
pola hidup sehat oleh semua orang merupakan hal yang penting untuk pencegahan
hipertensi dan merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam penanganan
penderita hipertensi. Penurunan berat badan sebesar 4,5 kg saja sudah dapat
mengurangi tekanan darah, walaupun yang diutamakan adalah pencapaian berat
badan yang ideal. Tekanan darah juga dapat dikendalikan dengan penerapan pola
makan yang dibuat oleh DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). Pola
makan yang baik menurut DASH adalah diet kaya akan buah-buahan, sayur-sayuran
dan produk susu yang rendah lemak(lowfat). Asupan natrium juga harus dibatasi
agar tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gr natrium). Semua orang yang
mampu sebaiknya melakukan aktivitas fisik aerobik yang teratur seperti jalan
cepat sekurang-kurangnya 30 menit setiap hari. Asupan alkohol harus dibatasi
agar tidak lebih dari 1 ons (30mL) etanol per hari untuk pria. Sedangkan
untuk wanita dan orang yang berat badannya ringan, dibatasi agar tidak lebih
dari 0,5 ons (15ml) etanol per hari.5
5.3 Terapi Farmakologis
Ada berbagai macam obat
antihipertensi yang tersedia. Tabel 2 memuat daftar obat-obat yang biasanya
digunakan sebagai obat antihipertensi. Dosis dan frekuensi pemberiannya juga
tertera.5
Lebih dari 2/3 penderita
hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan hanya satu obat saja dan
membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat antihipertensi dari kelas yang
berbeda. Diuretik merupakan obat yang direkomendasikan sebagai obat yang
pertama kali diberikan, jika penderita hipertensi memerlukan terapi
farmakologis, kecuali jika terdapat efek samping.5
Semua obat antihipertensi
bekerja pada salah satu atau lebih tempat pengaturan tekanan darah berikut:10
1.
Resistensi arteriol
2.
Kapasitansi venule
3.
Pompa jantung
4.
Volume darah
Obat-obat antihipertensi
tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat kerja utamanya,
antara lain:10
1. Diuretik yang menurunkan tekanan
darah dengan mengurangi kandungan natrium tubuh dan volume darah
a. Thiazide diuretic
b. Loop diuretic
c. Potassium sparing diuretic
2. Agen-agen simpatoplegia yang
menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi pembuluh darah perifer,
menghambat kerja jantung dan meningkatkan kapasitansi darah dengan
memvasodilatasi vena
a. Beta-blocker
b. Alpha-1 blocker
c. Central alpha-2 agonist
3. Vasodilator direk yang menurunkan
tekanan darah dengan merelaksasi otot polos pembuluh darah, sehingga
menurunkan resistensi dan meningkatkan kapasitansi pembuluh darah.
a. Calcium channel blocker
b. Hydralazine
c. Minoxidil
4. Agen yang menghambat produksi atau
kerja dari angiotensin sehingga menurunkan resistensi pembuluh darah perifer
dan juga volume darah.
a. Angiotensin Converting Enzyme
inhibitor
b. Angiotensin II antagonist
c. Aldosterone receptor blocker
Kenyataan
bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja dengan mekanisme yang
berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat yang berbeda golongan tersebut
dapat meningkatkan efektifitas dan juga dalam beberapa kasus menurunkan
toksisitas dari terapi farmakologis.10
5.4 Algoritma Penanganan Hipertensi5
Gambar
2. Algoritma Penanganan Hipertensi5
Kombinasi
yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
1. CCB dan ACEI atau ARB
2. CCB dan BB
3. CCB dan diuretika
4. AB dan BB
5. Kadang diperlukan tiga atu empat
kombinasi obat
5.5 Penanganan Hipertensi pada
Kasus-kasus Tertentu
Hipertensi
dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain sehingga terdapat
beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan antihipertensi. JNC
VII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus tersebut yang dapat dilihat
pada tabel berikut :5
Tabel
2. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.5
5.6 Penanganan Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi terdiri dari
hipertensi emergensi (emergency hypertension) dan hipertensi urgensi (urgency
hypertension). Hipertensi emergensi dikarakterisasi oleh peningkatan tekanan
darah yang hebat (>180/120mmHg) yang disertai dengan keadaan-keadaan
disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi
organ target. Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah yang segera
(tidak perlu menjadi normal) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ
target. Contohnya adalah ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral,
infark miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan edema pulmonal, unstable
angina pectoris, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsi.5
Hipertensi urgensi adalah
keadaan-keadaan dengan peningkatan tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg)
tanpa disertai keadaan-keadaan disfungsi organ target atau keadaan-keadaan
yang mengarah pada disfungsi organ target. Hipertensi urgensi biasanya
ditandai dengan sakit kepala yang hebat, nafas pendek, epitaksis, atau
kecemasan yang berlebih.5
Pasien-pasien dengan hipertensi
emergensi harus dirawat di ICU (intensive care unit) untuk pemantauan dan
pemberian obat-obatan antihipertensi parenteral. Target terapi awal adalah
menurunkan tekanan darah arteri rata-rata, tetapi tidak lebih dari 25% dalam
1 menit sampai 1 jam. Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target terapi
adalah menurunkan tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan untuk
mencegah terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk alasan ini,
nifedipin kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi hipertensi
emergensi.5
Jika target tersebut telah
tercapai dan keadaan pasien telah stabil, penurunan tekanan darah berikutnya
dapat dilakukan dalam 24-48 jam kemudian. Terdapat beberapa pengecualian dari
penanganan di atas, yaitu:5
• pasien dengan stroke iskemik yang
mana pemberian terapi antihipertensi secara segera masih menimbulkan
perdebatan.
• pasien dengan diseksi aorta yang
harus menurunkan tekanan darah sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan.
• pasien yang menerima agen-agen
trombolitik.
Tabel
3. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi
emergensi.5
5.7 Evaluasi dan Pemantauan
Setelah terapi farmakologis
untuk hipertensi dimulai, penderita hipertensi harus kontrol secara teratur
untuk memantau perkembangannya setidaknya sebulan sekali sampai tekanan
darahnya normal. Kunjungan yang lebih sering diperlukan pada penderita
hipertensi derajat 2 (stage II) atau jika mempunyai komplikasi. Kadar kalium
dan kreatinin serum harus dimonitor setidaknya satu atau dua kali
setahun.5
Setelah tekanan darah mencapai
target dan stabil, kunjungan dapat dilakukan dengan interval tiga bulan sekali
atau enam bulan sekali. Jika ada penyakit lain seperti gagal jantung dan
diabetes, kunjungan harus lebih sering dilakukan.5
Tabel
4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah awal
untuk pasien tanpa kerusakan organ target.5
6. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
HIPERTENSI : TANTANGAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Pencegahan dan penanganan
hipertensi merupakan tantangan yang perlu dihadapi oleh ilmu kesehatan
masyarakat. Jika kenaikan tekanan darah seiring bertambahnya usia dapat
dicegah, maka akan terdapat banyak penyakit kardiovaskular, stroke dan
penyakit ginjal yang dapat dicegah. Beberapa faktor penyebab hipertensi telah
diidentifikasi, termasuk kelebihan berat badan, kelebihan asupan natrium,
kurangnya aktivitas fisik, kekurangan diet buah-buahan dan sayur-sayuran,
serta tingginya konsumsi minuman beralkohol.5
Oleh karena, risiko kejadian
seumur hidup (lifetime risk) hipertensi adalah sangat tinggi, maka diperlukan
suatu strategi di bidang ilmu kesehatan masyarakat yang mencakup pencegahan
dan penanganan hipertensi. Sebagai upaya untuk mencegah kenaikan tekanan
darah dalam suatu populasi, pencegahan utama ditujukan pada pengurangan
faktor-faktor penyebab pada populasi tersebut. Individu-individu yang
termasuk dalam kategori prehipertensi perlu diberi perhatian lebih.5
Walaupun penurunan tekanan darah
dari suatu populasi hanya menghasilkan penurunan yang kecil, namun dampaknya
akan sangat besar. Sebagai contoh, telah diperhitungkan bahwa jika terdapat
penurunan tekanan darah sistol sebesar 5 mmHg pada suatu populasi, maka akan
menghasilkan penurunan sebesar 14 % dari mortalitas karena stroke, 9 % dari
kematian akibat penyakit jantung koroner dan 7 % dari kematian akibat semua
penyebab.5
Hambatan dalam pencegahan
hipertensi ini adalah kebudayaan masyarakat; tidak adanya perhatian terhadap
kegiatan pendidikan kesehatan oleh para praktisi di bidang kesehatan;
kurangnya dana untuk program-program pendidikan kesehatan; kurangnya akses
terhadap sarana-sarana olahraga; besarnya porsi makanan di tempat-tempat
makan umum; kurangnya ketersediaan makanan sehat di tempat-tempat umum
seperti sekolah, tempat kerja, dan restoran; kurangnya kegiatan olahraga di
sekolah; tingginya kandungan natrium dari produk-produk makanan yang dibuat
oleh industri pangan dan restoran-restoran; mahalnya harga-harga makanan
sehat.5
Upaya untuk menghadapi
hambatan-hambatan tersebut memerlukan pendekatan menyeluruh yang ditujukan
tidak hanya pada populasi dengan risiko tinggi, tetapi juga pada masyarakat
secara umum seperti sekolah, tempat kerja dan industri makanan. Rekomendasi
yang dilakukan oleh American Public Health Association dan juga National High
Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Coordinating Committee agar
industri pangan termasuk restoran-restoran untuk mengurangi kandungan natrium
pada produk-produknya sebesar 50 % dalam waktu 10 tahun ke depan, adalah tipe
pendekatan yang jika diterapkan, akan mengurangi tekanan darah populasi.5
HIPERTENSI
DALAM KEHAMILAN
Hipertensi merupakan salah satu
masalah kesehatan yang sangat sering ditemukan dalam kehamilan. Sekitar 7-10
% komplikasi dari kehamilan adalah
hipertensi (12)
HDK
merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping
perdarahan dan infeksi. Selain itu, HDK juga memiliki angka mortalitas dan
morbiditas pada bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklamsia dan eklamsia
merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal. Oleh karena itu diperlukan
perhatian serta penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini.
(13)
KLASIFIKASI
HDK
berdasarkan The Working Group Report dan High Blood Pressure in Pregnancy
(2000) dibagi menjadi :
1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronis
3. Superimposed preeklamsi
4. Preeklamsi ringan, preeklampsi
berat dan eklamsi
Sebagai
batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah
diastolik > 90 mmHg dan tekanan darah sistolik > 140 mmHg pada dua kali
pemeriksaan yang berjarak : 4 jam atau lebih dan proteinuria, jika dijumpai
protein dalam urine melebihi 0,3 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif
minimal positif (+) satu.(13,14)
DEFINISI
(15-18)
1. Hipertensi Gestasional
- TD mencapai > 140/90 mmHg,
tetapi proteinuri (-) untuk pertama kali dalam masa kehamilan
- Transient hipertension jika tidak
berkembang menjadi preeklamsi dan TD kembali ke normal dalam 12 minggu post
partum
- Dengan klasifikasi demikian maka
diagnosis bahwa seorang wanita tidak/bukan preeklamsi dibuat hanya pada
postpartum
- Sehingga diagnosisnya hipertensi
gestasional
- Wanita dengan hipertensi
gestasional dapat mengalami tanda-tanda yang berhubungan dengan preeklamsi,
misalnya :
Nyeri kepala
Nyeri ulu hati
Atau trombositopeni
2. Preeklamsi
Preeklamsi
merupakan sindroma spesifik dalam kehamilan akibat berkurangnya perfusi organ
sekunder terhadap vasospasme dan aktivasi endothelial. Proteinuria merupakan
tanda penting pada preeklamsi. Bila tidak ada maka dipertanyakan.
Proteinuria
> 300 mg/24 jam atau persistent 30 mg/dl (+1 dipstick) pada urin random.
Proteinuria
+2 atau lebih atau protein dalam urin 24 jam 2 gr atau lebih adalah
preeklamsi berat, dimana filtrasi glomerulus terganggu dan kreatinin
meningkat.
Nyeri
epigastrium/kuadran kanan atas : akibat nekrosis hepatoseluler, iskemia dan
edema karena regangan kapsul Glisson’s. Sering disertai meningkatnya enzim
liver dan merupakan tanda untuk terminasi kehamilan. Nyeri akibat
infark/perdarahan sama seperti karena ruptur hematoma subkapsuler. Ruptur
hepar jarang dan sering berhubungan dengan hipertensi pada orang yang lebih
tua dan multipara
Trombositopeni, merupakan tanda
memburuknya preeklamsi akibat aktivitas platelet dan agregasi dan hemolisis
mikroangiopati akibat vasospame hebat. Gross hemolisis hemoglobinemia,
hemoglobinuria, hiperbilirubinemia merupakan tanda beratnya penyakit.
3. Eklamsi
Ialah
kejang pada wanita yang preeklamsi dan bukan akibat etiologi lain. Kejang
bersifat grand mal dan terjadi selama dan setelah persalinan. Kejang terjadi
> 48 jam post partum terutama pada nullipara sampai 10 hari post partum.
4. Superimposed preeklamsi
1) Hipertensi (> T 140/90 mmHg)
sebelum kehamilan
2) Hipertensi > 140/90 mmHg sebelum
20 minggu (kecuali pada penyakit gestational trofoblas)
3) Riwayat tambahan : - Multiparitas
-
Hipertensi kehamilan sebelumnya
-
Riwayat keluarga hipertensi essensial.
5. Hipertensi Kronis
Hipertropi ventrikel
Dekompensasio kordis
Cerebrovaskular accidents
Kerusakan ginjal intrinsik
Pada
wanita muda hipertensi terjadi akibat penyakit parenkim ginjal. Hipertensi
kronis yang diperberat preeklamsi terjadi pada 25% risiko solusio plasenta.
Janin
pada wanita hipertensi kronis berisiko IUGR dan kematian. Sering terjadi
superimposed preeklamsi pada wanita lebih cepat daripada preeklamsi murni.
Hipertensi kronis dalam kehamilan tensi meninggi baik sistole atau diastole
setelah 26-28 minggu. Preeklamsi ditandai proteinuria.
INSIDENSI
DAN FAKTOR RISIKO
Hipertensi gestasional sering
terjadi pada wanita nullipara, sedangkan wanita tua yang meningkat insidensi
hipertensi kronis dengan makin tuanya kehamilan berisiko terhadap
superimposed preeklamsi. Insidensi preeklamsi ialah sekitar 5%, dipengaruhi
oleh faktor-faktor : (12)
Paritas
Ras dan etnik
Predisposisi genetik
Faktor lingkungan
Faktor
Lain :
- Sosioekonomis sosioekonomis
yang tinggi menurunkan insidensi
- Suplemen kalsium Ca harian
- Kehamilan kembar
- Riwayat hipertensi kronis
- Wanita dengan usia > 35 tahun
- Obesitas
- Etnik Afrika-Amerika
Obesitas
:
- Wanita dengan BMI < 19,8 kg/m2
: 4,3 %
- Wanita dengan BMI > 35 kg/m2 :
13,3%
Kembar
- Hipertensi gestasional
Single : 6%
Gemelli
: 13%
- Preeklamsi
Single : 5%
Gemelli
: 13%
Bayi
/ janin dari wanita kembar dengan HDK meningkatkan risiko outcome daripada
yang tunggal
Merokok
- Meningkatkan risiko terhadap
outcome janin
- Menurunkan risiko terhadap HDK
Plasenta
previa
- Menurunkan risiko terhadap HDK
Eklamsi
- Dapat dicegah dan di AS telah
berkurang dengan PNC yang adekuat
- Komplikasi mayor :
Solusio plasenta : 10%
Defisit neurologis :
7%
Pneumonia aspirasi : 7%
Udema paru : 5%
Cardiopulmanory arrest : 4%
ARF :
4%
Kematian Ibu : 1%
PATOLOGI
(4,6)
Perubahan patologis dari fungsi
organ dan sistem sebagai akibat vasospasme dan iskemia terhadap preeklamsi
berat dan eklamsi. Pengaruhnya terhadap ibu :
- Kardiovaskuler
- Hematologis
- Endokrin dan metabolisme
- Perubahan aliran darah regional
Pengaruh
terhadap janin : insufisiensi uteroplasenta
1. Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan Hemodinamik
- Dengan menggunakan monitoring
Doppler
- Preeklamsi pada wanita yang
tadinya normotensif : CO meningkat sebelum diagnosis klinis tapi resistensi
perifer total tidak berubah dan dengan preeklamsi menjadi CO menurun dan
resistensi perifer menurun.
- Wanita yang hipertensi
gestasional : CO meningkat sebelum dan selama perkembangan hipertensi
Ada
3 faktor yang mempengaruhi :
1) Wanita dengan preeklamsi memiliki
berbagai perubahan CV yang tergantung pada berat dan lamanya
2) Penyakit yang mendasari dapat
merubah manifestasi klinik
3) Intervensi terapi dapat merubah
- Sehingga berdasarkan hal ini
dibagi :
1) Tidak perlu terapi
2) MgSO4 dan hidralazin tanpa volume
intravena
3) MgSO4 dan hidralazin dengan loading volume
intravena
- Wanita yang dibatasi pemberian
cairan iv (hidrasi) wedge pressure < 10 mmHg atau > 5 mmHg fungsi
ventrikel yang besar bukan karena stroke volume tapi karena wedge pressure
yang rendah (kontraktilitas miokardium), sedangkan wanita yang diberi banyak
volume cairan PCWP (pulmonary Capillary Wedge Pressure) > besar dan
fungsi ventrikel tetap karena CO
meningkat. Oleh karenanya pemberian cairan yang banyak pada PEB
menyebabkan tekanan pengisian sebelah kiri meningkat CO meningkat lebih
dari normal.
Volume Darah
Normal
wanita hamil pada minggu terakhir, volume darah = 5 liter, tidak hamil = 3,5
liter. Pada preeklamsi 1,5 liter darah ini tidak ada karena vasokontriksi
yang memberat oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah
(hemokonsentrasi).
Preeklamsi
perbedaan ini tidak jelas
Hipertensi
gestasional volume darah normal
Hematokrit
yang menurun sebagai akibat perdarahan persalinan pada wanita hamil, atau
sebagai akibat destruksi eritrosit.
Bila
tidak ada perdarahan, intravaskular pada eklamsi tidak berkurang.
2. Perubahan Hematologis
- Trombositopeni
- Faktor pembekuan darah menurun
- Eritrosit cepat hemolisis
Koagulasi
Trombositopeni
Destruksi eritrosit
Produk degenerasi fibrin meningkat
Thrombin time meningkat
Perubahan koagulasi ini sebagai
akibat preeklmasi dan eklamsi
Trombositopeni
Diinduksi
oleh preeklamsi, eklamsi.
Setelah
partus meningkat sampai normal dalam 3-5 hari.
Frekuensi
dan intensitas tergantung pada jarak antara preeklamsi dan persalinan
Ditandai
: trombosit < 100.000/mm3 berat
Trombositopeni
ini sebagai akibat aktivasi platelet dan konsumsi pada saat yang bersamaan
sehingga produksi platelet meningkat. Tromboporetin, suatu cytokine yang
meningkatkan proliferasi platelet dari megakariosit, meningkat pada wanita
preeklamsi dengan trombositopeni. Bila etiologi tidak diketahui pasti, proses
imunologis atau tumpukan platelet di endotel yang rusak.
Antiglobulin
dan Ig yang terikat platelet meningkat pada preeklamsi. Trombositopeni
menunjukkan beratnya proses patologis, makin rendah trombosit makin besar
morbiditas dan mortalitas. Peningkatan enzim hati menunjukkan beratnya
penyakit, sehingga menurut Weistein (1982) kombinasi hal diatas sebagai HELLP
syndrome (Hemolysis, ELevated liver enzymes, LP low Platelet)
Neonatus
dari wanita preeklamsi juga trombositopeni
Fragmentasi Hemolysis
Destruksi
eritrosit hemolisis, schizocytosis, sferobitosis, retikulosis
hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Terjadi karena hemolisis mikroangiopathi
dan vasospasme yang menyebabkan kerusakan endothel dengan adherence dan
deposition fibrin.
Faktor pembekuan lain
Defisiensi
berat faktor koagulasi pada PEB-eklamsi tidak umum terjadi kecuali bila ada
konsumsi koagulasi seperti solusio plasenta atau perdarahan hebat akibat
infark hati.
Anti
trombin III : penurunan pada wanita preeklamsi dibandingkan wanita hamil
normal dan begitu pula dengan hipertensi kronis.
Fibronectin
: glikoprotein membrana basalis endotel meningkat pada wanita preeklamsi.
3. Perubahan Endokrin dan Metabolik
Hipertensi
dalam kehamilan menyebabkan penurunan renin, angiotensi II, aldosteron.
Dengan retensi Na, hipertensi dan sekresi renin menurun.
Perubahan Endokrin
Angiotensin
II menurun menurunkan aldosteron
Pada
wanita normal renin, angiotensi II, aldosteron meningkat
Desoksikortikosteroid
(DOC) meningkat pada trimester III yang berasal dari konversi progesteron
plasma sehingga tidak berkurang dengan retensi Na dan hipertensi
Vasopressin
normal walaupun menurun dalam plasma
Atrial
natriuretic peptide meningkat selama kehamilan normal, dihasilkan dari
regangan dinding atrial akibat ekspansi valume darah. Merupakan vasoaktif dan
meningkatkan ekskresi Na dan air dengan menghambat aldosteron, renin
angiotensin II, vasopressin.
Pada
preeklamsi : atrial natriuretic peptida meningkat volume darah meningkat
CO meningkat, menurunkan resistensi vaskuler.
Perubahan cairan elektrolit
Volume
cairan ekstraseluler edema
Wanita
dengan kerusakan endotel proteinuria menurun tekanan oncotic plasma
cairan intravaskuler ke interstitiel. Elektrolit tidak berubah kecuali bila
mendapat terapi diuretik, pembatasan Na, pemberian cairan + oksitosin yang
menghasilkan antidiuretik. Edema bukan tanda memberatnya prognosis dan tidak
adanya edema bukan berarti outcome
lebih baik. Setelah eklamsi bikarbonat menurun karena asidosis metabolik yang
dikompensasi dengan respiratory loss dari CO2.
4. Ginjal
Preeklamsi
: perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun
Asam
urat plasma meningkat pada wanita yang berat preeklamsinya. Pada preeklamsi
ringan dan sedang filtrasi glomerulus menurun oleh karena volume plasma
menurun kreatinin menjadi 2 kali dari kehamilan normal : 0,5 mg/dL.
Pada
PEB kreatinin menjadi bebrapa kali lebih besar meningkat yaitu + 2-3 mg/dl
oleh karena perubahan intrinsik ginjal yang disebabkan vasospasme berat.
Oliguria oleh karena vasospame intrarenal sehingga terapi cairan intravena
yang intensif tidak dianjurkan. Dopamin menyebabkan output urine meningkat.
Preeklamsi Ca ekskresi menurun karena peningkatan reabsorbsi. Setelah
partus, bila tidak ada penyakit yang mendasari dari renovaskular kronik
fungsi ginjal kembali sempurna, tapi bila terjadi rekrosis cortikal renal
menjadi irreversibel.
5. Hati
PEB
terjadi ekskresi yang melambat dari bromosulfophthalein dan peningkatan
aminotransferase aspartat serum.
- Hiperbilirubinemia berat
- Alkaline fosfatase meningkat
Peningkatan
enzim hati ini akibat periportal hemorrhagic necrosis pada pinggir lobus hati
dapat terjadi hepatic rupture yang terdapat di bawah kapsul hepar
membentuk subkapsular hematoma.
HELLP
SYNDROME
Pada
preeklamsi –eklamsi melibatkan hati dan organ lain : ginjal, otak sehingga
terjadi hemolisis dan trombositopeni.
Hemolisis,
Elevated Liver enzym, Low Platelet.
Komplikasi
:
- Solusio plasenta 7%
- Oedem paru 6%
- ARF 2%
- Subcapsular liver hematoma 1%
Outcome
pada kehamilan berikutnya pada wanita HELLP syndrome : preeklamsi rekuren,
prematur, IUGR, solusio plasenta, seksio sesarea.
6. Otak
Manifestasi
SSP kejang
PA
Perdarahan
gross karena ruptur arteri oleh karena hipertensi berat pada wanita dengan
hipertensi gestasional / dengan penyakit hipertensi kronis sebelumnya. Atau
lesi yang lebih luas dan jarang fatal : edema, hiperemia, fokal anemia,
trombosis dan perdarahan.
Perdarahan
serebral merupakan penyebab kematian pada eklamsi.
Neuroimaging
Dengan
CT scan : yang umum gambaran hipodense pada kortex serebri oleh karena
perdarahan petekhie dan infark. Luasnya dan lokasi iskemia atau lesi
subkortikal ptekhie mempengaruhi terjadinya eklamsi dan komplikasi neurologis
seperti kebutaan dan koma.
6.1
Kebutaan
Pada
preeklamsi-eklamsi : kebutaan bersama atau tersendiri dengan konvuly.
Berbagai derajat amourosis pada hipodensitas lobus occipitalis berlangsung
selama 4 jam sampai 8 hari.
Vasospasme
arteri retinalis gangguan
penglihatan
MgSO4
6 g bolus Vasodilatasi arteri retinalis
Ablasi
retina perubahan pandangan biasanya sebelah dan jarang menimbulkan
kehilangan penglihatan total seperti pada cortical blindness. Tidak perlu
terapi, prognosis baik dan pulih dalam 1 minggu.
6.2
Edema Serebri
Komplikasi koma, herniasi serebri
Manifestasi
: lethagi, confusion, blurred vision (pandangan kabur), koma
Perubahan
status mental tergantung pada derajat yang tampak pada CT scan /MRI. Edema
ini terjadi karena iskemi (sitotaksik) juga hiperperfusi (vasogenic) edema.
Cerebral
Blood Flow
Preeklamsi
: tekanan perfusi serebri meningkat diimbangi dengan meningkat resistensi
serebro vaskuler sehingga tidak ada perubahan dalam CBF. Pada eklamsi :
dengan hilangnya autoregulasi CBF resistensi vaskuler menurun
hiperperfusi serebral sama dengan yang tampak pada hipertensi ensefalopati
yang tidak berhubungan dengan kehamilan.
Pada
wanita preeklamsi dengan nyeri kepala perfusi abnormal (menurun atau
meningkat). Bila nyeri kepala hebat, peningkatan CBF /perfusi pada hemisfer
sisi yang satu.
Wanita
preeklamsi vasospasme serebral yang ditandai dengan naik atau turun tekanan
perfusi serebral yang berbeda dengan hemisfer sebelahnya yaitu untuk
meningkatkan regangan dinding arterial serebral dan vasokonstriksi.
Elektroensefalografi
(EEG)
Abnormal
setelah eklamsi (48 jam setelah
kejang) yang menetap 1 minggu tapi kebanyakan normal dalam 3 bulan.
7. Uteroplasenta Perfusion
Hamil
normal arteriol miometrium : 500m sedangkan pada preeklamsi : 200
m.
Metode
tak langsung
Pengukuran
estradiol 17 sebagai konversi De-OH isoandrosteron sulfate oleh plasenta.
Pada
wanita hamil normal dengan makin tuanya kehamilan jumlahnya (estradiol 17)
makin meningkat.
Sedangkan
pada preeklamsi : menurun
Doppler
Velosimetri
Hanya
sedikit yang normal sirkulasi uteroplasental.
Perubahan
Histologis
Ditandai
lesi pada arteri uteroplasenta oleh sel busa yang kaya lemak. Pada kehamilan
normal A. spiralis diinvasi oleh trofoblas endovaskuler. Pada preeklamsi
endovaskuler trofoblas menyerbu a. spiralis bukan di pembuluh darah
miometrium tapi di pembuluh darah
desidua.
Perubahan
preeklamsi pada mulanya : kerusakan endothel, merembesnya plasma ke dinding
pembuluh darah, proliferasi sel miointima, nekrosis medial, akumulasi lemak
pada sel miontima dan makrofag. Invasi trofoblas pada arteri spiralis
berhubungan dengan beratnya hipertensi.
PATOFISIOLOGI
(16)
Hipertensi
dalam kehamilan biasanya terjadi pada wanita :
1. Yang terpapar villi chorian untuk
pertama kali
2. Yang terpapar villi chorion yang
besar seperti pada gemelli atau mola hidatidosa
3. Yang sebelumnya mempunyai penyakit
vaskuler
4. Yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk hipertensi dalam kehamilan
Berbagai
teori yang pernah dikemukakan, antara lain : (20)
1. Faktor imunologis
Hal
ini didasarkan pada pengamatan bahwa HDK sering ditemukan pada nulipara,
kehamilan kembar, multipara dengan inseminasi donor, penurunan konsentrasi
komplemen C4, wanita dengan fenotipe HLA-DR4, adanya aktivasi komplemen,
neutrofil dan makrofag .
2. Faktor genetik
Ha1
ini didasarkan pada kenyataan bahwa preeklamsi sering ditemukan dalam
keluarga tertentu. Beberapa bukti yang ditemukan antara lain preeklamsi di
turunkan oleh gen resesif tunggal, penyebabnya multifaktor, di turunkan oleh
gen angiotensinogen.
3. Faktor nutrisi
Ada
yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan adanya defisiensi
kalsium, protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan asam lemak tidak
jenuh.
4. Faktor hormon
Hal
ini dihubungkan dengan kadar hormon progesteron yang semakin meningkat pada
kehamilan normal. Progesteron bersifat diuretikum ringan, sehingga sedikit
saja natrium yang dikeluarkan melalui urin. Bila kadar progestron menurun,
maka natrium akan banyak diekskresikan sehingga reseptor arteriol di
juxtaglomeruler akan terangsang untuk menghasilkan renin, angiotensin I dan
angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor. Aldosteron juga akan dihasilkan
sehingga akan terjadi retensi natrium dan cairan. Kadar renin plasma telah
dibuktikan rendah pada penderita preeklamsi. Namun, kadar progesteron tidak
ditemukan menurun dengan jelas pada penderita preeklamsi-eklamsi.
5. Komponen vasoaktif
Pada
mulanya faktor ini dianggap sebagai penyebab dari penyakit ini karena akan
bertanggung jawab langsung pada kejadian vasokonstriksi dan hipertensi.
Meskipun demikian, ternyata kemudian, ada faktor lain yang mendahuluinya yang
menyebabkan dikeluarkannya zat-zat vasoaktif ini.
Endotelin
merupakan vasokonstriktor yang kuat yang dihasilkan oleh endotel pembuluh
darah. Plasma endothelin-1 dilaporkan meninggi kadarnya dalam darah ibu
dengan preeklamsi. Sebaliknya nitrit oksida (NO) yang dulunya dikenal sebagai
EDRF (endothelium derived relaxing factor) ditemukan menurun kadarnya atau
menghilang dalam serum penderita preeklamsi .
Nitrit
oksida merupakan vasodilator yang kuat yang disintesis dari L-arginine oleh
sel eadotel. Hambatan pada produksi NO akan menyebabkan peninggian tekanan
arteri rata-rata, penurunan frekuensi denyut jantung, dan meningkatkan
kepekaan pembuluh darah pada zat-zat vasokonstriktor.
6. Faktor endotel dan plasenta
Akibat
defisiensi imunologis pada plasenta yang menyebabkan gangguan invasi
trofoblas pada arteri spiralis akan terjadi gangguan perfusi unit
uteroplasenta. Hal ini akan menyebabkan dilepaskannya faktor-faktor yang
bersifat cytotoxic yang akan menyebabkan kerusakan atau jejas pada endotel.
Kerusakan pada endotel pembuluh darah akan mengaktifkan proses pembekuan
darah dan meningkatkan kepekaan pada zat-zat vasokonstriktor, bersamaan
dengan pelepasan komponen vasoaktif di atas.
Faktor-faktor
Predisposisi
Banyak
faktor yang telah ditemukan berhubungan dengan terjadinya HDK. Kebanyakan
faktor tersebut termasuk dalam faktor predisposisi, sedangkan sebagian lagi
seperti penambahan berat badan dan edema lebih cenderung merupakan akibat
dari HDK.
Study
group WHO pada tahun 1987, telah mengumpulkan pelbagai faktor predisposisi
tersebut dalam suatu technical report series no. 758 , yaitu :
1) Umur : < 18 tahun atau > 35
tahun
2) Paritas
3) Suku bangsa
4) Keluarga (famili)
5) Genetik :
Golongan darah
Konsanguinitas
Jenis kelamin janin
6.
Nutrisi
Kalori dan protein
Vitamin, mineral
Berat badan
7.Lingkungan
Masa perang, kelaparan dan musim
kering
Iklim dan cuaca
Ketinggian
Perkotaan dan pedesaan
8. Kebiasaan dan sosio-ekonomi
Merokok
Kegiatan fisik
Sosio-ekonomi
9. Hiperplasentosis:
Kehamilan ganda (gemelli)
Hidrops fetalis
Diabetes melitus
Molahidatidosa
DUGAAN
PATOGENESIS PREEKLAMSI (20)
Dapat
disimpulkan bahwa preeklamsi adalah suatu penyakit yang merupakan manifestasi
dari gangguan fungsi banyak organ akibat vasospasme yang disebabkan oleh
kerusakan sel-sel endotel. Berdasarkan rangkaian peristiwa yang menjadi
patofisiologi preeklamsi di atas, dapat dirangkaikan kemungkinan patogenesis
pre¬eklamsi (Gambar 1), sebagai berikut :
- Reaksi imunologis akibat penolakan ibu
terhadap jaringan janin (yang
mengandung antigen paternal) diduga
merupakan awal terjadinya
maladaptasi dan menghambat invasi
sel-sel sitotrofoblas secara endo dan
perivaskuler. Akibatnya, ada
arteriol rahim yang masih memiliki tunika
muskularisnya sehingga tahanan
perifer di tempat tersebut tetap tinggi dan
menyebabkan terjadinya hipoksia.
- Keadaan hipoksia baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan
menghasil¬kan radikal bebas akan
menyebabkan kerusakan endotel
bersamaan dengan pelepasan matriks
ekstraseluler (ECM) dan molekul
perekat sel (CAM) ke dalam darah.
- Kerusakan endotel merupakan pemicu
runtutan peristiwa selanjutnya, yaitu :
terjadi peningkatan aktivitas
trombosit dan agregasi trombosit,
berkurangnya produksi vasodilator,
seperti : prostasiklin, dan nitrit oksida
meningkatnya produksi vasokonstriktor,
seperti tromboksan, katekolamin dan endotelin
meningkatnya respons pembuluh darah
terhadap zat vasokonstriktor,
vasokonstriksi yang menyeluruh akan
merangsang pengeluaran renin dan pengaktifan RAAS
(Renin-Aldosterone-Angiotensin System) yang menambah beratnya
vaso¬konstriksi, hipertensi, retensi natrium, dan edem
terpaparnya trombosit dengan
jaringan kolagen pembuluh darah menyebabkan terjadinya trombosis yang dapat
menutup aliran darah ke perifer sehingga dapat terjadi infark. Lebih lanjut
dapat terjadi DIC dan penekanan sistem fibrinolitik.
- Vasokonstriksi dan kerusakan endotel
yang menyeluruh akan meyebabkan
kerusak¬an atau gangguan fungsi
pelbagai organ vital termasuk ginjal, hati,
paru-paru, otak, jantung, mata, dan
sebagainya.
Keterangan
: KKS : Kal ikrein - Kinine System. RAAS: Renin - Aldosterone - Angiotensin
System. DIC : Disseminated Intravascular Coagulation. MOF : Multiple Organ
Failure
Gambar
1. Patogenesis Preeklamsi
DETEKSI
DINI PREEKLAMSI
1. Secara Klinis
Adapun
kelompok risiko tinggi untuk mendapat HDK adalah :
1. Primigravida
2. Hiperplasentosis : mola hidatidosa,
kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops¬fetalis, dan bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah HDK
5. Penyakit-penyakit ginjal,
hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
Gejala
klinis HDK yang perlu ditemukan atau dipantau keberadaannya adalah :
1) Kenaikan Berat Badan
Gejala
pertama yang mencurigakan adanya HDK ialah terjadi kenaikan berat badan yang
melonjak tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap
minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila kenaikan berat badan
mencapai 1 kg per minggu atau 3 kg sebulan harus diwaspadai kemungkinan
timbulnya HDK. Ciri khas kenaikan berat badan penderita HDK ialah kenaikan
yang berlebihan dalam waktu singkat dan bukannya kenaikan berat badan yang
merata sepanjang waktu kehamilan. Hal ini disebabkan oleh berat badan yang
berlebihan tersebut yang merupakan akibat dari adanya penimbunan cairan/edem.
2) Kenaikan Tekanan Darah
Gambaran
klinik yang khas pada HDK yaitu ditemukannya kenaikan tekanan darah ataupun
didapatkannya tekanan darah yang tinggi. Hipertensi ditegakkan apabila :
a. Terdapat kenaikan tekanan sistolik
> 30 mmHg atau tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih
b. Bila didapatkan kenaikan tekanan
diastolik lebih dari 15 mmHg atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau
lebih.
3) Proteinuri
Proteinuri
merupakan kelainan yang ditemukan pada fase lanjut dan jarang sekali
ditemukan pada fase dini HDK. Dalam keadaan normal, tidak dijumpai protein
dalam urin dan masih dalam batas normal bila secara kuantitatif (Esbach)
dijumpai 0,3 gram/24 jam. Apabila jumlahnya di temukan melebihi 0,3 gram/24
jam maka dianggap patologis dan secara kualitatif dapat dinyatakan dengan
(+1) - (+4)¬
4) Nyeri Kepala
Nyeri
kepala jarang ditemukan pada HDK ringan dan lebih sering ditemukan pada HDK
berat. Nyeri kepala ini dirasakan di daerah frontal atau daerah oksiput dan
sukar diatasi dengan obat-obat analgesik. Bila ditemukan nyeri kepala hebat,
harus berhati-hati karena ada kemungkinan akan terjadi eklamsi.
5) Nyeri Epigastrium
Nyeri
epigastrium merupakan gejala lanjut HDK dan juga merupakan gajala akan
terjadi kejang. Rasa nyeri ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsul hati
sebagai akibat perdarahan atau edem hati, tetapi mungkin juga kelainannya
terletak pada susunan saraf pusat.
6) Gangguan Penglihatan
Gangguan
penglihatan bervariasi dari derajat ringan sampai derajat berat yaitu dari
penglihatan kabur sampai kebutaan. Penyebabnya adalah spasmus arteriol,
iskernia, edem, dan pada keadaan berat dapat terjadi ablasio retina. Gangguan
penglihatan ini bersifat reversibel. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat
pada retina, tetapi bila dijumpai berarti adanya hipertensi kronis
7) Gejala Lainnya
Sejumlah
gejala lain bisa mengikuti preeklamsi dan eklamsi seperti, oliguri atau
anuri, edem paru sampai sianosis, dan gejala perdarahan sampai DIC. Pada
umurnnya gejala-gejala ini merupakan tanda dari beratnya dan sudah lanjutnya
2.
Secara Biokimia Dan Biofisik (15)
Identifikasi dari perfusi
uteroplasenta yang menurun, disfungsi sel endothel, aktivasi koagulasi :
1. Infus Angiotensin II
Tes
ini menggunakan Angiotensin II infus sampai diastole naik 20 mmHg. Pada
wanita yang memerlukan < 8 ng/kgBB/mnt nilai prediktif positif untuk
menjadi 20-40 %. Walaupun lebih baik dari tes yang lain tapi sulit dilakukan
secara klinis
2. Roll-Over test
Ialah
respon hipertensi pada wanita yang terbaring terlentang dari yang tadinya
posisi miring. Nullipara 28-32 yang tekanan diastolnya meningkat minimal 20
mmHg saat dilakukan manuver ini berkembang menjadi HDK. Sedangkan yang
tensinya tetap normotensif. Wanita yang positif pada roll over test juga
sensitif terhadap angiotensin II, ini menunjukkan manifestasi peningkatan
respon vaskuler atau aktifitas berlebih dari simpatis.
3. Asam Urat
Kadar
asam urat darah menunjukkan ekskresi menurun ditemukan pada preeklamsi. Nilai
> 5,9 mg/dL agak prediktif, nilai prediktif positif = 33%. Kurang berguna
untuk memperkirakan preeklamsi dalam kehamilan lanjut tidak dapat membedakan
HDK dari preeklamsi.
4. Metabolisme Calsium
Hipokalsiuria
5. Ekskresi Kallikrein Urin
Merupakan
regulator darah, dan menurun ekskresinya pada preeklamsi
6. Fibronectin
Pada
wanita yang preeklamsi / impending. Pada trimester I meningkat pada wanita
bakat preeklamsi, pada trimester II meningkat pada wanita yang HDK
7. Aktivasi Koagulasi
Gambaran
trombositopeni dan fungsi trombosit (agregasi). Aktivasi trombosit berlebihan
vasokonstriksi ibu vasokontriksi kerusakan sel endothel, infark plasenta
dan disfungsi ginjal.
Preeklamsi
Sehingga
dicoba untuk mencegah preeklamsi dengan pemberian aspirin dosis rendah.
Hitung
trombosit menurun pada PEB. Volume trombosit meningkat sehubungan dengan
konsumsi trombosit dan produksi meningkat pada trombost. Volume trombosit
yang meningkat merupakan tanda impending preeklamsi.
8. Faktor imunologi
Cytokine
(protein messenger) dari sel imun mengatur fungsi sel imun dan diproduksi
oleh makrofag dan limfosit terdiri dari interleukin, interferon, growth
factor, tumor necrosis factor. Bebrapa cytokine meningkat pada preeklamsi.
9. Placental Peptida
CRH,
chorionic gonadotropin, Activin A, Inhibin A. Inhibin A dan Activin A : tanda
preeklamsi.
10. Doppler Velocimetry A.Uterina
Pada
trimester II sebagai skrining awal preeklamsi.
PENCEGAHAN
PREEKLAMSI (19)
Oleh
karena sampai pada saat ini penyebab utama preeklamsi masih belum diketahui,
maka upaya pencegahannyapun masih belum memuaskan. Pada dasarnya upaya
pencegahan secara umum dapat dibagi ke dalam tiga tahap menurut perlangsungan
penyakit tersebut, yaitu :
1. Pencegahan primer yaitu upaya untuk
menghindari terjadinva penyakit dengan jalan menghindari atau menghilangkan
faktor risiko atau faktor predisposisi. Pada preeklamsi, faktor risikonya
antara lain primigravida, umur yang ekstrim, kehamilan kembar, anak besar,
penyakit vaskuler kronis, penyakit ginjal, mola hidatidosa, hidrops fetalis,
dan DM. Upaya pencegahan primer dengan cara menghindari kehamilan yang
disertai faktor risiko, sering tidak mungkin dilakukan, misalnya karena harus
menghindari kehamilan nulipara atau umur yang ekstrim.
2. Pencegahan sekunder. Pada tahap
ini, belum terlihat gejala klinisnya namun telah terjadi proses pato-biologis
awal akibat penyakit ini. Dengan demikian, intervensi pada tahap ini dapat
mencegah berkembangnya dan memberatnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi,
walaupun belum terlihat gejala trias hipertensi, proteinuri dan edema, uji
diagnostik untuk deteksi dini seperti, tes tidur miring (roll over test),
tekanan arteri rata-rata (MAP), USG telah tampak hasil yang patologis. Pada
umumnya upaya pencegahan yang dikenal pada saat ini adalah upaya pencegahan
pada tahap ini
3. Pencegahan tertier yaitu upaya
pencegahan penyakit yang telah disertai gejala klinik dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya komplikasi akibat semakin memberatnya penyakit tersebut.
Pada preeklamsi (yang telah disertai gejala hipertensi, edema dan
proteinuri), intervensi di sini bertujuan untuk mencegah terjadinya eklamsi
(kejang) dan komplikasinya berupa kegagalan banyak organ vital (multiple
organ failure).
DIET
OBAT-OBATAN (19)
1. Diet
- Rendah garam
-
Suplementasi calcium selama hamil menurunkan tekanan darah juga
mencegah preeklamsi (tapi masih
kontroversial)
2. Aspirin dosis rendah
- Aspirin 60 mg supresi sintesis
thromboxane oleh trombosit dan
meningkatkan
produksi prostasiklin
Tapi
dalam penelitian tidak efektif mencegah HDK / preeklamsi
3. Anti Oksidan
Terapi
antioksidan menurunkan aktivasi endothel dan bermanfaat dalam mencegah
preeklamsi.
Pemberian
Vit E dan vit C.
MANAJEMEN
(15)
1. Terminasi kehamilan pada
kemungkinan trauma pada ibu dan anak
2. Kelahiran anak yang mungkin dapat
survive hidup
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Dengan
induksi persalinan, yang penting informasi tentang umur janin.
1. Deteksi Prenatal Dini
Bila
T > 140/90 mmHg dirawat untuk observasi 2-3 hari untuk melihat apakah
makin berat.
Bila
berat : observasi ketat
Bila
ringan : berubah jalan
2. Pengelolaan rumah sakit
Hospitalisasi
pada wanita yang untuk pertama kalinya hipertensi jika persisten atau
perburukan hipertensi atau ada proteinuri.
Evaluasi
meliputi :
1. Pemeriksaan akan adanya tanda-tanda
: nyeri kepala, gangguan penglihatan, gangguan epigastrium, penambahan berat
badan yang cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk
dan tiap hari berikutnya.
3. Analisa terhadap proteinuria saat
masuk dan tiap 2 hari (selanjutnya).
4. Tekanan darah pada saat duduk tiap
4 jam kecuali waktu antara malam hari sampai dengan pagi hari.
5. Pengukuran : Kreatinin, Hematokrit,
Trombosit, Enzim Hepar
6. Evaluasi terhadap ukuran janin dan
volume cairan amnion baik secara klinis atau dengan USG
3. Terminasi Kehamilan
Persalinan
merupakan obat untuk preeklamsi
Nyeri
kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrum merupakan indikasi bahwa ada
ancaman konvulsi (kejang), juga oliguria.
Terapi
antikonvulsan dan antihipertensi setelah persalinan (terapi untuk eklamsi)
yang utama mengendalikan kejang untuk mencegah perdarahan intrakranial, kerusakan
organ lain, dan untuk melahirkan janin sehat.
4. Terapi Antihipertensi
Untuk
melanjutkan kehamilan dan menghasilkan outcome yang baik
- Labetalol : meningkatkan IUGR
menjadi 2 kali lebih sering daripada wanita yang dirawat di RS nya.
- ACE Inhibitor sebaiknya dihindari
dari trimester ke-2 dan ke-3 kehamilan, boleh pada trimester I atau jangan
dilanjutkan pada trimester setelahnya.
5. Menunda Persalinan Pada PEB
Untuk
outcome yang lebih baik dilakukan perawatan konservatif dengan observasi tiap
hari, monitoring kehamilan, dengan/tanpa obat antihipertensi. Antihipertensi
berguna bila preeklamsi cukup berat sehingga harus terminasi sebelum janin
dapat survive.
HELLP
syndrome : manajemen agresif pemberian glukakortikoid untuk pematongan paru
diikuti persalinan dalam 48 jam.
Manajemen
ekspektatif : labetalol dan nifedipin peroral untuk HELLP syndrome parsial
& PEB, baik untuk outcome tapi tidak berguna untuk kesehatan ibu (risiko
solusio plasenta dan eklamsi)
6. Glukokortikoid
Untuk
menurunkan insidensi distress pernafasan dan survive janin dan tidak
memperburuk hipertensi, juga memperbaiki lab pada HELLP syndrome, karena
berrsifat sementara maka terapi ini tidak dapat menunda perlunya persalinan.
7. Unit Kehamilan Risiko Tinggi
Diberi
Fe dan asam folat, dirawat dan dilakukan tes laboratorium
8. Perawatan di Rumah
Yaitu
untuk hipertensi ringan-sedang yang menolak dirawat di RS dengan proteinuria
(-), selama penyakit tidak memperburuk dan dan tidak dicurigai adanya gawat
janin. Diberitahu tentang tanda bahaya, pengukuran tekanan darah dan
monitoring protein urin dan kunjungan rumah.
9. Eklamsi
Ialah
preeklamasi yang komplikasi dengan kejang tonik klonik atau dapat juga
terjadi koma dalam tanpa kejang. Diagnosis kejang yang menyebabkan kematian
dengan tanpa kejang pada PEB.
PROGNOSIS
(15)
Ibu
: angka kematian menurun dari 5-10% menjadi < 3%.
Terapi
:
1. Kontrol kejang dengan MgSO4 loading
dose iv, diikuti dengan infus kontinyu MgSO4 atau dengan loading dose MgSO4
im dan injeksi im periodik.
2. Pemberian antihipertensi secara iv
intermiten atau p.o untuk menurunkan tekanan darah bila tekanan darah diastol
cukup meningkat yaitu 100 mmHg/ 105 mmHg/110 mmHg
3. Jangan memberikan diuretik dan
pembatasan pemberian cairan intravena kecuali bila hilangnya cairan sangat
banyak. Jangan memberikan cairan hiperosmosis.
4. Persalinan
Magnesium
sulfat untuk mengontrol kejang
Pada
PEB juga eklamsi, MgSO4 diberikan perenteral sebagai antikonvulsi tanpa
menimbulkan depresi SSP baik pada ibu maupun anak. Diberikan secara iv dengan
infus kontinyu atau secara im intermiten. Karena persalinan dan partus dapat
menimbulkan kejang, maka pada preeklamsi-eklamsi diberikan MgSO4 selama
parturien dan 24 jam post pastrum.
MgSO4 tidak untuk terapi hipertensi. MgSO4 merupakan antikonvulsi yang
bekerja pada korteks serebri. Biasanya pasien akan berhenti kejang setelah
pemberian MgSO4 inisial dan dalam 1 jam akan pulih.
Dosis
pemeliharaan pada terapi eklamsi dilanjutkan 24 jam post partum sedangkan
eklamsi yang terjadi postpartum, MgSO4 diberikan sampai 24 jam dari onset
konvulsi.
Penderita
dengan preeklamsi berat dilakukan pengelolaan secara aktif bila didapatkan
keadaan ibu dengan kehamilan > 37 minggu, adanya tanda-¬tanda gejala
impending eklamsi, kegagalan terapi pada perawatan konservatif 6 jam sejak
dimulainya pengobatan medisinal terjadi kenaikan tekanan darah atau setelah
24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan. Pada janin
ditemukan adanya tanda-tanda gawat janin atau PJT, dan secara laboratorik
didapatkan adanya HELLP sindrom. (20)
Seluruh
wanita pada usia kehamilan 40 minggu dengan preeklamsi ringan harus diakhiri
kehamilannya. Pada usia kehamilan 38 minggu dengan preeklamsi ringan dan
serviks matang dapat dilakukan induksi persalinan. Pada usia kehamilan 32-34
minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan untuk terminasi dengan
sebelumnya diberikan kortikosteroid. Pada ibu dengan usia kehamilan 23-32
minggu dengan preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda untuk mengurangi
angka kesakitan dan kematian perinatal. Bila usia kehamilan kurang dari 23
minggu, disarankan untuk dilakukan terminasi. (21)
Cara
terminasi kehamilan belum inpartu : (21)
1. Induksi persalinan
amniotomi
+ tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6
2. Seksio sesarea bila :
• Syarat tetes oksitosin tidak
dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes oksitosin
• 8 jam sejak dimulainya tetes
oksitosin belum masuk kedalam fase aktif
Pada
primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesarea.
Bila
sudah inpartu : (20)
1. Pada kala I fase laten dapat
dilakukan amniotomi yang dilanjutkan dengan pemberian tetes oksitosin dengan
syarat skor Bishop > 6. Pada fase aktif dilakukan amniotomi. Bila his
tidak adekuat diberikan tetes oksitosin dan bila 6 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap dilakukan seksio sesarea. Amniotomi dan tetes
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan
medisinal.
2. Pada persalinan pervaginam maka
kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Dalam
persalinan, usaha ibu untuk meneran terbatas karena kemungkinan terjadinya
peningkatan tekanan darah. Apabila syarat-syarat sudah terpenuhi, hendaknya
persalinan diakhiri dengan partus buatan. Meskipun demikian bila keadaan ibu
dan bayi baik, usaha meneran ibu dapat dilanjutkan dan bayi dapat lahir
spontan. (15)
HELLP
SYNDROME
Hemolisis :
Burr
cell, schistosit, polikromasia pada apus darah tepi
Bilirubin
indirek > 1,2 mg/dl
Peningkatan
LDH > 600 IU/l
Elevated Liver Enzim
SGOT,
SGPT, LDH
Nyeri
perut kuadran kanan atas: berhubungan dengan kerusakan sel hati peningkatan
enzim hati.
Lesi
hepar : nekrosis parenkhimal dimana terhadap deposit fibrin pada sinusoid.
Bila
nekrosis berat perdarahan ke daerah subcapsular hematoma peregangan
kapsul Glisson’s ruptur
Low platelet
Trombosit
< 100.000/mm3
Sign
dan Simptom
- Nyeri epigastrik/kuadran kanan
atas
- Nausea & vamitus
- Nyeri kepala
- Nyeri pada palpasi di kuadran
kanan atas
- TD diastole > 110 mm Hg
- Proteinuira > +2 pada dipstick
- Edema
Terapi
- Sama dengan PEB-Eklamasi
- Mula-mula perbaiki kelainan
koagulasi ibu
- Transfusi trombosit bila T <
20.000/mm3
- Darah dan produk darah harus
diberikan jika hipovolemia dan gangguan koagulapati
- Hemolisis yang berkelanjutan
PRC
- Untuk persalinan nilai dan
pertimbangan untuk ibu dan anak dalam memilih pervaginam/ perabdominal
- Prematur tunda persalinan dan
beri kortikosteroid
observasi ketat
saat persalinan, periksa lab dan klinis.
EKLAMSI
A.
Pengobatan Medisinal (13)
1. MgSO4 :
Cara
pemberian sama dengan pasien preeklampsia berat. Bila kejang berulang
diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang¬kurangnya 20 menit setelah
pemberian terakhir.Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejaug
dapat diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
2. Infus Ringer Asetat atau Ringer
Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada
diuresis, insensible water loss dan CVP .
3. Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat
di kamar isolasi yang cukup tenang. Masukkan sudip lidah ( tongue spatel )
kedalam mulut penderita. Kepala direndahkan, lendir diisap dari daerah
orofarynx. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna
menghindari fraktur. Pemberian oksigen. Dipasang kateter menetap (foley
kateter ).
4. Perawatan pada penderita koma :
Monitoring
kesadaran dan dalamnya koma memakai ”Glasgow - Pittsburg Coma Scale”.
Perlu
diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama
( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube : Neus
Sonde Voeding ).
5. Diuretikum dan anti hipertensi sama
seperti Preeklamsi Berat.
6. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika
ada indikasi.
7. Tidak ada respon terhadap
penanganan konservatif pertimbangkan seksio sesarea.
B.
Pengobatan Obstetrik :
1. Semua kehamilan dengan eklamsi
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2. Terminasi kehamilan
Sikap
dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu
, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawati ini :
Setelah pemberian obat anti kejang
terakhir
Setelah kejang terakhir
Setelah pemberian obat-obat anti
hipertensi terakhir. Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
3. Bila anak hidup seksio sesarea
dapat dipertimbangkan.
Penatalaksanaan
Eklamsi
Tujuan
perawatan adalah :
• Mengontrol kejang dengan
menghilangkan spasme vaskular generalisata dan menurunkan sensitivitas otak terhadap rangsangan.
• Menurunkan tekanan darah.
• Melahirkan janin.
Perawatan
Pasca Persalinan
Bila
persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam
persalinan. Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24-48 jam pasca
persalinan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Whelton PK. Epidemiology and the
prevention of hypertension. J Clin Hypertens. 2004; 6(11):636-42.
2. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta : 2002.
3. Fisher NDL, Williams GH.
Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald
E, Hauser SL, et all, editors. Harrison’s principle of internal medicine.
16th edition. New York : McGraw Hill; 2005. p. 1463-80.
4. Bay Area Medical Information
(BAMI). Hypertension. 2006. (cited 2006 July 7). Available from : URL :
http://www.bami.us/HTN.htm.
5. U.S. Department of Health and Human
Services. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National
Institute of Health : 2004.
6. Bickley LS. Bate’s Guide to
physical examination and history taking. 8th edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.
7. Beevers G, Lip GYH, O’Brien E. ABC
of hypertension : Blood pressure measurement. BMJ. 2001;322:1043-7.
8. Lane DA, Lip GYH. Ethnic
differences in hypertension and blood pressure control in th UK. Q J Med.
2001; 94:391-6.
9. Chang L. Hypertension : high blood
pressure and atherosclerosis. In : WebMD medical reference. 2005. (cited 2006
July 7). Available from : URL :
http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm.
10. Benowitz NL. Antihypertensive agents.
In : Katzung, Bertram G, editor. Basic & clinical pharmacology. 9th
edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2004.p.160-83.
11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins
and Cotran’s Pathologic Basis of Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B.
V.: 2004.
12. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik
B. High Risk Pregnancy,
Management Options 2nd ed. London : WB Sounders Company, 2001 : 639- 51.
13. Roeshadi RH. Hipertensi dalam
kehamilan : Bandung, 2000
14. Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham
FG. Hypertensive Disorders in Pregnancy 2nd¬ ed. Connecticut : Appleton &
Lange, 1999 : 543-75.
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF,
Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom K.D. William Obstetrics 21th¬ ed.London:
McGraw-Hill,2001: 567-618.
16. Report of the Working Group on
Research on Hypertension During
Pregnancy (2001). National Heart, Lung and Blood Institute.
Retrieved October 24, 2004 from :
http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hyperten-preg/#background
17. Report of the National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy.
Maryland : Am J. Obstet Gynecol, 2000 : 183: 1-31.
18. Winn HN, Hobbins JC. Clinical
Maternal-Fetal Medicine. USA, 2000 : 19-30.
19. Mose JC. Pengaruh pemberian ekstrak
bawang putih (Allium sativum) pada aktivitas trombosit dan tekanan darah ibu
hamil yang berisiko mendapat preeklamsi. Disertasi Program Pasca Sarjana
Universitas Padjadjaran Bandung, 1999
20. Wijayanegara H, Suardi A,
Wirakusumah FW. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekoogi RSUP Dr.
Hasan Sadikin. Bagian pertama
(Obstetri), Bandung. Bagian /SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD RSUP
Dr. Hasan Sadikin, 1998.
21. DeCherny AH, Pernol ML. Current
Obstetric and Gynecologic Diagnostic
and Treatment. Connecticut : Pleton dan Lange, 1990 : 338-46.
22. Derek Llewellyn-Jones. Dasar-Dasar
Obstetri dan Ginekologi Ed.6 Sydney : Hipokrates, 1995 : 113-17.
Lampiran
Tabel
2. Obat-obatan Antihipertensi Oral5
|
Jika postingan saya bermanfaat, ketik komentar di
bawah ya, terima kasih.
Post a Comment