BAB II
PEMBAHASAN
MENINGKATKAN KEIMANAN KEPADA ALLAH MELALUI SIFAT-SIFATNYA
DALAM ASMAUL HUSNA
A. Menguraikan 10 Asmaul Husna
(al-muqsith, al-waarits, an-nafi’I, al-basith, al-hafidz, al-walii, ar-raffi,
al-muiz, dan afuww).
Setiap nama Allah swt pasti
mengandung sifat yang berkaitan dengan nama dan keluhuran Allah SWT. Melalui
wahyu-Nya tentang nama-nama-Nya. Nama-nama Allah itu disebut dalam Al-Quran
dengan al-Asma’al-Husna yang artinya nama-nama yang baik.
Asmaul Husna adalah nama-nama yang
indah. Jumlahnya ada 99 nama. Asma’ artinya nama, dan husna artinya lebih baik.
Jadi, nama-nama Allah itu adalah nama yang paling baik dan sempurna, sedikitpun
tidak ada kekurangannya. Lafadz Asmaul Husna dalam Al-Qur’an terdapat dalam 4
ayat. Sedang nama-nama Allah itu terdapat pada 3.207 ayat yang meliputi 96
nama, sementara 3 nama lainnya dijelaskan oleh hadits nabi, yakni al-Khafidz
(Yang Merendahkan), al-Mani’ (Yang Maha Mencegah), as-Shabur (Yang Maha Sabar).
Meskipun nama-nama tersebut bukan termasuk dalam al-Quran, namun tidak
bertentangan ayat Al-Quran.
Allah
berfirman:
Artinya : hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan
mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S al-A’raf: 180).
Dalam ayat yang lain Allah
berfirman:
Artinya: Dialah Allah, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al-asmaul
husna(nama-nama yang baik) . (Q.S. Thaha:8)
Asmaul husna Allah yang akan kita pelajari adalah sebagai berikut: Al-muqsith(yang maha adil), Al-warits (yang maha mewarisi), An-nafi’(yang maha pemberi manfaat), Al-basith (yang maha melapangkan), Al-hafidz (yang maha penjaga), Al-waliyy(yang maha melindungi), Al-waduud(yang maha mengasihi), Ar-rafi’(yang meninggikan), Al-muiz(yang maha terhormat), Al-afuww(yang maha pemaaf).
Asmaul husna Allah yang akan kita pelajari adalah sebagai berikut: Al-muqsith(yang maha adil), Al-warits (yang maha mewarisi), An-nafi’(yang maha pemberi manfaat), Al-basith (yang maha melapangkan), Al-hafidz (yang maha penjaga), Al-waliyy(yang maha melindungi), Al-waduud(yang maha mengasihi), Ar-rafi’(yang meninggikan), Al-muiz(yang maha terhormat), Al-afuww(yang maha pemaaf).
B. Menunujukkan bukti kebenaran
tanda-tanda kebesaran melalui sifat Allah dalam asmaul husna (al-muqsith, al-waarits,
an-nafi’I, al-basith, al-hafidz, al-walii, ar-raffi, al-muiz, dan afuww)
1. Al-Muqsith
Al-Muqsith
artinya Allah Maha Adil. Allah memperlakukan manusia dan semua makhluknya
dengan perlakuan yang adil. Keadilan Allah itu dapat di lihat dalam kehidupan
di dunia ini. Bahkan keadilan Allah akan diberikan kepada umat manusia ketika
mereka semua sudah kembali kepada Allah di akhirat nanti.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Katakanlah: “Tuhanku
menyuruh menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di
Setiap sembayang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepadanya.
Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu
akan kembali akan kembali kepada-Nya)”. (Q.S. al-Araf:29).
Karena
sifat al-Muqsith ini pula tidak ada manusia yang lebih diperhatikan
dibandingkan dengan manusia yang lain. Di hadapan Allah semua makhluk termasuk
manusia adalah sama, tetapi yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang
paling bertakwa kepada-Nya.
Sifat
Allah Yang Maha Adil ini harus dijadikan dasar bagi manusia untuk bisa berbuat
adil kepada sesamanya. Pemimpin harus adil kepada orang-orang yang dipimpinnya.
Orang Tua harus adil kepada semua anak-anaknya. Allah memperlakukan
hamba-hambanya secara adil. Tak ada satupun perbuatan baik yang luput dari
perhatian. Semuanya mendapat pahala. Kekeliruan, kesalahan dan kezaliman
diperbaiki. Jika manusia saling menzalimi satu sama lain, maka allah mengambil
dari si zalim dan memberikannya kepada yang di zalimi. Hanya Allah yang dapat
melakukan hal ini. Kemudia jika terjadi perselisihan atau ketidaksamaan
pendapat, maka harus diselesaikan dengan baik dan adil.
Sebaliknya,
Allah sangat membenci orang-orang yang tidak bisa berbuat adil dan tidak mau
berlaku adil kepada sesamanya. Seperti, pemimpin yang sewenang-wenang, otoriter
dan despotic, orang tua yang tidak adil dan tidak proporsional terhadap
anak-anaknya. Selain itu, jika terjadi perselisihan, tidak diselesaikan dengan
adil bahkan cenderung diadu domba. Sehingga tidak akan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Oleh
karena itu, menjadilah orang yang memiliki rasa keadilan yang sempurna, yang
melihat segala sesuatu dengan adil dan menuntut keadilan. Terutama menuntut
keadilan kepada diri sendiri, bukan menuntut orang lain untuk berbuat adil
kepada diri kita sendiri. Rasulullah saw bersabda:”orang yang adil akan berdiri
di atas mimbar cahaya ilahi di dalam surga”.
2.
Al-Warits
Al-Warits
artinya Yang Maha Mewarisi. Sifat Allah menunjukkan ke-Maha Kuasaan Allah terhadap
cciptaanya, yaitu bumi dan alam semesta beserta isinya. Dialah Tuhan yang kekal
dan abadi yang akan mewarisi bumi dan isinya termasuk orang-orang yang ada di
antarannya setelah kehancuran. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya kami mewarisi
bumi[904] dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan Hanya kepada kamilah
mereka dikembalikan. (QS. Maryam:40)
Orang-orang
yang lalai tidak mengetahui bahwa apa yang mereka miliki, termasuk diri mereka
sendiri, hanyalah pinjaman bagi mereka. Orang-orang yang mensyukuri karunia
Allah Yang Maha Pemurah, adalah orang-orang yang sombong, yang mengira bahwa
apa yang mereka miliki adalah kepunyaan mereka.
Selain
itu, tidak ada yang bisa menghalangi dan membatasi kekuasaan Allah. Allah
memiliki kewenangan penuh untuk menghidupkan dan mematikan seseorang.
Allah
berfirman:
Artinya: Dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang
menghidupkan dan mematikan dan kami (pulalah) yang mewarisi. (QS. Al-Hijr: 23).
Oleh karena itu, manusia perlu
menyiapkan bekal yang cukup berupa iman dan amal saleh selama hidup di dunia.
Bekal itu akan sangat berharga ketka manusia kembalinkepada-Nya. Sebaliknya,
manusia tidak boleh menyia-nyiakan kehidupan di dunia, dengan melalukan hal-hal
yang tidak berguna dan jauh dari nilai-nilai keimanan dan keislaman. Sebab jika
dihitung, umur manusia hidup di dunia tidak terlalu lama, dibandingkan dengan
kebaikan yang bisa diperoleh di akherat.
3.
An-Nafi’
An-Nafi’
artinya Yang Maha Pemberi Manfaat. Allah menciptakan langit dan bumi serta
isinya ini mengandung manfaat yang luar biasa besarnya bagi manusia. Hampir
tidak ada sesuatupun di dunia yang tidak memiliki nilai dan manfaat bagi
manusia. Tidak hanya manusia, semua makhluk yang ada di bumi sangat merasakan
manfaat yang diberikan oleh Allah. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.(QS. Al-Baqarah:164).
Oleh
karena itu, jika dilihat betapa besarnya karunia dan rahmat Allah yang
dilimpahkan kepada manusia, maka sudah seharusnya manusia mensyukuri nikmat
tersebut, menggunakan nikmat-nikmat itu untuk kebaikan dan kemanfaatan, dan
tidak menyalahgunakan nikmat-nikmat itu untuk perbuatan-perbuatan yang
melanggar aturan hukum dan hukum Allah.
Namun
demikian, masih banyak kita melihat manusia yang kurang bersyukur atas nikmat
Allah itu bahkan nikmat dan karunia itu di salahgunakan. Mereka tidak
menggunakan bumi dan tumbuh-tumbuhan yang ada di atasnya untuk kebaikan, tetapi
sebaliknya merusak bumi dan tumbuh-tumbuhan itu karena keserakahan dan
nafsunya. Mereka tidak menggunakan lautan dan isinya untuk kepentingan seluruh
manusia, tetapi sebaliknya mereka melakukan perusakan terhadap lautan habitat
yang ada di dalamnya. Inilah di antara sifat manusia yang tidak mau bersyukur.
Allah swt berfirman:
Artinya: Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya aAllah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-Rum:41).
Allah
telah memberikan kita kebebasan hanya agar kita dapat memutuskan apakah kita
akan tunduk kepada kehendak Allah swt, memerintahkan atas nama-Nya, menjadi
makhluk terbaik dan bermanfaat, memiliki yang terbaik di antara makhluk, atau
kita akan durhaka, menyebabkan kejatuhan diri kita sendiri, dan ditolak dari
rahmat Allah, seperti halnya iblis. Kemampuan kita untuk memilih antara kebaikan
dan kejahatan bukanlah ujian bagi Allah untuk menyaksikan bagaimana hamba-nya
akan bersikap. Allah telah menciptakan takdir kita sebelum Dia menciptakan
kita. Oleh karena itu, Dia sudah mengetahui apa yang akan kita kerjakan. Hanya
orang yang beriman kepada takdir yang akan dilindungi dirinya.
4.
Al-Basith
Al-Basith
artinya Yang Maha Melapangkan. Allah yang maha kaya senantiasa memberikan
rizkinya kepada semua makhluk, termasuk manusia. Bahkan bumi dan seluruh isinya
ini diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia. Selain itu,
manusia juga dikaruniai akal dan pikiran untuk bisa mengolah kekayaan alam
dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman:
Artinya: Dan Apakah mereka tidak
memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rizki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rizki itu). Sesungguhnya pada
yang demikian itu bemnar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang beriman. (QS. Ar-Rum:37).
Berdasarkan
firman Allah di atas, maka janganlah kita mudah terlena oleh masa-masa
kesenangan dan kelapangan. Ketika semua itu terjadi, dengan melupakan Allah di
dalam kesenangan dan kebahagiaan kita, dengan menjadi sombong karena mengira
bahwa karena kitalah keberhasilan itu bisa tercapai. Pada saat itu, kita harus
bersyukur kepada Allah.
Oleh
karena itu, sifat Al-Basith Allah harus di yakini sebagai sesuatu yang benar.
Tidak boleh ragu sedikitpun. Tetapi yang harus di ingat adalah ketika kita
diberi karunia rizki yang banyak maka kita harus pandai dan rajin bersyukur
kepada Allah, namun sebaliknya jika kebetulan rizki tidak sebanyak yang
diharapkan maka kita harus bersabar. Dengan bersabar pasti ada hikmah yang
diperoleh manusia. Allah berfirman dalam surat As-Syuura:27
Artinya: Dan jikalau Allah melapangkan
rizki kepada hamba-hambanya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi,
tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya
Dia maha mengetahui (keadaan) hamba-hambanya lagi Maha melihat. (QS.
As-Syuura:27).
5.
Al-Hafidz
Al-Hafidz
artinya Yang Maha Penjaga atau Pemelihara. Dialah tuhan yang memelihara segala
sesuatu. Dia yang menginginkan semua yang telah dan sedang berlangsung dan
menjaga semua yang akan terjadi. Allah mengetahui dan mengingat semua yang
dikerjakan oleh makhluknya. Allah juga memelihara semuanya, tidak ada yang
luput dalam pemeliharaan-Nya. Allah SWT berfirman:
Artinya: jika kamu berpaling, maka
Sesungguhnya aku telah telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus
(untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum
yang lain (dari) kamu, dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya
sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu.
(QS.Hud:57).
Allah
SWt melindungi ciptaan-Nya dari semua kerusakan dan kekacauan. Itulah mengapa
semua benda langit yang berputar dan beredar dengan cepat pada garis orbitnya
tidak saling berbenturan satu sama lain. Sebagai manifestasi dari nama-Nya
Al-Hafidz, maka di dalam setiap ciptaan-Nya di tempatkan-Nya naluri untuk
mempertahankan hidup. Allah melindungi kita dengan mengajarkan bahwa apa yang
buruk bagi kita adalah haram.
Sebagai
contohnya, makanan halal tetapi sudah kadaluarsa dan buruk maka menjadi haram,
racun, alkhohol, perzinaan, perjudian, dan kebodohan adalah kesombongan,
kemunafikan, kedengkiaan dan kebodohan adalah racun bagi jiwa seseorang. Karena
yang mempunyai sifat Al-Hafidz telah mengutus nabi-nabi-Nya untuk mengajarkan
kepada umatnya untuk memelihara dirinya dari kerusakan moral, material dan spiritual.
Oleh
karena itu, kita harus mampu memanfaatkan penjagaan Allah atas semua yang ada
ini dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan cara, antara lain: a) melakukan
pemeliharaan atas alam dengan baik dan tidak melakukan kerusakan di muka bumi,
b) memanfaatkan segala yang ada di alam untuk beribadah kepada Allah dan
menebarkan kebaikan kepada sesama
6.
Al-Waliy
Al-Waliy
artinya Yang Maha Melindungi. Allah adalah Dzat yang maha melindungi serta
memberikan perlindungan bagi semua makhluk ciptaannya. Tidak ada kekuatan
manapun yang dapat mengalahkannya. Allah swt berfirman:
Artinya: Atau patutkah mereka
mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah pelindung (yang
sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS. As-Syuura: 9).
Dalam
kehidupan manusia tidak ada pelindung yang sejati, kecuali perlindungan Allah
swt. Manusia yang hidup dalam keadaan serba berkecukupan pun, tidak bisa
menjadikan hartanya untuk melindungi dirinya dari tidak beriman kepada Allah.
Sebaliknya, orang yang tidak punya harta dihantui kekhawatiran tidak bisa makan
dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Orang yang tidak punya,
ada kecenderungan untuk mudah dipengaruhi agar jauh dari Allah swt. Oleh karena
itu, sangat tepat kiranya jika manusia, dalam kondisi apapun senantiasa memohon
perlindungan Allah agar keimanannya tetap terjaga,sebab hanya Allah yang dapat
memberikan perlindungan yang baik.
Allah
berfirman dalam surat yusuf ayat 64:
Artinya:
Berkata ya’qub: “Bagaimana aku akan mempercayakannya (bunyamin) kepadamu,
kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (yusuf) kepada kamu
dahulu?”. Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang
diantara Para Penyayang. (QS. Yusuf:4).
Ayat
di atas memberikan gambaran tentang kepasrahan Nabi Ya’kub, ketika menghadapi
anak-anaknya dan perlakuan yang sudah diberikan kepada Nabi Yusuf dan tidak
ingin kejadian itu terulang kembali kepada anaknya yang lain adalah saudara
Nabi Yusuf (Bunyamin). Karena itu Nabi Ya’kub berkata: “Aku hanya bertawakal
kepada Allah dengan menjaga Bunyamin, tidak kepada kalian. Aku berharap, semoga
Allah menyayangiku dengan menjaga Bunyamin, tidak memberikan cobaan kepadaku
dengan menghilangkan saudaranya Yusuf. Sesungguhnya rahmat-Nya amat luas dan
karunia-Nya amat besar”.
Dari
ilustrasi kisah Nabi Yusuf di atas dapat memberikan inspirasi kepada kita bahwa
Allah adalah Maha Melindungi dan Maha Penjaga. Bukti dari itu semua,
sebagaimana dikisahkan dalam Al-qu’an, Nabi Yusuf akhirnya benar-benar di jaga
oleh Allah swt. Penjagaan Allah atas Nabi Yusuf itu dilakukan sejak di buang
oleh saudara-saudaranya ke dalam sumur, sampai dengan akhirnya Nabi Yusuf
menjadi Penguasa Mesir. Artinya manusia harus berusaha dengan keras terhadap
usaha untuk mencapai kebaikan dalam hidup, tetapi seterusnya semua hasilnya
sangat tergantung kepada Allah swt.
Kita
juga tidak perlu cemas dan khawatir dalam situasi apapun, baik sedih,susah,
serba kesulitan dan sebagainya, selama kita masih memiliki keimanan dan
ketakwaan kepada Allah swt, pasti Allah akam memberikan perlindungan kepada
kita.
7.
Al-Waduud
Al-Waduud
artinya Yang Maha Mengasihi. Tanpa kasih sayang Allah maka manusia tidak bisa
hidup dengan nyaman dan tenang. Karena kasih sayang Allah itulah, maka sudah
kewajiban bagi manusia untuk senantiasa taat kepada-Nya. Jika manusia melakukan
kesalahan baik di sengaja maupun tidak di sengaja, maka harus segera bertobat
dan memohon ampunan-Nya.
Allah
SWT berfirman:
Artinya: Dan mohonlah ampun kepada
Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang
lagi Maha Pengasih. (QS. Hud:90).
Dalam
kehidupan manusia di dunia tidak bisa dihindari berinteraksi dengan manusia
lain, baik di pasar, di sekolah, di tempat kerja, dan sebagainya. Dalam proses
interaksi itu pasti pernah terjadi seseorang berbuat salah kepada yang lain.
Sebagai hamba yang mestinya beribadah kepada-Nya, kadang manusia diliputi
kesalahan atau kekhilafan. Oleh karena itu, agar kita mnta ampunan kepada
Allah. Kemudian, kita harus kembali untuk taat kepada Allah dan melakukan
perintah serta menjauhi larangan-Nya.
Ayat
tersebut merupakan bimbingan bahwa semisal perbuatan yang merusak dan zalim
dihapus dengan cara bertobat dan meminta ampun kepada Allah swt adalah termasuk
sebab-sebab diperolehnya kebaikan di dunia maupun kebaikan di akhirat.
Allah berfirman dalam surat
Al-Bururj:
Artinya: Dia-lah yang Maha Pengampun
lagi Maha Pengasih, (QS.al-Bururj:14).
Allah
sangat mencintai hamba-Nya, maka manusia harus cinta kepada Allah. Karena cinta
kepada Allah adalah ruh ibadah. Semua penghambaan yang dzahir dan batin berawal
dari kecintaan kepada Allah. Kecintaan hamba kepada Tuhannya adalah karunia dan
ihsan dari Allah. Dia yang memberikan kecintaan kepada hamba-Nya dan menjadikan
kecintaan tertanam dalam hatinya. Kemudia tatkala hamba mencintai-Nya dengan
taufik-Nya. Allah membalasnya dengan cinta yang lain.
Al-Waduud
di kalangan manusia adalah orang yang mencintai orang lain seperti cintanya
kepada dirinya sendiri. Dia lebih mendahulukan kepentingan orang lain
daripadanya kepentingan dirinya sendiri. Sahabat Ali r.a. berkata: “jika engkau
ingin di cintai Tuhanmu, dekatilah orang-orang yang memusuhimu. Maafkanlah
orang-orang yang menyakitimu”.
8.
Ar-Rafi’
Ar-Rafi’
artinya Yang Maha Meninggikan. Allah meninggikan siapa saja yang dikehendaki.
Tentu saja orang yang di tinggikan oleh Allah adalah orang-orang yang beriman
dan senantiasa taat kepada-Nya.
Firman
Allah swt:
Artinya: Rasul-rasul itu Kami
lebihkan sebagian (dari)mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada
yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah
meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam:
beberapa mukjizat serta Kami perkuat Dia dengan Ruhul Qudus. (QS. Al-Baqarah:
253).
Dalam
ayat di atas dijelaskan bahwa sebagian mereka ada yang di utamakan Allah di
atas rasul-rasulnya, dengan anugerah derajat yang lebih sempurna dan utama
disbanding rasul lainnya. Maksud dari ayat ini adalah Nabi Muhammad saw,
sebagaimana dikuatkan dengan riwayat Ibnu Jarir dan Mujahid, di samping
diperkuat oleh hubungan ayat yang menunjukkan pengertian seperti itu.
Ayat
ini memberi pelajaran tentang hal ihwal orang-orang terdahulu yang mengikuti
para rasul dengan konsisten, agar dijadikan sebagai teladan. Ayat
ini(sekaligus) mengecam secara keras atas kejadian yang menimpa umat para rasul
yang saling bertengkar dan membunuh, menyusul wafatnya rasul. Padahal pada
dasarnya agama mereka itu hanya satu. Dan yang samapai sekarang masih ada,
adalah pengikut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Ayat
ini memberi gambaran tentang keistemewahan para rasul. Di antara keistimewahan
itu adalah penonjolan di bidang akhlak, seperti yang di syariatkan oleh firman
Allah:
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung .(QS. Al-Qalam:4)
Keistimewahan
lain seperti yang ada pada umat seorang rasul, yang berpegang teguh pada agama
yang dibawanya, meski rasul itu telah wafat. Hal ini seperti dijelaskan dalam
firman Allah sebagai berikut:
Artinya:Kamu
adalah umay yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali
Imron:110).
Imam
Bukhari meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulluallah SAW besabda:
Artinya: “Tiada seorang Nabi pun
melainkan telah diberi anugrah ayat-ayat (mukjizat) yang pada masa itu
orang-orang mau percaya dengan hal seperti itu, apa yang sudah dikaruniakan
kepadaku, adalah wahyu yang disampaikan Allah lkepadaku. Karenanya aku berharap
agar aku adalah yang (mempunyai) pengikut paling banyak di antara mereka (para
rasul) esok di hari kiamat.”
9.
Al-Mu’iz
Al-Mu’iz
artinya Yang Maha Memuliakan. Allah adalah Dzat yang memuliakan siapa saja yang
bertakwa kepada-Nya. Ukuran kemuliaan di sisi Allah sama sekali tidak di lihat
dari dari keunggulan yang bersifat kemegahan duniawi. Boleh saja seseorang
memilimi kekayaan yang berlimpah tetapi tidak bertakwa kepada-Nya, tetap saja
dia tidak mulia di sisi Allah. Sebaliknya, orang miskin,orang awam, orang yang
tidak pandai tetapi bertakwa kepada Allah, maka mereka adalah orang-orang yang
mulia di sisi Allah. Namun demikian, profil ideal yang diharapkannya adalah
seseorang yang kaya, berpangkat dan pandai, sekaligus memiliki ketakwaan yang
luar biasa kepada Allah SWT. Allah berfirman:
Artinya: Kataknlah: “ Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan,
Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut
kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau memuliakan orang yang Engkau
kehendaki.di tangan engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya engkau Maha Kuasa
atas segala sesuatu. (QS. Ali-Imron: 26).
Dalam
meninggikan dan merendahkan tersirat kemuliaan dan kehinaan. Orang yang di
muliakan berarti mendapatkan kebanggan dan kemulian (izza’). Akan tetapi,
kebanggan dan kemuliaan yang diperoleh dari Allah Yang Maha Memuliakan itu
berbeda dengan kebanggaan yang dibayangkan manusia sebagai hal yang sepantasnya
mereka dapatkan. Kebanggaan dan kemuliaan orang yang dimuliakan Allah bukanlah
kebanggaan demi kebanggaan semata, tetapi penghargaan kepada kemuliaan yang
diberikan kepada mereka dan kepada Dzat yang memberikan kemuliaan tersebut.
10.
Al-Afwuw
Al-Afwuw
artinya Yang Maha Pemaaf. Allah adalah Dzat yang Maha Pemaaf kepada yang memohon
maaf dan memohon ampunan-Nya.
Kata
al-Afwuw, terambil dari kata ‘afiya (عفي) yang kemudian diindonesiakan dengan
“memaafkan”. Kata ‘afiya dari segi bahasa berarti “menghapus”. Allah menghapus
segala kesalahan-kesalahan hamba-Nya sehingga dengan terhapus kesalahan
tersebut menjadi hilang. Dia juga menutupi kesalahan, dalam arti kesalahan
tetap ada (tidak terhapus), namun Allah, tidak menuntut pertanggung jawaban
manusia yang melakukannya.
Ayat
al-Qur’an di bawah ini membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh
makhluknya untuk mengharapkan ampunan Tuhan. Ampunan-Nya dapat diberikan kepada
siapa saja selama mereka tidak mempersekutukan-Nya. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekututakan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS.
An-Nisa’:48).
Allah
Maha Pengampun kepada hamba yang dikehendakinya, Hamba pada hakekatnya banyak
lupa dan salah, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, baik kepada
Allah maupun kepada sesama manusia. Dosa kesalahan seseorang itu akan dihisab
dan ditunjukkan walaupun dosa itu sedikit. Sebaliknya kebaikan yang sedikit
juga akan dihisab dan ditunjukkan oleh Allah. Ampunan Allah itu merupakan
rahmat dan dengan rahmat Allah itulah manusia akan dapat masuk surge. Oleh
karena itu, manusia hendaknya senantiasa memohon ampunan kepada Allah, karena
Dialah Yang Maha Pengampun. Allah berfirman:
Artinya: mereka itu, mudah-mudahan
Allah memaafkannya, dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS.
An-Nisa’:99).
C. Perilaku Orang yang Mengamalkan 10 Asmaul
Husna (al-Aziz, al-ghafuur, al-Baasith, an-Naafi’, ar-Ra’uf, al-Barr,
al-Ghaffaar, al-Fattaah, al-‘Adl, al-Qayyuum) dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun iman itu meliputi tiga insur
yaitu,ucapan, ketetapan dalam hati dan berbuat dengan anggota badan (berbuat),
orang yang beriman kepada Allah harus dapat membuktikan keimanan tersebut dalam
perilaku hidup sebagai pengamalan 10 Asmaul Husna di atas adalah sebagai
berikut:
1.
Al-Aziz
yang berarti Maha Perkasa, Allah maha perkasa dalam segala hal, keperkasaan-Nya
tidak terbatas, Allah perkasa dalam menciptakan menciptakan sesuatu menurut
kahaendak-Nya, memelihara atau menghacurkan sesuatu menurut kehendak-Nya pula.
Adapun orang yang mengamalkan sifat Al-Aziz maka ia akan tegar, tidak lemah,
tegas dan kokoh dalam mengerjakan kewajiban sebagai hamba Allah, karena godaan
selalu ada. Adapun Dalil naqli al-Aziz. Qs. Al-Ankabut/29: 42
Artinya; “Sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. Dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.”
2.
Al-Ghafuur
yang artinya Maha Pemaaf, Orang yang mengamalkan sifat tersebut senantiasa
murah hati untuk bisa memaafkan seseorang lain yang telah membuat kesalahan
pada dirinya.
3.
An-Nafii’
yang artinya Maha Memberi Manfaat, orang yang mengamalkan sifat tersebut maka
ia Pandai-pandai mensyukuri nikmat dan karunia Allah yang diterima dengan
memanfaatkan nikmat tersebut sesuai dengan peunjuk islam.
4.
Al-baasith
yang artinya Maha Melapangkan, Seseorang yang mengamalkan sifat ini pasti
bersifat qana’ah terhadap nasib dirinya tidak murka terhadap semua anugrah yang
di berikan kepada orang lain, senantiasa menyadari bahwa Allah lah yang
mengatur rezeki manusia.
5.
Ar-Rauuf
yang Artinya Maha Belas Kasih, dan orang yang mengamalkan sifattersebut dalam
kehidupan sehari-hari ia Tidak tamak terhadap keduniaan karena sadar bahwa
sesuatu yang baik belum tentu membawa berkah dan manfaat bagi dirinya.
Kemanfaatan dan keberkahan sesuatu hanya ada pada Allah SWT.
6.
Al-Barri
yang artinya Maha Dermawan, Orang yang mengamalkan sifat ini ia Gemar
mendermakan sebagian hartayang dimiliki untuk menyantuni fakir miskin maupun
anak yatim, sebagaimana Allah berderma kepada semua Mahluk-Nya.
7.
Al-Adl
yang artinya Maha Adil, maka orang yang mengamalkan sifattersebut, ia pasti
Memutuskan perkara secara adil sesuai hukum yang berlaku, tidak memihak kepada
siapapun dalam memutuskan suatu perkara, membenarkan yang benar dan menyalahkan
yang salah. Adapun Dalil naqli al’Adl, dalam surat (Fushshilat/41:46)
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal
yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan
perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah
Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.
8.
Al-Ghaffar
yang artinya Maha Pengampun, dan orang yang mengamalkan sifat ini maka ia mudah
memaafkan kesalahan orang lain, meskipun orang tidak tersebut tidak meminta
maaf, apalagi meminta maaf. Dan Dalil naqli al-Ghaffar, (Qs. Thaha/20: 82)
Artinya:
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun
bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang
benar.
9.
Al-fattah
yang artinya Sang Pembuka/Maha Memberi keputusan, Allah yang memutuskan
mahluknya akan masuk syurga atau neraka, dan Allah yang Maha Memberi Rahmat
umat-Nya. Maka masuknya seseorang yang mengamalkan sifat ini maka ia akan
Tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Sesua dalam Dalil naqli, (Qs. Saba’/34: 26)
Artinya: Katakanlah: "Tuhan
kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita
dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui"
10.
Al-Qayyum
yang artinya Yang Maha Berdiri Sendiri, Adapun orang yang mengamalkan sifat ini
maka ia menunjukkan sikap mandiri dalam menjalankan kehidupan ini. Kita memang
makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, akan
tetapi hubungan sosial tersebut tidak menjadi alasan untuk tergantung kepada
orang lain. Hubungan sosial mesti dijalin dengan baik, tetapi sikap mandiri
perlu ditanamkan dalam kehidupan sehingga hidup kita tidak menjadi beban orang
lain. Berikut adalah Dalil naqli dari sifat Al-Qayyum, (Qs. Al-Baqarah/2: 255):
Artinya; “Allah, tidak ada Tuhan
melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus ; tidak mengantuk
dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari
ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.
D. Meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung
dalam 10 Asmaul Husna (al-muqsith, al-waarits, an-nafi’I, al-basith, al-hafidz,
al-walii, ar-raffi, al-muiz, dan afuww) dalam kehidupan sehari-hari.
1.
Al
Baasith (Yang Maha Melapangkan makhluknya).
Meneladani Al-basith bearti kita
harus melapangkan hati sendiri dengan cara mendekatkan diri dan taat kepada
allah, ketika kita ingat dan taat kepada allah maka senantiasa hati kita akan
tentram. (Qs Ar-Ra’d 13.28). selain itu kita juga harus melapangkan hati orang
lain, terutama orang yg kita cintai, dengan cara membahagiakannya, sebagaimana
contoh, apabila saudara kita membutuhkan bantuan maka bantulah semampu kita.
Dan bagaimana bantuan yg kita berikan membuatnya menjadi senang. Al ankabut
29.62.
2.
Al
Waarist (yang maha mewarisi)
Yang meneladani sifat ini hendaknya
bila memiliki kemampuan agar menyumbangkan warisanya kepada keluarga yang lebih
membutuhkan. Kalau ini tidak dapat dilakukanya, maka janganlah warisan
menjadikan keluarga berantakkan, dan lebih lagi jangan memakan harta waris yang
bukan haknya. Ini merupakan salah satu yang dikecam Allah secara tegas (Qs.
Al-Fajr:19). Setelah itu dia dituntut agar menghiasi diri dengan sifat-sifat
yang dirinci-Nya ketika menjelaskan siapa dari makhluk-Nya yang wajar menjadi
ahli warist syurga (Qs. Al-Mu'minun:1-11)
3.
Al-Muizz
(yang maha memulyakan mahluk-Nya)
Kita Sadar bahwa kemulyaan itu milik
allah, karnanya jika kita menginginkan kemulyaan, maka untuk meneladani-Nya
kita harus taat dan patuh kepadanya, niscaya allah akan menganugrahkan
kemulyaan kepada kita. Selain itu kita juga harus memulyakan orang tua kita
karna mereka adalah orang yg paling berjasa dalam hidup kita, memulyakannya
dengan berbakti pada kedua orang tua, tidak sesekali menyakitinya apalagi
durhaka padanya. Dan janganlah engkau terlena oleh masa-masa kesenangan dan
kelapangan ketika semua itu terjadi dengan melupakan Allah didalam kesenangan
dan kebahagiaanmu, dengan menjadi sombong karena mengira bahwa dirimu lah
penyebab keberhasilan dan keamananmu. Maka Pada saat itu kita harus ingat
kepada sahabat iman yang lain, yaitu bersyukur (syukr), karena Allah menyukai
orang-orang yang bersyukur.
4.
Al-Hafizh
( yang maha memelihara)
Untuk meneladaninya kita harus
besyukur kepedaAllah SWT yang telah memberikan beribu-ribu kenikmatan kepada
kiata, termasuk di antaranya ia menciptakan hutan juga unuk kepentingan kita,
untuk itu kita harus memeliharanya dengan baik dan peduli dengan lingukan,
semua yang diciptakan Allah mempunyai kemanfaatan, karena itu kita harus
memeliharanya dengan baik.
5.
Al-Walii
(yang maha melindungi)
Untuk meneladani sifat ini dapat
dilakukan dengan tidak melindungi dan membela orang-orang yang salah. Selalu
memohon perlindungan dari godaan setan, berani mengatakan tidak untuk
mengatakan hal-hal yang tidak baik meskipun menyakitkan diri sendiri maupun
orang lain.
6.
An-Nafii`
(Yang Maha Memberi Manfaat).
Sifat ini dapat di teladani dengan
cara menggunakan waktu kita dengan efektif, dan tidak menyia-nyiakannya, jika
ita memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin maka hidup kita akan bermanfaat
pula, selain kita menjadi orang yang disiplin, banyak pula orang yang
membutuhkan karna kita di pandang sebagai orang yang giat bekerja. Karna
sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi yang lainnya. Namun di dalam
kesibukan, janganlah sampai melupakan-Nya dan selalu mendekatkan diri
kepada-Nya.
7.
Al
Muqsith (Yang Maha Seimbang).
Sifat ini dapat di teladani dengan
tidak membeda-bedakan saudara-saudara kita yang miskin dan yang kaya, yang baik
dan yang buruk, kita harus menghormati dan menghargai mereka karna kita
sama-sama sebagai mahluk Allah yang tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa
seseorang yang lain.
8.
Al
Waduud (Yang Maha Mengasihi).
Sifat ini dapat di teladani dengan
cara membagikan rizqi yang kita peroleh kepada orang-orang yang lebih
membutuhkannya, seperti mengasihi anak yatim dan menyantuni fakir miskin.
Sebagai wujud rasa bersyukur kita kepada Allah yang telah memberikan rizqi yang
cukup, sehingga kita dapat berbagi dengan yang lain.
9.
Ar
Raafi` (Yang Maha Meninggikan makhluknya).
Meneladani sifat Ar-Raafi’ juga
dapat di lakukan dengan cara kita membantu memecahkan suatu permasalahan teman
yang sedang membutuhkan bantuan kita, agar ia tidak merasa terpuruk, dan
sedikit meringankan bebannya, seperti yang sudah di singgung dalam keterangan
di atas bahwa manusia tak bisa hidup seniri tanpa orang tang lainnya.
10.
Al
Afuww (Yang Maha Mengampuni segala kesalahan).
Untuk meneladani sifat ini dapat di
lakukan dengan cara memaafkan kselahan kecil maupun kesalahan besar yang di
buat oleh seseorang terhadap diri kita, meskipun kadang enggan untuk
memaafkannya karena kesalahan yang ia perbuat pada kita terlalu buruk tapi
tidak ada salahnya jika kita belajar sedikit demi sedikit untuk melupakan
kesalahannya dan memikirkan hal-hal yang positif, maka lambat laun kita akan
terbiasa dengan sifat yang mudah memaafkan.
Post a Comment