BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan
yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks
keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di
perbatasan Kelurahan Pajang , Kota Solo dan Desa Makamhaji,Karatsura,Sukoharjo.
Pada awalnya berdiri tahun 1549, wilayah kesultanan pajang hanya meliputi
sebagian Jawa Tengah. Karena
negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan
Trenggono. Ditahun 1568 Sultan Hadiwijaya dan para Adipati Jawa Timur
dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para
adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang diatas negeri - negeri Jawa Timur.
Sebagai tanda ikatan politik, Panji
Wiryakrama (pemimpin persekutuan adiapti Jawa Timur) dinikahkan dengan puteri
Sultan Hadiwijaya. Negeri kuat lainnya yaitu Madura juga berhasil ditaklukkan
Pajang. Pemimpin bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dawur juga
diambil sebagai menantu Sultan Hadiwijaya. Sedangkan tanah Mataram dan Pati
adalah dua hadiah Sultan Hadiwijaya yang diberikan kepada Ki Penjawi dan Ki
Ageng Pemanahan yang membantu menumpas Arya Panangsang.
Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa Pati
sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan hadiahnya tahun
1556 berkat bantuan Sunan Kalijaga. Hal ini dilakukan karena Sultan Hadiwijaya
mendengar ramalam Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir kerajaan yang lebih
besar daripada Pajang. Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika Mataram
dipimpin oleh Danang Sutawijaya putera Ki Ageng Pemanahan sejak tahun 1575. Di
bawah pimpinannya Mataram berkembang dengan pesatnya.
Tahun 1582 meletus perang Pajang dengan
Mataram karena Danang Sutawijaya membela adik iparnya yaitu Tumenggung Mayang
yang dihukum untuk dibuang ke Semarang oleh Sultan Hadiwijaya. Perang
dimenangkan pihak Mataram meskipun pasukan Pajang jumlahnya lebih besar.
Sepulang dari perang Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia.
Terjadilah persaingan antara putera dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan
Arya Panggiri. Selanjutnya Arya Panggiri
sebagai raja didukung oleh Panembahan Kudus berhasil naik tahta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Panggiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap
Mataram.
Kehidupan rakyat Pajang terabaikan, hal
itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang merasa prihatin.
Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Danang Sutawijaya untuk
menyerbu Pajang. Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang pun berakhir
dengan kekalahan Arya Panggiri. Ia dikembalikan kenegeri asalnya yaitu Demak.
Pangeran Benawa kemudian menjadi raja di Pajang yang ketiga. Pemerintahan
Pangeran Benawa berakhir pada tahun 1587. Tidak ada putera mahkota yang
menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan negeri bawahan oleh Mataram. Yang
menjadi Bupati adalah Pangeran Gagak Baning, adik Danang Sutawijaya
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana berdirinya
kerajaan pajang?
2.
Siapa saja raja yang
memerintah kerajaan pajang?
3.
Pada masa raja siapakah
kerajaan pajang mengalami masa keemasan?
4.
Bagaimana aspek sosial
budaya, ekonomi dan politik pada masa itu?
1.3 Tujuan
Penelitian
1.
Untuk memaparkan bagai
mana asal-usul berdirinya kerajaan pajang.
2.
Untuk mendeskripsikan
siapa saja yang pernah menjadi raja di kerajaan pajang.
3.
Untuk memaparkan pada
masa raja siapa kerajaan pajang mengalami masa keemasan.
4.
Untuk memaparkan aspek
sosial bucdaya, ekonomi dan politik pada masa itu.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Teori
A. Berdirinya Kerajaan Pajang
Kerajaan pajang adalah kerajaaan islam yang
ada di Jawa, meskipun pemerintahannya tidak begitu lama tetapi kerajaan
pajang pernah berkuasa. Kerajaan pajang
mestinya muncul sebelum runtuhnya kerajaan Majapahit. Karena Majapahit masih
berkuasa maka kerajaan pajang belum begitu diperhatikan. Pada abad ke-14 Pajang
sudah disebut dalam kitab Negarakertagama karena dikunjungi oleh Hayam Wuruk
dalam perjalanannya memeriksa bagian Barat. Antara abad ke-11 dan 14 di Jawa
Tengah Selatan tidak ada Kerajaan tetapi Majapahit masih berkuasa sampai
kesana. Sementara itu, di Demak mulai muncul Kerajaan kecil yang didirikan oleh
tokoh-tokoh beragama Islam. Namun, sampai awal abad ke-16 kewibawaan raja
Majapahit masih diakui.
Setelah Majapahit mengalami kemunduran atau
lebih tepatnya pada akhir abad ke 17 dan awal abad ke 18 para penulis kertasura menuliskan asal-usul kerajaan
pajang. Kerajaan Pajang adalah kerajaan islam di Jawa yang didirikan oleh Jaka
Tingkir. Kerajaan pajang terletak di pengging yang dulunya dipimpin oleh Ki
Ageng Pengging selaku Bupati. Yang kemudian dihukum mati oleh raja Demak karena
dugaan ingin berontak terhadap kerajaan Demak. Setelah dewasa Jaka Tingkir
mengabdikan diri ke Demak, karena kepandaiannya ia diangkat menjadi menantu
oleh Sultan Trenggono.
Setelah sultanTrenggono meninggal terjadi
perebutan kekuasaan ataran pangeran Sekar Sedolepan dengan Sunan Prawoto.
Setelaha sunan Prawoto menjadi raja beliau berhasil dibunuh oleh Arya Penangsang
anak Pangeran Sekar Sedolepan tetapi Arya Penangsang berhasil dikalahkan oleh
Jaka tingkir yang kemudian dinobatkan menjadi raja dengan nama Hadiwijaya dan
beliau memindahkan semua daerah kekuasaan ke Pajang. Ada tiga raja yang pernah
memimpin kerajaan pajang, raja pertama adalah Hadiwijaya pendiri kerajaan
Pajang itu sendiri. Yang kedua adalah Arya Pangiri anak angkat sekaligus
menantunya yang awalnya memimpin Demak. Yang ketiga adalah pangeran Benawa anak
kandung Hadiwijaya yang kemudian merebut
kekuasaan dari tangan Arya Pangiri.
Kerajaan Pajang dipuncak masa keemasan
pada masa kepemimpinan Hadiwijaya, dimana beliau dapat membuat para Raja
penting di Jawa timur mengakui kekuasaanya. Beliau berhasil memperluas
daerahnya. Selain memperluas dearahnya Pajang mempunyai lumbung padi yang besar
karena irigasinya berjalan lancar. Dalam aspek sosial budaya dan ekonomi Pajang
mengalami kemajuan. Dibidang sosial Budaya, kebudayaan yang semula sudah
berkembang di Demak dan Jepara menyebar kepedalaman begitupun dengan agama
islam yang perlahan menyebar di pedalaman dan pesisir pantai utara dan
masyarakat Pajang menjalankan syariat islam dengan sungguh-sungguh. Dalam aspek
ekonomi pertanian maju dengan pesat, memiliki lumbung padi yang besar bahkan
Pajang sudah melakukan eksport beras melalui perniagaan bengawan solo.
Untuk aspek politik sendiri banyak sekali
perselisihan karena perebutan kekuasaan, wali sanga yang dulunya berperan
penting pada masa kerajaan Demak bahkan ikut menentukan keputusan politik kerajaan
Demak tetapi pada masa kerajaan pajang wali sanga juga masih berperan tapi
tidak begitu kental ditambah Sunan Kalijaga meminta kepada sunan kudus agar
para wali tidak ikut campur karena sebagai orang tua dan penyebar agama tidak
sepantasnya ikut berkelahi merebutkan kekuasaan. Banyak sekali pihak luar yang
ikut campur dengan perselisihan perebutan kekuasaan. Pajang dulunya adalah
daerah Pengging, Jaka Tingkir adalah anak dari Kebo Kenanga atau Ki Ageng
Pengging yang menjadi bupati di pengging. Jadi sebenarnya Pajang dulunya adalah
daerah pengging yang bupatinya adalah Ki Ageng Pengging. Ki Ageng pengging yang
akhirnya dihukum mati oleh raja demak karena dianggap akan memberontak kerajaan
Demak dan untuk menklukkan pengging maka dihukum matilah ki Ageng pengging.
Jaka Tingkir yang dulunya menjadi
seorang tamtam di jerajaan Demak di
bawah pemerintah Pangeran trenggana, karena keahlianya ia dijadikan meenanntu
oleh Sultan Demak. Sepeninggal Sultan Trenggono, Demak mengalami kemunduran.
Terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan
Trenggono yang seharusnya menjadi raja dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan
Trenggono. Sunan Prawoto kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak
Pengeran Sekar Sedolepen.
Namun, Arya Penangsang pun kemudian
dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang menjadi Adipati di
Pajang. Jaka Tingkir menyuruh Ki Ageng Panjawi, Ki Ageng Pemanahan, Ngabei
Loring Pasar, dan Juru Martani untuk menyerang Arya Penangsang. Dengan kemenangan tersebut lalu berpindahlah
kekuasaan Demak ke Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir atau Hadiwijaya.
Keberhasilan jaka tingkir mengalahkan Arya Penangsang membawa kemujuran dalam
hidupnya. Setelah ia mengalahkan Arya penangsang ia dinobatkan menjadi raja
demak yang kemudian pusat pemerintahanya di pindahkan ke Pajang hingga akhirnya
menjadi kerajaan Pajang.
B. Raja-Raja yang Pernah Memerintah kerajaan
Pajang
Kerajaan pajang pertama kali diperinta oleh
Jaka tingkir pada tahun 1878 anak dari Ki Ageng Pengging. Jaka Tingkir
mempunyai nama asli yaitu mas karebet itu dinobatkan menjadi raja setelah
berhasil menglahkan Arya penangsang ia dinobatkan menjad raja dengan nama
Hadiwijaya. Sultan Pajang meninggal dunia dan dimakamkan di Butuh, suatu daerah
di sebelah barat taman kerajaan Pajang. Dia digantikan oleh menantunnya, Aria
Pangiri, anak susuhan Prawoto tersebut di atas. Waktu itu, Aria Pangiri menjadi
penguasa di Demak. Setelah menetap di keratin Pajang, Aria Pangiri dikelilingi
oleh pejabat-pejabat yang dibawanya dari Demak. Sementara itu, anak Sultan
Adiwijaya, Pangeran Benawa, dijadikan penguasa di Jepang. Disitu terlihat jelas
telah terjadi perebutan kekuasaan antara Aria Pangiri sebagai menantu dan pangeran benawa sebagai anak kandung.
Semeninggalnya Hadi Wijaya Arya pengiri
dinobbatkan menjadi raja yang kemudian bebrnama Ngawantipura pada tahun 1883.
Pada masa pemerintahannya terjadi banyak kekecauan di kerajaan pajang hal itu
terjadi karena adanya perlakuan yang berbeda antara rakyat pajang dengan demak.
Beliau yang semula memerintah demak membuanya berlaku tidak adil terhadap
rakyat pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para
pejabbat Pajang bahkan orang-orang pajang tersisih oleh kedatangan orang-orang
Demak sehingga menyebabkan para penduduk Pajang menjadi perampok karena
kehilangan matapencaharian dan sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdikan diri
kepada Pangeran Benawan. Selain itu ia juga tidak mempedulikan kesejahteraan
rakyatnya melainkan hanya memikirkan bagai mana cara menaklukkan Mataram.
Melihat semua perlakuan Arya Pengiri atau
Ngawantipura Pangeran Benawa merasa tidak suka dan ingin kembali mrebut
kekuasaan. Selain itu karena tidak puas
dengan nisabya di tengah-tengah lingkungan yang masih asing baginya, meminta
bantuan kepada Senopati, penguasa Mataram, untuk mengusir raja Pajang yang baru
itu. Pada tahun 1588, usahanya itu berhasil. Sebagai rasa terima kasih,
Pangeran Benawa menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati. Akan
tetapi senopati Mtaram tidak menerima tawaran dari Pangeran Benawa dan tetap
tinggal di Mataram hanya saja beliau meminta prajurit Pajang. Dengan begitu
dinobtakanlah Pangeran Benawa sebagai raja pajang tetapi dibawah perlindungan
Mataram.
C. Masa Keemasan.
Masa keemasan kerajaan Pajang terjadi pada
masa pemerintahan raja Hadiwijaya atau jaka tingkir raja pertamanya. Sultan
Pajang mulai melakukan perluasan kekuasaan sehingga beberapa daerah sekitarnya
antara lain Jipang dan Demak sendiri mengakui kekuasaan pajang. Demikian pula
ia meluaskan pengaruhnya ke daerah pesisir utara seperti Jepara, Pati, bahkan
kearah barat sampai ke Banyumas. Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya,
kekusastraan dan kesenian yang sudah maju di Demak, dan Jepara lambat laun
dikenal di pedalaman Jawa.
Pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir
dan menjalar tersebar ke daerah pedalaman. Pada masa pemerintahan Raja
Hadiwijaya mulai banyak raja-raja kecil yang tunduk padanya selain itu ia juga
memperluas daerahnya sampai madiun, aliran anak sungai solo myang besar, blora
dan kediri. Pada tahun 1581, ia berhasil mendapatkan pengakkuan sebagai sultan
islam dari Raja-Raja penting di Jawa Timur. Untuk peresmiannya pernah
diselenggarakan pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, hadir pada
kesempatan itu para Bupati dari Jipang, Wirasaba (Majaagung), Kediri, Pasuruan,
Madiun, Sedayu, Lasem,Tuban, dan Pati. Pembicara yang mewakili tokoh-tokoh Jawa
Timur adalah Panji Wirya Krama, Bupati Surabaya.
Disebutkan pula bahwa Arosbaya (Madura
Barat) mengakui Adiwijaya sehubunga dengan itu bupatinya bernama Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang. Dari
itu semua dapat terlihat bahwa sudah ada hubungan baik antara kerajaan pajang
dengan Raja-Raja di Jawa Timur dan itu berdampak baik pada kedua pihak.
D. Aspek Sosial Budaya, Ekonomi dan Politik
1. Aspek
Sosial Budaya
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara
bekerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian sehingga
Pajang menjadi lumbung beras pada abad
ke-16 sampai abad 17, kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah
pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental
sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.
Pada pemerintahan Sultan Hadiwijaya dunia kesusastraan serta kesenian yang
semula sudah berkembang di Demak dan Jepara perlahan-lahan mulai menyebar di
pedalaman selaian kesusastraan yang menyebar pedalaman agama islam juga
memberikan pengaruh yang kuat dipedalaman dan pesisir pantai.
2. Aspek
Ekonomi
Pajang mengalami kemajuan di bidang
pertanian sehingga menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17. Kemajuan
pertanian itu tidak terlepas karena pajang yang terletak di Datarann Rendah tempat
bertemunya sungai pepe dan sungai dengkeng, kedua sungai tersebut berasal dari
sumber mata air dari lereng gunung merapi dean bengawan solo sehingga irigasi
berjalan lancar dan pertanianpun mengalami kemajuan yang pesat. Pada masa
kejayaan Demak, pajang sudah melakukan eksport beras melalui perniagaan
bengawan solo. Melihat lumbung padi yang begitu besar Demak ingin menguasai pajang dan juga mataram
kerana lumbung padinya untuk membentuk negara yang agraris maritim yang ideal.
3. Aspek
Politik
pada
masa Kerajaan Demak wali sanga berperan sangat penting karena mereka ikut
memmbangun dan mendirikan kerajaan Demak tersebut bahkan mereka ikut menentukan
kebijakan politik demak. Tetapi setelah masa kerajaan Pajang peran wali sanga
masih dibutuhkan tetapi tidak terlalu kental. Dalam berita dikabarkan bahwa
Sunan Kudus terlibat dalam pembunuhan Sunan Prawata yang yang dibunuh oleh Arya
Panangsang. Setelah terjadi perselisihan antara Ayapenangsang dan Hadiwijaya
Dikisahkan Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para sepuh, Wali
sebagai ulama dapat menempatkan diri sebagai orang tua. Tidak ikut campur dalam
urusan “rumah tangga” anak-anak. Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya
menyelesaikan persoalanya sendiri. Mereka hanya mengamati semua yang terjadi
dan mereka hanya berkata “sing becik ketitik sing olo ketoro”. Jadi disitu
terlihat jelas bahwa mereka yang bersangkutan harus menyelesiakan permasalahan
masing-masing tanpa campur aduk orang lain, karena pasti ada banyak pihak yang
ingin melihat kehancuran dari mereka. Terjadi banyak perselisihan yang terjadi,
dan perselisihan itu terjadi karena perebutan kekuasaan antara yang satu dengan
yang lainnya. Mereka hanya mementingkan keinginan mereka dan apa yang mereka
lakukan semata-mata hanya kerana pemikiran mereka masing-masing. Mereka hanya
gila akan kekuasaan yang ingin mereka dapatkan. Dikisahkan Sunan Kudus sebagai
Guru Sultan Hadiwijaya, mengundang Sultan untuk datang ke Kudus untuk
mendinginkan suasana. Pada saat itu terjadi perang mulut antara Arya Penangsang
dan Sultan Hadiwijaya dan mereka saling menghunus keris. Konon Sunan Kudus
berteriak: “Apa-apaan kalian! Penangsang cepat sarungkan senjatamu, dan
masalahmu akan selesai!” Arya Penangsang patuh dan menyarungkan keris ‘Setan
Kober’nya. Setelah pertemuan usai, konon Sunan Kudus menyayangkan Arya
Penangsang, maksud Sunan Kudus adalah menyarungkan keris ke tubuh Sultan
Hadiwijaya dan masalah akan selesai.Tetapi setelah itu Arya Penangsang
dapatdikalahkan oleh Hadiwijaya dengan cara kuda gerak rimang yang tunggangi
oleh Arya penangsang di pancing oleh bkuda betina Sutawijaya melewati bengawan
sore setelah di luar bengawan sore kekuatan Arya Penangsang melemah dapat
dibunuh. Atas jasanya Ki Penjawi diberi tanah di Pati dan Ki Gede Pemanahan diberi
tanah di Mentaok, Mataram. Sutawijaya adalah putra Ki Gede Pemanahan dan
merupakan putra angkat Sultan Hadiwijaya sebelum putra kandungnya, Pangeran Benawa lahir. Sutawijaya konon
dikawinkan dengan putri Sultan sehingga Sutawijaya yang akhirnya menjadi Sultan Pertama Mataram yang bergelar
Panembahan Senopati, anak keturunannya masih berdarah Raja Majapahit.
2.2 Faktor-faktor penyebab keruntuhan kerajaan
pajang
A
. Kehidupan Segi politik
Setelah Sultan Trenggono meninggal, Demak
dilanda perang saudara antara Pangeran Prawoto (anak Trenggono) dengan Pangeran
Sekar Sedo Lepen (adik Trenggono) dan dimenangkan Prawoto. Aryo Penangsang,
anak Pangeran Sedo Lepen tidak dapat menerima kematian ayahnya. Kemudian Aryo
Penangsang membunuh Pangeran Prawoto dan keluarganya. Pangeran Prawoto
mempunyai putra benama Arya Pangiri.
Dengan bantuan Joko Tingkir (adik ipar
Trenggono), Arya Pangiri membalas kematian ayahnya. Kemudian Joko Tingkir naik
takhta dan memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang pada 1552. Joko Tingkir
menjadi raja pertama Kerajaan Pajang dan bergelar Sultan Adiwijaya.
Pengangkatan Joko Tingkir sebagai raja Pajang disahkan oleh Sunan Giri dan
mendapat pengakuan pea adipati di Jawa.
Saat itu Demak hanya sebagai daerah kecil
yang dipimpin Arya Pangiri. Di antara pengikut Adiwijaya yang dianggap berjasa
adalah Kyai Gede Pemanahan. Kyai ini diberi hadiah tanah pemukiman di Mataram
(Kota-Gede, Yogyakarta). Kyai Gede Pemanahan dianggap sebagai perintis
berdirinya kerajaan Mataram Islam. Kyai Gede Pemanahan meninggal pada 1575 dan
diganti putranya yang benama Sutawijaya. Joko Tingkir wafat pada 1582 dan
digantikan putranya, yaitu Pangeran Benowo. Beberapa lama kemudian Pangeran
Benowo disingkirkan Arya Pangiri (anak Prawoto dari Demak). Kerajaan Pajang
kemudian diperintah Arya Pangiri, namun ia tidak disukai rakyat sehingga timbul
perlawanan yang dipimpin Pangeran Benowo yang dibantu Sutawijaya. Perlawanan
itu berhasil, kemudian Sutawijaya naik takhta dan memindahkan pusat
pemerintahan ke Mataram. Sutawijaya menjadi raja pertama di Kerajaan Mataram.
B. Segi ekonomi
Pajang terletak di daerah pedalaman
sehingga kerajaan ini menitik beratkan mata pencarianya dari pertanian dengan
hasil utamanya beras.
C. Perluasan wilayah tidak dapat dijalankan
secara maksimal
D. Kesultanan Pajang kalah pamor terhadap
Mataram.
Sepulang
dari perang, Hadiwijaya atau jaka tingkir
jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan
menantunya, yaitu pangeran benawa dan arya pangir siebagai raja selanjutnyaarya
pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.Pemerintahan
arya pangiri hanya disibukkan dengan
usaha balas dendam terhadap mataram Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu
membuatpangeran benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.Pada
tahun 1586 pangeran benawa bersekutu dengan sutawijaya menyerbu Pajang.
Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya
memerangi Hadiwijaya, namun pangeran benawa tetap menganggapnya sebagai saudara
tua. Perang antara Pajang melawan aramMatdan Jipang berakhir dengan kekalahan
Arya pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaituDemak. pangeran benawa
kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan pangeran benawa berakhir
tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun
dijadikan sebagai negeri bawahan mataram. Yang menjadi bupati di sana ialah
Pangeran Gagak Baning, adik. sutawijaya sendiri mendirikan kerajaan mataram, di
mana ia sebagai raja pertama bergelar panembahan senopati.
2.3 Peningalan-peningalan kerajaan pajang
v Masjid
leweyan yang terletak dikampung batik leweyan solo.
Masjid leweyan ini di bangun sekitar tahun
1546,masjid ini didirikan oleh djoko tingkir di kerajaan pajang. Masjid ini di
bangun dengan unsur tradisional jawa,eropa,cina dan islam.dan di sampingnya
terdapat makam-makam kerabat kesultanan yaitu makam ki ageng henis, ki ageng
henis adalah penasehat spiritual kerajaan pajang. Beliau merupakan keturunan
Majapahit dari silsilah raja brawijaya.ruang masjid di bagi menjadi tiga bagian
yaitu ruang induk (utama) dan serambi yang di bagi menjadi serambi kanan dan
serambi kiri.
v Bandar
Kabanaran.
Kyai Ageng Henis bermukim di Laweyan
dengan mengemban misi dakwah Islam. Beliau juga menyajikan cara pembuatan teknik
batik kepada penduduk setempat. Sejak itu di dunia perdagangan dan
perindustrian semakin ramai. Untuk mendukung arus lalu lintas perdagangan yang
semakin padat,dan banyak pelabuhan atau bandar di selatan Kampung Laweyan yang
berada di tepi Sungai Kabangan dan ditimur Masjid Laweyan. Pelabuhan itu
dikenal dengan nama Bandar Kabanaran, yang menghubungkan Kerajaan Pajang,
Kampoeng Laweyan dan Bandar Besar Nusupan di tepi Sungai Bengawan Solo.
BAB
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan dan Saran
KESIMPULAN
Kehadiran Islam baik para pedagang maupun
mubaligh muslim melalui kota-kota yang sejak semula sudah berfungsi sebagai
pelabuhan di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Hindu Buddha.Pemindahan ibu kota
demak ke pajang pada tahun 1568 itu sebenarnya kurang disetujui oleh para wali
karena letaknya dianggap kurang strategis untuk penyebaran agama islam. Namun
karena sebelumnya joko tingkir sudah menjadi bupati pajang, maka joko tingkir
tetap di pajang, dan di sana ia bergelar sultan hadiwijaya.
Dan banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya keruntuhan pada kerajaan pajang, termasuk masalah perekonomian,
Pajang terletak di daerah pedalaman sehingga kerajaan ini menitik beratkan mata
pencarianya dari pertanian dengan hasil utamanya beras.
SARAN
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan
maupun referensi pengetahuan mengenai Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Namun,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, karena melihat masih banyak
hal-hal yang belum bisa dikaji lebih mendalam dalam makalah ini.
3.2 Daftar
pustaka
Huda, Nor. 2013. Islam Nusantara. Yogyakarta:Ar-Ruz Media
Graaf dan Pigeaud. 1985. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Jakarta: Pustaka Grafiti Pers
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta:Raja Grafindo
Post a Comment