MAKALAH MANAJEMEN OPRASIONAL
Keterangan :
Untuk download file makalah ini anda bisa ambil di bawah ini :
========================================================
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah
SWT atas perkenan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa
pertolongan-Nya penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
ilmu tentang riset operasi, yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Makalah ini memuat tentang “PERSEDIAAN”. Hal yang
dibahas adalah mengenai pengertian persediaan, fungsi dan jenis-jenis
persediaan, pencatatan persediaan, metode manajemen persediaan, penilaian
persediaan serta menghitung nilai persediaan akhir sistem periodik dan
sistem perpetual dengan metode FIFO, LIFO dan rata-rata (average). Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
1.1
LATAR
BELAKANG.............................................................................. 1
1.2
TUJUAN.................................................................................................... 1
1.3
MANFAAT................................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN................................................................. 3
2.1
Pengertian
MRP (Material Requirements Planning)............................... 3
2.2
Sejarah
MRP.............................................................................................. 3
2.3
Ruang
Lingkup MRP................................................................................ 3
2.4
Elemen
MRP.............................................................................................. 5
2.5
Proses
MRP................................................................................................ 5
2.6
Arus
Informasi Sistem MRP..................................................................... 6
2.7
Faktor
Kesulitan Dalam MRP.................................................................. 6
2.8
Kemampuan
Sistem RMP......................................................................... 7
BAB III .................................................................................................................... 9
3.1 Pengertian Persediaan................................................................................. 9
3.2 Fungsi dan jenis-jenis persediaan............................................................... 9
BAB IV PENUTUP ........................................................................ 20
4.1Sipmpulan ............................................................................ 20
4.2Saran .................................................................................... 20
DAFTAR
PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Teknik Perencanaan Kebutuhan
Material (Material Requirement Planning) digunakan untuk merencanaan dan
mengendalikan item barang (komponen) yang tergantung (dependent) pada
item ditingkat (level) yang lebih tinggi. Kebutuhan pada item yang bersifat
tergantung merupakan hasil dari kebutuhan yang disebabkan oleh penggunaan item
tersebut dalam memproduksi item yang lain, seperti dalam kasus dimana bahan
baku dan komponen assembling yang digunakan untuk memproduksi barang jadi.
MRP lebih dari sekedar metode
proyeksi kebutuhan-kebutuhan akan komponen individual dari suatu produk. Sistem
MRP mempunyai tiga fungsi utama yaitu kontrol tingkat persediaan, penugasan
komponen berdasar urutan prioritas, dan penentuan kebutuhan kapasitas (capacity
requirement) pada tingkat yang lebih detail daripada proses perencanaan
pada rough cut capacity requirements.
1.2 TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan disusunnya
makalah ini yaitu:
1.
Sebagai
pemenuhan atas tugas mata kuliah yang diberikan.
2.
Memberi
gambaran kepada pembaca tentang teknik perencanaan kebutuhan material yang
baik.
3.
Memupuk
jiwa wirausaha kepada pembaca.
4.
Memberi
referensi kepada pembaca tentang maksud, tujuan, dan fungsi dari teknik
perencanaan kebutuhan material.
1.3 MANFAAT
Dengan membaca dan memahami isi
makalah, diharapkan dapat memperoleh manfaat yaitu:
1.
Semakin
terbukanya pengetahuan pembaca dalam hal teknik merencanakan kebutuhan material
suatu proses produksi (manufaktur).
2.
Bertambahnya
wawasan tentang tata kelola perusahaan yang baik, khususnya dalam hal
perencanaan kebutuhan material suatu proses produksi (manufaktur)
3.
Semakin
tingginya minat untuk mampraktekkan ilmu yang didapat dengan berwira usaha.
4.
Semakin
menurunnya jumlah pengangguran usia kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian MRP (Material
Requirements Planning)
Perencanaan kebutuhan material (MRP)
dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau prosedur yang sistematis untuk
menentukan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan pengendalian item
barang (komponen) yang tergantung pada item–item tingkat (level) yang lebih
tinggi (dependent demand). Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari
sistem MRP yaitu:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat
yang tepat.
2.
Membentuk
kebutuhan minimal untuk setiap item.
3.
Menentukan
pelaksanaan rencana pemesanan.
4.
Menentukan
penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan
2.2 Sejarah MRP
Sebelum MRP ada dan sebelum komputer
digunakan industri, metodereorder point/reorder quantity jenis (ROP
/ ROQ) seperti EOQ (Economic Order Quantity) telah digunakan dalam
manufaktur dan manajemen persediaan. Pada tahun 1964, Joseph
Orlicky sebagai
respon terhadap program manufaktur Toyota, mengembangkan material perencanaan
kebutuhan (MRP). Perusahaan pertama yang menggunakan MRP adalah Black
& Decker pada tahun 1964, dengan Dick Alban sebagai pemimpin proyek. Oliver
Wight
ikut berjasa mengembangkan MRP ke perencanaan
sumber daya manufaktur (MRP
II). Pada tahun 1975 MRP dilaksanakan di 150 perusahaan. Jumlah ini telah
tumbuh secara pesat menjadi sekitar 8.000 pada tahun 1981.
2.3 Ruang Lingkup MRP
Fungsi sistem MRP meliputi
pengendalian persediaan, tagihan pengolahan material dan penjadwalan
dasar. MRP membantu organisasi untuk mempertahankan tingkat persediaan
rendah (optimal). Hal ini digunakan untuk merencanakan manufaktur, pembelian
dan memberikan kegiatan.
Suatu perusahaan yang memproduksi
barang, apapun produk mereka, akan menghadapi masalah praktis yang sama
sehari-hari bahwa pelanggan menginginkan produk akan tersedia dalam waktu yang
lebih singkat dari yang dibutuhkan untuk membuat mereka ini berarti bahwa
beberapa tingkat perencanaan diperlukan.
Perusahaan perlu untuk mengontrol
jenis dan jumlah bahan yang mereka beli, merencanakan produk mana yang akan
diproduksi dan jumlah barang yang harus diproduksi serta memastikan bahwa
mereka mampu memenuhi permintaan pelanggan saat ini dan masa depan, semua
dengan biaya serendah mungkin. Membuat keputusan yang buruk dalam bidang
ini akan membuat perusahaan kehilangan uang seperti pada beberapa contoh
masalah sebagai berikut:
1.
Jika
sebuah perusahaan membeli barang dalam jumlah cukup dari item yang digunakan
dalam suatu proses produksi (manufaktur) tetapi terdapat beberapa barang yang
rusak, perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban kontrak untuk memasok
produk tepat waktu.
2.
Jika
sebuah perusahaan membeli barang dalam jumlah banyak, sehingga melebihi item
barang yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi (manufaktur), uang tunai
yang dipakai untuk membeli barang tersebut mungkin dapat dipakai untuk
keperluan lain dan barang yang dipakai sebagai stok bahkan mungkin tidak pernah
digunakan sama sekali.
3.
Penentuan
waktu awal produksi pesanan yang salah dapat menyebabkan batas waktu maksimal
yang diharapkan pelanggan terlewatkan yang mengakibatkan kekecewaan pada
pelanggan. Dengan adanya MRP diharapkan permasalahan-permasalahan klasik
seperti pada contoh tersebut dapat diatasi. MRP dapat diterapkan baik untuk
item yang dibeli dari pemasok luar dan sub rakitan, diproduksi secara internal,
yang merupakan komponen dari barang-barang yang lebih kompleks.
2.4 Elemen MRP
Tujuan MRP adalah menentukan
kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen sub asembling atau
pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya
oleh MPS. Jadi MRP menggunakan MPS untuk memproyeksi kebutuhan akan
jenis-jenis komponen (component parts).
Elemen-elemen
MRP meliputi:
1.
Penjadwalan
Induk (Master scheduling) Bertujuan untuk menentukan output fungsi
operasi.
2.
Bagan
Bahan (Bill of Material) Bahan-bahan apa saja dan berapa komposisi untuk
suatu produk.
3.
Catatan
Persediaan (Inventory Record)Catatan dari akumulasi transaksi sediaan
yang terjadi di perusahaan atau pabrik.
4.
Perencanaan
Kapasitas (Capacity Planning) Suatu cara membuat perencanaan kapasitas,
yaitu :
·
Rough
Cut Capacity Planning,
perencanaan kapasitas pemotongan kasar yang lebih sedikit melakukan kalkulasi.
·
Shop
Loading, perencanaan yang lebih akurat dari pada Rough Cut Capacity
Planning.
5.
Pembelian
(Purchasing) Diperluas fungsinya tidak hanya sekedar membeli, tetapi
termasuk juga membangun kepercayaan pemasok.
6.
Pengendalian
Pengelola Bengkel (Shop-floor Control) Bertugas untuk mengendalikan
aliran bahan dengan memperhatikan lead time yang ada. Jangan
sampai terjadi penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.
2.5 Proses MRP
Sistem MRP memerlukan syarat
pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan
asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa mengolah MRP dengan empat
langkah dasar sebagai berikut :
1.
Netting (penghitungan kebutuhan
bersih). Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari kebutuhan kotor (GR)
minus jadwal penerimaan (SR) minus persediaan ditangan (OH kebutuhan besih
dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
2.
Lotting (penentuan ukuran lot).
Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal
berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai
dalam prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L).
2.6 Arus Informasi Sistem MRP
1.
Master Production Schedule (MPS)
MPS merupakan ringkasan skedul
produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan
pelanggan atau ramalan permintaan. System MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang
dicatat dalam MPS adalah pasti, kendatipun hanya merupakan ramalan.
2.
Bill Of Material (BOM)
BOM merupakan rangkaian struktur
semua komponen yang digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai
dengan MPS. Secara spesifik struktur BOM tidak saja berisi komposisi komponen,
tetapi juga memuat langkah penyeledaian produk jadi. Tanpa adanya struktur BOM
sangat mustahil untuk dapat melaksanakan system MRP.
3.
Infentory Master File (IMF)
Terdiri dari semua catatan tentang
persediaan produk jadi, komponen dan sub-komponen lainnya, baik yang sedang
dipesan maupun persediaan pengaman.
2.7 Faktor Kesulitan Dalam MRP
Terdapat lima faktor yang
mempengaruhi tingkat kesulitan dalam proses MRP yaitu:
1.
Struktur
Produk
Semakin rumit struktur produk, akan
membuat perhitungan MRP semakin rumit pula. Struktur produk yang komleks
terutama kearah vertikal, akan membuat proses penentuan kebutuhan bersih,
penentuan jumlah pesanan optimal, penentuan saat yang tepat melakukan pasanan,
dan penentuan kebutuhan kotor menjadi berulang-ulang.
2.
Ukuran
Lot
Jika dilihat dari cara pendekatan
masalah, terdapat dua aliran dalam penentuan ukuran lot yaitu, pendekatan
periode dan level by level
3.
Tenggang
Waktu
Perbedaan dalam tenggang waktu akan
menambah kerumitan dalam proses MRP. Oleh karena itu kita dihadapkan pada
masalah penentuan saat paling awal dan saat paling lambat suatu komponen harus
selesai atau disebut dengan lintasan kritis.
4.
Perubahan
Kebutuhan
MRP dirancang untuk menjadi suatu
sistem yang peka terhadap perubahan baik perubahan dari luar maupun perubahan
dari dalam (kapasitas). Kepekaan ini bukanlah tidak menimbulkan masalah,
perubahan kebutuhan produk akhir tidak hanya mempengaruhi rencana pemesanan,
tetapi juga mempengaruhi jumlah kebutuhan yang diinginkan.
5.
Komponen
Yang Bersifat Umum (Communality)
Adanya komponen yang bersifat umum
(dibutuhkan lebih dari satu induk item) akan menimbulkan kesulitan apabila
komponen umum tersebut berada pada level yang berbeda. Diperlukan tingkat
ketelitian yang tinggi, baik dalam jumlah maupun waktu pelaksanaan pemesanan.
2.8 Kemampuan Sistem RMP
Ada empat kemampuan yang menjadi
ciri utama dari sistem MRP yaitu:
1.
Mampu
menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Maksudnya adalah menentukan secara
tepat “kapan” suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan” material harus
tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan
pada jadwal induk produksi.
2.
Membentuk
kebutuhan minimal untuk setiap item.
Dengan diketahuinya kebutuhan akan
produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan
prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.
3.
Menentukan
pelaksanaan rencana pemesanan. Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan
pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang
diperoleh dari luar atau dibuat sendiri.
4.
Mentukan
penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.
5.
Apabila
kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu
yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana
penjadwalan ulang dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Persediaan
Persediaan (inventory),
adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu,
dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi normal
perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak untuk dijual
atau dikonsumsi tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan. Persediaan
merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam
suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri
(manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50%
dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan
bangunan. Persediaan yang diperoleh perusahaan langsung dijual kembali tanpa
mengalami proses produksi selanjutnya disebut persediaan barang dagang.
Perusahaan menggunakan system inventory stock karena perputaran pesediaannya
cukup tinggi dan beragam untuk mengantisipasi penjualan supaya tidak terjadi
kekurangan persediaan.
3.2 Fungsi dan jenis-jenis persediaan
Setiap perusahaan perlu
mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk
mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam
persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah dapat
mempertahankan suatu jumlah persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi
kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat dengan biaya
yang serendah-rendahnya. Untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan
yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan. Tujuan dari
pengawasan persediaan ini adalah (Assauri, 1998):
a.
Menjaga jangan sampai kehabisan
persediaan yang mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
b.
Menjaga agar pembentukan persediaan
tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang timbul oleh persediaan
tidak terlalu besar.
c.
Menjaga agar pembelian secara
kecil-kecilan dapat dihindari karena mengakibatkan meningkatnya biaya
pemesanan.
v Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan dapat
dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan
pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998):
a.
Persediaan Bahan Baku (Raw Material
Stock)
Merupakan persediaan dari barang-barang
yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari
sumber-sumber alam, atau dibeli darisupplier yang menghasilkan barang
tersebut.
b.
Persediaan Bagian Produk (Purchased
Parts)
Merupakan persediaan barang-barang yang
terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung
diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
c.
Persediaan Bahan-Bahan Pembantu
(Supplies Stock)
Merupakan persediaan barang-barang yang
diperlukan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi
tidak merupakan bagian dari barang jadi.
d.
Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in
Process)
Merupakan barang-barang yang belum
berupa barang jadi, akan tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi
barang jadi.
e.
Persediaan Barang Jadi (Finished Good)
Merupakan barang-barang yang selesai
diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor,
pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan.
v Fungsi – fungsi Persediaan
Efesiensi operasional
suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan.
Pertama, harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada
berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses,
dan kemudian barang jadi. Fungsi – fungsi dari persediaan antara lain:
1.
Fungsi “ Decoupling “
Fungsi penting
persediaan adalah memungkinkan operasi – operasi perusahaan internal dan
eksternal mempunyai kebebasan. Persediaan “ decouples” ini memungkinkan
perusahaan dapat memenuhi langganan tanpa terganggu supplier. Persediaan bahan
mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada
pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam
proses diadakan agar departemen – departemen dan proses – proses individual
perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk
memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan. Persediaan
yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.
2.
Fungsi “Economic Lot Sizing”
Melalui penyimpanan
persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya – sumber daya
dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya per unit. Persediaan “Lot Size” ini
perlu mempertimbangkan penghematan dalam hal pembelian, biaya pengangkutan per
unit lebih murah karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang
lebih besar, dibandingkan dengan biaya – biaya yang timbul karena besarnya
persediaan ( biaya sewa gedung, investasi, resiko dan sebagainya ).
3.
Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan
menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar
pengalaman atau data – data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini
perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman. Disamping itu, perusahaan juga
sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan
barang selama periode permintaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas
persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman. Pada kenyataannya,
persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi “ decoupling “ yang telah
diuraikan diatas. Persediaan antisipasi ini penting agar kelancaran proses
produksi tidak terganggu.
v Hal
– Hal Yang Perlu Dipertimbangkan
1.
Struktur biaya persediaan.
a.
Biaya per unit (item cost)
b.
Biaya penyiapan pemesanan (ordering
cost)
§ Biaya
pembuatan perintah pembelian (purchasing order)
§ Biaya
pengiriman pemesanan
§ Biaya
transportasi
§ Biaya
penerimaan (Receiving cost)
§ Jika
diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set up cost)
c.
Biaya pengelolaan persediaan (Carrying
cost)
§ Biaya
yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang apabila nilai
persediaan digunakan untuk investasi (Cost of capital).
§ Biaya
yang meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of storage). Biaya ini
berubah sesuai dengan nilai persediaan.
d.
Biaya resiko kerusakan dan kehilangan
(Cost of obsolescence, deterioration and loss).
e.
Biaya akibat kehabisan persediaan
(Stockout cost)
2.
Penentuan berapa besar dan kapan
pemesanan harus dilakukan.
4. Metode Pencatatan Persediaan
Sistem
Periodik
Menurut Dycman, Dukes,
Davis (2000 : 381) mengatakan bahwa : Dalam system persediaan periodik,
perhitungan periodik aktual atas barang-barang yang ditangani pada akhir
periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan. Barang-barang dihitung,
ditimbang, atau jika tidak diukur, dan jumlahnya dikaitkan dengan unit biaya
untuk memberi nilai persediaan.
Sistem
Perpetual
Menurut Niseonger,
Warren, Reeve dan Fess (1999:366) : Dalam system persediaan perpetual, semua
kenaikan dan penurunan barang dagang dicatat dengan cara yang sama seperti
mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal
periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut.
Pada saat pembelian jurnalnya :
Persediaan barang dagangan Rp xxx
Kas/Utang
Usaha Rp
xxx
Pada saat penjualan jurnalnya
HPP Rp
xxx
Persediaan barang dagangan Rp xxx
5. Metode Manajemen Persediaan
Metode yang digunakan
dalam pengelolaan persediaan adalah seperti yang tercantum dibawah ini. Namun
yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah metode Economic Order Quantity
( EOQ ) dan Analisis ABC.
1.
Metoda EOQ (Economic Order Quantity)
2.
Metoda Sistem Pemeriksaan Terus Menerus
(Continuous Review System)
3.
Metoda Sistem Pemeriksaan Periodik
(Periodic Review System)
4.
Metoda Hybrid
5.
Metoda ABC
1. METODA EOQ (ECONOMIC ORDER
QUANTITY)
Metoda Economic Order
Quantity (EOQ) adalah metoda yang dapat dipergunakan baik untuk barang – barang
yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Model EOQ adalah nama yang biasa
digunakan untuk barang – barang yang dibeli, sedangkan ELS ( Economic Lot Size
) digunakan untuk barang – barang yang diproduksi secara internal. Perbedaan
pokoknya adalah bahwa, untuk ELS, biaya pemesanan ( ordering cost ) meliputi
biaya penyiapan pesanan untuk dikrimkan ke pabrik dan biaya penyiapan mesin –
mesin ( setup cost ) yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan. Model EOQ
digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan
biaya langsung penyimpanann persediaan dan biaya kebalikannya ( inverse cost )
pemesanan persediaan. Model manajemen persediaan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
§ EOQ
(Economic Order Quantity)
§ ELS
(Economic Lot Size)
Ø Hal-hal
yang perlu diperhatikan sebelum menghitung EOQ:
D :Besar laju permintaan (demand rate)
dalam unit per tahun.
S :Biaya setiap kali pemesanan (ordering
cost) dalam rupiah per pesanan
C :Biaya per unit dalam rupiah per
unit
I :Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah
persentase terhadap nilai
persediaan per
tahun.
Q :Ukuran paket pesanan (lot size) dalam
unit
TC :Biaya total persediaan dalam rupiah per
tahun.
o
Biaya pemesanan per tahun (Ordering
cost):
OC = S (D/Q)
o
Biaya pengelolaan persediaan per tahun
(Carrying cost)
CC = ic (Q/2)
o
Maka, total biaya persediaan:
TC = S (D/Q) + ic (Q/2)
Model EOQ di atas dapat
diterapkan bila anggapan – anggapan berikut ini dipenuhi:
ü Permintaan
akan produk konstan, seragam, dan diketahui (deterministik)
ü Harga/unit
produk konstan
ü Biaya
simpan/unit/th konstan
ü Biaya
pesan/order konstan
ü Wakttu
antara pesanan dilakukan dan barang diterima (lead time/L) konstan
ü Tidak
terjadi kekurangan barang/back order
2. METODA ABC / ANALISIS ABC
Analisis ABC membagi
persediaan yang ada ke dalam tiga kelompok berdasarkan volume tahunan dalam
jumlah uang. Analisis ABC merupakan penerapan persediaan dari Prinsip Pareto.
Prinsip Pareto menyatakan bahwa ada "beberapa yang penting dan banyak yang
sepele". Pemikiran yang mendasari prinsip ini adalah bagaimana memfokuskan
sumber daya pada bagian persediaan penting yang sedikit itu dan bukan pada
bagian persediaan yang banyak namun sepele. Untuk menentukan nilai uang tahunan
dari volume dalam analisis ABC, dilakukan pengukuran permintaan tahunan dari
setiap butir persediaan dikalikan dengan biaya per unit. Butir persediaan kelas
A adalah persediaan-persediaan yang jumlah nilai uang per tahunnya tinggi.
Butir-butir persediaan semacam ini mungkin hanya mewakili sekitar 15% dari
butir-butir persediaan total, tetapi mewakili 70% sampai 80% dari total biaya
persediaan. Butir persediaan kelas B adalah butir-butir persediaan yang volume
tahunannya (dalam nilai uang) sedang. Butir-butir persediaan ini mungkin hanya
mewakili 30% dari keseluruhan persediaan dan 15% sampai 25% dari nilainya.
Butir - butir persediaan yang volume tahunannya kecil, dinamakan kelas C, yang
mewakili hanya 5% dari keseluruhan volume tahunan tetapi sekitar 55% dari
keseluruhan persediaan.
Kriteria selain volume tahunan dalam
nilai uang dapat menentukan klasifikasi butir persediaan. Misalnya, perubahan
teknis yang diantisipasi, masalah-masalah pengiriman, masalah-masalah mutu,
atau biaya per unit yang tinggi dapat membawa butir persediaan yang menaik ke
dalam klasifikasi yang lebih tinggi. Keuntungan pembagian butir-butir
persediaan ke dalam kelas-kelas memungkinkan ditetapkannya kebijakan dan
pengendalian untuk setiap kelas yang ada. Kebijakan yang dapat didasarkan pada
analisis ABC sebagai berikut:
1.
Perkembangan sumber daya pembelian yang
dibayarkan kepada pemasok harus
lebih tinggi untuk butir persediaan A dibandingkan butir persediaan C.
lebih tinggi untuk butir persediaan A dibandingkan butir persediaan C.
2.
Butir persediaan A, berlainan dengan
butir persediaan B dan C. harus dikendalikan secara lebih ketat; mungkin karena
butir persediaan A ini ditempatkan di wilayah yang lebih tertutup dan mungkin
karena keakuratan catatan persediaannya harus lebih sering diverifikasi.
3.
Meramalkan butir persediaan A mungkin
harus lebih berhati-hati daripada
meramalkan butir (kelas) persediaan yang lain.
meramalkan butir (kelas) persediaan yang lain.
4.
Peramalan yang lebih baik, pengendalian
fisik, keandalan pemasok, dan
pengurangan besar stok pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis ABC.
pengurangan besar stok pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis ABC.
CONTOH
KASUS
Model Economic Order Quantity
1)
Contoh Kasus 1
Diketahui sebuah
perusahaan memiliki kebutuhan bahan baku sebesar 10.000 unit per tahun. Biaya
pemesanan untuk pengadaan bahan tersebut adalah sebesar Rp 150,-/order. Biaya
simpan yang terjadi sebesar Rp 0,75/u/tahun. Hari kerja per tahun adalah 350
hari. Waktu tunggu (lead time) untuk pengiriman bahan tersebut selama 10 hari
Pertanyaan:
ú Hitunglah
EOQ
ú Berapa
total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengadaan bahan tersebut
ú Berapa
kali perusahaan melakukan pemesanan dalam 1 tahun
ú Berapa
lama EOQ akan habis dikonsumsi perusahaan
ú Tentukan
reorder point (titik pemesanan kembali)
Jawab
EOQ
= 2x150x10.000 = 2000 unit
0.75
TC = HxQ/2 + S.D/Q = (0.75 x
2000/2) + (150 x 10000/2000)
= Rp 750,- + Rp 750,- = Rp 1500,-
Jumlah pemesanan/th = D/Q
= 10000/2000 = 5 kali
Durasi habisnya EOQ = 350/5 = 70 hari
Reorder point = L. D/hari kerja setahun
= 10 x (10000/350) = 285. 7 hari
2)
Contoh Kasus 2
Suatu perusahaan
memiliki kebutuhan material sebesar 100.000 unit per tahun. Biaya pesan
$35/order. Biaya simpan sebesar 20% dari harga beli material. Pihak supplier
menawarkan suatu penawaran khusus untuk pengadaan material tersebut dalam
bentuk harga potongan. Adapun syaratnya adalah sbb:
Kuantitas
pembelian Harga
4000 – 7999
unit
$1.80
Lebih dari 8000
unit
$1.70
Pertanyaan:
Di unit berapakah sebaiknya perusahaan melakukan pembelian.
Kuantitas pembelian paling sedikit 8000
unit
Harga beli (C) = $1.70
H = $1.70 x 0.2 = $0.34
EOQ = 2 x 35 x 100000 = 4537.43 unit
(tidak feasible)
0.34
TC = 100000 x $1.70 + 0.34 x (8000/2) + 35 x (100000/8000)
= $ 171,795.5
Kuantitas pembelian 4000 – 7999 unit
harga beli = $180
H = $1.80 x 0.2 = $0.36
EOQ = 2 x 35 x 100000 = 4409.59 = 4409.59 unit
0.36
TC = 100000 x $1.80 + 0.36 x (4409.59/2) + 35 x (100000/4409.59)
= $181,587.5
Jadi yang dipilih
adalah kuantitas pembelian 8000 unit karena memiliki total biaya terkecil
6. Metode Penilaian Persediaan
Penilaian Persediaan
Berdasarkan Harga Pokok
a.
Metode Identifikasi Khusus
Dyckman, Dukes, Davis
(2000:392) mengatakan bahwa, “metode identifikasi biaya khusus
mensyaratkan bahwa setiap barang yang disimpan harus ditandai secara khusus
sehingga biaya per unitnya dapat diidentifikasi setiap waktu”.
Metode identifikasi biaya khusus
menghubungkan arus biaya secara langsung dengan arus biaya secara periodik.
Sebenarnya metode ini sangat menarik tapi memiliki biaya yang tinggi. Apalagi
kalau jenis dan harga barang berbeda pasti akan lamban dan membutuhkan banyak
biaya. Oleh karena itu metode ini sangat jarang digunakan oleh perusahaan
dagang.
b.
Metode LIFO (last in First Out)
o
Sistem Periodik
Sistem Periodik adalah
penilaian persediaan yang ditentukan dengan cara saldo periodic yang ada
dikalikan harga pokok per unit barang yang masuk pada awal periode. Bila saldo
periodik terlalu besar dari barang yang masuk pada awal periode, diambilkan
dari harga pokok per unit yang masuk berikutnya.
o
Sistem Perpetual
Sistem Perpetual adalah
suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaannya dilakukan
secara terus-menerus dalam kartu persediaan. HPP dicatat berdasarkan harga
pokok pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan
akhir.
Dalam periode inflasi metode LIFO akan
menghasilkan kemungkinan laba bersih terendah. Alasannya karena harga pokok
barang yang diperoleh terakhir akan mendekati nilai ganti barang yang dijual.
Keuntungan lain adalah penghematan pajak karena laba yang dihasilkan adalah
yang paling rendah sehingga akan menghasilkan pajak penghasilan yang lebih
rendah. Bila dibandingkan dengan metode FIFO ataupun metode rata-rata dalam
periode deflasi, pengaruh yang terjadi adalah kebalikannya.
c.
Metode FIFO
Ikatan Akuntan
Indonesia (2007 : 14.21) merumuskan FIFO sebagai berikut, “formula MPKP / FIFO
mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau
digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir
adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian”.
o
Sistem Periodik
Persediaan akhir
ditentukan dengan cara saldo periodic yang ada dikalikan dengan harga pokok per
unit barang yang terakhir kali masuk. Bila saldo periodic ternyata lebih besar
dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya dipergunakan harga pokok per unit yang
masuk sebelumnya.
o
Sistem Perpetual
Suatu metode penilaian
persediaan yang pencatatan persediaannya dilakukan terus-menerus dalam kartu
persediaan. HPP dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama masuk. Jumlah
yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir . Selama periode inflasi
penggunaan metode FIFO akan menghasilkan kemungkinan laba tertinggi
dibandingkan dengan metode-metode yang lain, karena perusahaan cenderung untuk
menaikkan harga jualnya sesuai dengan perkembangan pasar tanpa memperhatikan
kenyataan bahwa barang yang terdapat dalam persediaaan telah diperoleh sebelum
terjadinya kenaikan harga (inventory profit/laba persediaan atau laba
semu/illusory profit).
d.
Metode Rata-Rata
o
Periodik
Ikatan Akuntan
Indonesia (2007:14.21) merumuskan biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap
barang ditentukan berdasarkan biaya rata-ratatertimbang dari barang serupa pada
awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama
periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala atau pada setiap
penerimaan kiriman, bergantung pada keadaan perusahaan. Asumsi metode ini
adalah unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliaannya dan menghitung
harga pokok penjualan serta persediaan akhir.
o
Rata - Rata Bergerak Sistem Pencatatan
Perpetual)
Metode ini tidak
menandingkan biaya per unit paling akhir dengan pendapatan penjualan periode
berjalan. Namun menandingkan biaya rata-rata periode tersebut dengan pendapatan
dan nilai persediaan akhir, leh karena itu jika biaya per unit pasti meningkat
atau menurun maka metode rata-rata bergerak akan memberikan jumlah persediaan
dan harga pokok yang berada diantara metode penilaian FIFO dan LIFO.
BAB III
PENUTUP
4.1
Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari
uraian makalah adalah:
1.
MRP
(Material Requirements Planning) adalah suatu teknik atau prosedur yang
sistematis untuk menentukan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan
pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item–item tingkat
(level) yang lebih tinggi (dependent demand).
2.
Fungsi
utama sistem MRP meliputi pengendalian persediaan, tagihan pengolahan
material dan penjadwalan dasar.
3.
Elemen-elemen
MRP meliputi:
3.1. Penjadwalan Induk (Master
scheduling)
3.2. Bagan Bahan (Bill of
Material)
3.3. Catatan Persediaan (Inventory
Record)
3.4. Perencanaan Kapasitas (Capacity
Planning)
3.5. Pembelian (Purchasing)
3.6. Pengendalian Pengelola Bengkel
(Shop-floor Control)
4.2
Saran
1.
Karena
cakupan peran maupun fungsi MRP yang sangat luas, maka penelitian lebih lanjut
sangat disarankan agar dapat digali lebih dalam dan dapat mengembangkan
fungsi-fungsi yang sudah ada.
2.
Pada
implementasi MRP yang sesungguhnya tentu akan ditemukan beberapa permasalahan
yang mungkin timbul. Oleh karena itu penyesuaian dari penerapan teori yang
terdapat pada makalah ini mutlak diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
http://go-phelz.blogspot.com /2011/01/perencanaan kebutuhan
bahan mrp . html. Diunduh: 14/12/2013 jam 16.31 WIB.
Post a Comment