MAKALAH MENINGKATKAN KEIMANAN KEPADA ALLAH MELALUI SIFAT-SIFATNYA DALAM ASMAUL HUSNA

Posted by GLOBAL MAKALAH

BAB II
PEMBAHASAN

MENINGKATKAN KEIMANAN KEPADA ALLAH MELALUI SIFAT-SIFATNYA DALAM ASMAUL HUSNA


A.    Menguraikan 10 Asmaul Husna (al-muqsith, al-waarits, an-nafi’I, al-basith, al-hafidz, al-walii, ar-raffi, al-muiz, dan afuww).
Setiap nama Allah swt pasti mengandung sifat yang berkaitan dengan nama dan keluhuran Allah SWT. Melalui wahyu-Nya tentang nama-nama-Nya. Nama-nama Allah itu disebut dalam Al-Quran dengan al-Asma’al-Husna yang artinya nama-nama yang baik.
Asmaul Husna adalah nama-nama yang indah. Jumlahnya ada 99 nama. Asma’ artinya nama, dan husna artinya lebih baik. Jadi, nama-nama Allah itu adalah nama yang paling baik dan sempurna, sedikitpun tidak ada kekurangannya. Lafadz Asmaul Husna dalam Al-Qur’an terdapat dalam 4 ayat. Sedang nama-nama Allah itu terdapat pada 3.207 ayat yang meliputi 96 nama, sementara 3 nama lainnya dijelaskan oleh hadits nabi, yakni al-Khafidz (Yang Merendahkan), al-Mani’ (Yang Maha Mencegah), as-Shabur (Yang Maha Sabar). Meskipun nama-nama tersebut bukan termasuk dalam al-Quran, namun tidak bertentangan ayat Al-Quran.
Allah berfirman:
Artinya : hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S al-A’raf: 180).

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
Artinya: Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al-asmaul husna(nama-nama yang baik) . (Q.S. Thaha:8)
Asmaul husna Allah yang akan kita pelajari adalah sebagai berikut: Al-muqsith(yang maha adil), Al-warits (yang maha mewarisi), An-nafi’(yang maha pemberi manfaat), Al-basith (yang maha melapangkan), Al-hafidz (yang maha penjaga), Al-waliyy(yang maha melindungi), Al-waduud(yang maha mengasihi), Ar-rafi’(yang meninggikan), Al-muiz(yang maha terhormat), Al-afuww(yang maha pemaaf).

B.     Menunujukkan bukti kebenaran tanda-tanda kebesaran melalui sifat Allah dalam asmaul husna (al-muqsith, al-waarits, an-nafi’I, al-basith, al-hafidz, al-walii, ar-raffi, al-muiz, dan afuww)
1.      Al-Muqsith
Al-Muqsith artinya Allah Maha Adil. Allah memperlakukan manusia dan semua makhluknya dengan perlakuan yang adil. Keadilan Allah itu dapat di lihat dalam kehidupan di dunia ini. Bahkan keadilan Allah akan diberikan kepada umat manusia ketika mereka semua sudah kembali kepada Allah di akhirat nanti.

Allah SWT berfirman:
Artinya: Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembayang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepadanya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali akan kembali kepada-Nya)”. (Q.S. al-Araf:29).

Karena sifat al-Muqsith ini pula tidak ada manusia yang lebih diperhatikan dibandingkan dengan manusia yang lain. Di hadapan Allah semua makhluk termasuk manusia adalah sama, tetapi yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa kepada-Nya.
Sifat Allah Yang Maha Adil ini harus dijadikan dasar bagi manusia untuk bisa berbuat adil kepada sesamanya. Pemimpin harus adil kepada orang-orang yang dipimpinnya. Orang Tua harus adil kepada semua anak-anaknya. Allah memperlakukan hamba-hambanya secara adil. Tak ada satupun perbuatan baik yang luput dari perhatian. Semuanya mendapat pahala. Kekeliruan, kesalahan dan kezaliman diperbaiki. Jika manusia saling menzalimi satu sama lain, maka allah mengambil dari si zalim dan memberikannya kepada yang di zalimi. Hanya Allah yang dapat melakukan hal ini. Kemudia jika terjadi perselisihan atau ketidaksamaan pendapat, maka harus diselesaikan dengan baik dan adil.
Sebaliknya, Allah sangat membenci orang-orang yang tidak bisa berbuat adil dan tidak mau berlaku adil kepada sesamanya. Seperti, pemimpin yang sewenang-wenang, otoriter dan despotic, orang tua yang tidak adil dan tidak proporsional terhadap anak-anaknya. Selain itu, jika terjadi perselisihan, tidak diselesaikan dengan adil bahkan cenderung diadu domba. Sehingga tidak akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, menjadilah orang yang memiliki rasa keadilan yang sempurna, yang melihat segala sesuatu dengan adil dan menuntut keadilan. Terutama menuntut keadilan kepada diri sendiri, bukan menuntut orang lain untuk berbuat adil kepada diri kita sendiri. Rasulullah saw bersabda:”orang yang adil akan berdiri di atas mimbar cahaya ilahi di dalam surga”.
2.      Al-Warits
Al-Warits artinya Yang Maha Mewarisi. Sifat Allah menunjukkan ke-Maha Kuasaan Allah terhadap cciptaanya, yaitu bumi dan alam semesta beserta isinya. Dialah Tuhan yang kekal dan abadi yang akan mewarisi bumi dan isinya termasuk orang-orang yang ada di antarannya setelah kehancuran. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya kami mewarisi bumi[904] dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan Hanya kepada kamilah mereka dikembalikan. (QS. Maryam:40)
Orang-orang yang lalai tidak mengetahui bahwa apa yang mereka miliki, termasuk diri mereka sendiri, hanyalah pinjaman bagi mereka. Orang-orang yang mensyukuri karunia Allah Yang Maha Pemurah, adalah orang-orang yang sombong, yang mengira bahwa apa yang mereka miliki adalah kepunyaan mereka.
Selain itu, tidak ada yang bisa menghalangi dan membatasi kekuasaan Allah. Allah memiliki kewenangan penuh untuk menghidupkan dan mematikan seseorang.

Allah berfirman:
Artinya: Dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan kami (pulalah) yang mewarisi. (QS. Al-Hijr: 23).

Oleh karena itu, manusia perlu menyiapkan bekal yang cukup berupa iman dan amal saleh selama hidup di dunia. Bekal itu akan sangat berharga ketka manusia kembalinkepada-Nya. Sebaliknya, manusia tidak boleh menyia-nyiakan kehidupan di dunia, dengan melalukan hal-hal yang tidak berguna dan jauh dari nilai-nilai keimanan dan keislaman. Sebab jika dihitung, umur manusia hidup di dunia tidak terlalu lama, dibandingkan dengan kebaikan yang bisa diperoleh di akherat.
3.      An-Nafi’
An-Nafi’ artinya Yang Maha Pemberi Manfaat. Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya ini mengandung manfaat yang luar biasa besarnya bagi manusia. Hampir tidak ada sesuatupun di dunia yang tidak memiliki nilai dan manfaat bagi manusia. Tidak hanya manusia, semua makhluk yang ada di bumi sangat merasakan manfaat yang diberikan oleh Allah. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(QS. Al-Baqarah:164).
Oleh karena itu, jika dilihat betapa besarnya karunia dan rahmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia, maka sudah seharusnya manusia mensyukuri nikmat tersebut, menggunakan nikmat-nikmat itu untuk kebaikan dan kemanfaatan, dan tidak menyalahgunakan nikmat-nikmat itu untuk perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan hukum dan hukum Allah.
Namun demikian, masih banyak kita melihat manusia yang kurang bersyukur atas nikmat Allah itu bahkan nikmat dan karunia itu di salahgunakan. Mereka tidak menggunakan bumi dan tumbuh-tumbuhan yang ada di atasnya untuk kebaikan, tetapi sebaliknya merusak bumi dan tumbuh-tumbuhan itu karena keserakahan dan nafsunya. Mereka tidak menggunakan lautan dan isinya untuk kepentingan seluruh manusia, tetapi sebaliknya mereka melakukan perusakan terhadap lautan habitat yang ada di dalamnya. Inilah di antara sifat manusia yang tidak mau bersyukur.
Allah swt berfirman:
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya aAllah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-Rum:41).

Allah telah memberikan kita kebebasan hanya agar kita dapat memutuskan apakah kita akan tunduk kepada kehendak Allah swt, memerintahkan atas nama-Nya, menjadi makhluk terbaik dan bermanfaat, memiliki yang terbaik di antara makhluk, atau kita akan durhaka, menyebabkan kejatuhan diri kita sendiri, dan ditolak dari rahmat Allah, seperti halnya iblis. Kemampuan kita untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan bukanlah ujian bagi Allah untuk menyaksikan bagaimana hamba-nya akan bersikap. Allah telah menciptakan takdir kita sebelum Dia menciptakan kita. Oleh karena itu, Dia sudah mengetahui apa yang akan kita kerjakan. Hanya orang yang beriman kepada takdir yang akan dilindungi dirinya.

4.      Al-Basith
Al-Basith artinya Yang Maha Melapangkan. Allah yang maha kaya senantiasa memberikan rizkinya kepada semua makhluk, termasuk manusia. Bahkan bumi dan seluruh isinya ini diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia. Selain itu, manusia juga dikaruniai akal dan pikiran untuk bisa mengolah kekayaan alam dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman:
Artinya: Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rizki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu bemnar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. (QS. Ar-Rum:37).
Berdasarkan firman Allah di atas, maka janganlah kita mudah terlena oleh masa-masa kesenangan dan kelapangan. Ketika semua itu terjadi, dengan melupakan Allah di dalam kesenangan dan kebahagiaan kita, dengan menjadi sombong karena mengira bahwa karena kitalah keberhasilan itu bisa tercapai. Pada saat itu, kita harus bersyukur kepada Allah.
Oleh karena itu, sifat Al-Basith Allah harus di yakini sebagai sesuatu yang benar. Tidak boleh ragu sedikitpun. Tetapi yang harus di ingat adalah ketika kita diberi karunia rizki yang banyak maka kita harus pandai dan rajin bersyukur kepada Allah, namun sebaliknya jika kebetulan rizki tidak sebanyak yang diharapkan maka kita harus bersabar. Dengan bersabar pasti ada hikmah yang diperoleh manusia. Allah berfirman dalam surat As-Syuura:27
Artinya: Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hambanya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia maha mengetahui (keadaan) hamba-hambanya lagi Maha melihat. (QS. As-Syuura:27).

5.      Al-Hafidz
Al-Hafidz artinya Yang Maha Penjaga atau Pemelihara. Dialah tuhan yang memelihara segala sesuatu. Dia yang menginginkan semua yang telah dan sedang berlangsung dan menjaga semua yang akan terjadi. Allah mengetahui dan mengingat semua yang dikerjakan oleh makhluknya. Allah juga memelihara semuanya, tidak ada yang luput dalam pemeliharaan-Nya. Allah SWT berfirman:
Artinya: jika kamu berpaling, maka Sesungguhnya aku telah telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu, dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu. (QS.Hud:57).
Allah SWt melindungi ciptaan-Nya dari semua kerusakan dan kekacauan. Itulah mengapa semua benda langit yang berputar dan beredar dengan cepat pada garis orbitnya tidak saling berbenturan satu sama lain. Sebagai manifestasi dari nama-Nya Al-Hafidz, maka di dalam setiap ciptaan-Nya di tempatkan-Nya naluri untuk mempertahankan hidup. Allah melindungi kita dengan mengajarkan bahwa apa yang buruk bagi kita adalah haram.
Sebagai contohnya, makanan halal tetapi sudah kadaluarsa dan buruk maka menjadi haram, racun, alkhohol, perzinaan, perjudian, dan kebodohan adalah kesombongan, kemunafikan, kedengkiaan dan kebodohan adalah racun bagi jiwa seseorang. Karena yang mempunyai sifat Al-Hafidz telah mengutus nabi-nabi-Nya untuk mengajarkan kepada umatnya untuk memelihara dirinya dari kerusakan moral, material dan spiritual.
Oleh karena itu, kita harus mampu memanfaatkan penjagaan Allah atas semua yang ada ini dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan cara, antara lain: a) melakukan pemeliharaan atas alam dengan baik dan tidak melakukan kerusakan di muka bumi, b) memanfaatkan segala yang ada di alam untuk beribadah kepada Allah dan menebarkan kebaikan kepada sesama
6.      Al-Waliy
Al-Waliy artinya Yang Maha Melindungi. Allah adalah Dzat yang maha melindungi serta memberikan perlindungan bagi semua makhluk ciptaannya. Tidak ada kekuatan manapun yang dapat mengalahkannya. Allah swt berfirman:
Artinya: Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. As-Syuura: 9).
Dalam kehidupan manusia tidak ada pelindung yang sejati, kecuali perlindungan Allah swt. Manusia yang hidup dalam keadaan serba berkecukupan pun, tidak bisa menjadikan hartanya untuk melindungi dirinya dari tidak beriman kepada Allah. Sebaliknya, orang yang tidak punya harta dihantui kekhawatiran tidak bisa makan dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Orang yang tidak punya, ada kecenderungan untuk mudah dipengaruhi agar jauh dari Allah swt. Oleh karena itu, sangat tepat kiranya jika manusia, dalam kondisi apapun senantiasa memohon perlindungan Allah agar keimanannya tetap terjaga,sebab hanya Allah yang dapat memberikan perlindungan yang baik.
Allah berfirman dalam surat yusuf ayat 64:
Artinya: Berkata ya’qub: “Bagaimana aku akan mempercayakannya (bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (yusuf) kepada kamu dahulu?”. Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang. (QS. Yusuf:4).
Ayat di atas memberikan gambaran tentang kepasrahan Nabi Ya’kub, ketika menghadapi anak-anaknya dan perlakuan yang sudah diberikan kepada Nabi Yusuf dan tidak ingin kejadian itu terulang kembali kepada anaknya yang lain adalah saudara Nabi Yusuf (Bunyamin). Karena itu Nabi Ya’kub berkata: “Aku hanya bertawakal kepada Allah dengan menjaga Bunyamin, tidak kepada kalian. Aku berharap, semoga Allah menyayangiku dengan menjaga Bunyamin, tidak memberikan cobaan kepadaku dengan menghilangkan saudaranya Yusuf. Sesungguhnya rahmat-Nya amat luas dan karunia-Nya amat besar”.
Dari ilustrasi kisah Nabi Yusuf di atas dapat memberikan inspirasi kepada kita bahwa Allah adalah Maha Melindungi dan Maha Penjaga. Bukti dari itu semua, sebagaimana dikisahkan dalam Al-qu’an, Nabi Yusuf akhirnya benar-benar di jaga oleh Allah swt. Penjagaan Allah atas Nabi Yusuf itu dilakukan sejak di buang oleh saudara-saudaranya ke dalam sumur, sampai dengan akhirnya Nabi Yusuf menjadi Penguasa Mesir. Artinya manusia harus berusaha dengan keras terhadap usaha untuk mencapai kebaikan dalam hidup, tetapi seterusnya semua hasilnya sangat tergantung kepada Allah swt.
Kita juga tidak perlu cemas dan khawatir dalam situasi apapun, baik sedih,susah, serba kesulitan dan sebagainya, selama kita masih memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, pasti Allah akam memberikan perlindungan kepada kita.
7.      Al-Waduud
Al-Waduud artinya Yang Maha Mengasihi. Tanpa kasih sayang Allah maka manusia tidak bisa hidup dengan nyaman dan tenang. Karena kasih sayang Allah itulah, maka sudah kewajiban bagi manusia untuk senantiasa taat kepada-Nya. Jika manusia melakukan kesalahan baik di sengaja maupun tidak di sengaja, maka harus segera bertobat dan memohon ampunan-Nya.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. (QS. Hud:90).

Dalam kehidupan manusia di dunia tidak bisa dihindari berinteraksi dengan manusia lain, baik di pasar, di sekolah, di tempat kerja, dan sebagainya. Dalam proses interaksi itu pasti pernah terjadi seseorang berbuat salah kepada yang lain. Sebagai hamba yang mestinya beribadah kepada-Nya, kadang manusia diliputi kesalahan atau kekhilafan. Oleh karena itu, agar kita mnta ampunan kepada Allah. Kemudian, kita harus kembali untuk taat kepada Allah dan melakukan perintah serta menjauhi larangan-Nya.
Ayat tersebut merupakan bimbingan bahwa semisal perbuatan yang merusak dan zalim dihapus dengan cara bertobat dan meminta ampun kepada Allah swt adalah termasuk sebab-sebab diperolehnya kebaikan di dunia maupun kebaikan di akhirat.
Allah berfirman dalam surat Al-Bururj:
Artinya: Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, (QS.al-Bururj:14).

Allah sangat mencintai hamba-Nya, maka manusia harus cinta kepada Allah. Karena cinta kepada Allah adalah ruh ibadah. Semua penghambaan yang dzahir dan batin berawal dari kecintaan kepada Allah. Kecintaan hamba kepada Tuhannya adalah karunia dan ihsan dari Allah. Dia yang memberikan kecintaan kepada hamba-Nya dan menjadikan kecintaan tertanam dalam hatinya. Kemudia tatkala hamba mencintai-Nya dengan taufik-Nya. Allah membalasnya dengan cinta yang lain.
Al-Waduud di kalangan manusia adalah orang yang mencintai orang lain seperti cintanya kepada dirinya sendiri. Dia lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripadanya kepentingan dirinya sendiri. Sahabat Ali r.a. berkata: “jika engkau ingin di cintai Tuhanmu, dekatilah orang-orang yang memusuhimu. Maafkanlah orang-orang yang menyakitimu”.
8.      Ar-Rafi’
Ar-Rafi’ artinya Yang Maha Meninggikan. Allah meninggikan siapa saja yang dikehendaki. Tentu saja orang yang di tinggikan oleh Allah adalah orang-orang yang beriman dan senantiasa taat kepada-Nya.
Firman Allah swt:
Artinya: Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari)mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam: beberapa mukjizat serta Kami perkuat Dia dengan Ruhul Qudus. (QS. Al-Baqarah: 253).
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa sebagian mereka ada yang di utamakan Allah di atas rasul-rasulnya, dengan anugerah derajat yang lebih sempurna dan utama disbanding rasul lainnya. Maksud dari ayat ini adalah Nabi Muhammad saw, sebagaimana dikuatkan dengan riwayat Ibnu Jarir dan Mujahid, di samping diperkuat oleh hubungan ayat yang menunjukkan pengertian seperti itu.
Ayat ini memberi pelajaran tentang hal ihwal orang-orang terdahulu yang mengikuti para rasul dengan konsisten, agar dijadikan sebagai teladan. Ayat ini(sekaligus) mengecam secara keras atas kejadian yang menimpa umat para rasul yang saling bertengkar dan membunuh, menyusul wafatnya rasul. Padahal pada dasarnya agama mereka itu hanya satu. Dan yang samapai sekarang masih ada, adalah pengikut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Ayat ini memberi gambaran tentang keistemewahan para rasul. Di antara keistimewahan itu adalah penonjolan di bidang akhlak, seperti yang di syariatkan oleh firman Allah:
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung .(QS. Al-Qalam:4)
Keistimewahan lain seperti yang ada pada umat seorang rasul, yang berpegang teguh pada agama yang dibawanya, meski rasul itu telah wafat. Hal ini seperti dijelaskan dalam firman Allah sebagai berikut:
Artinya:Kamu adalah umay yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imron:110).
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulluallah SAW besabda:
Artinya: “Tiada seorang Nabi pun melainkan telah diberi anugrah ayat-ayat (mukjizat) yang pada masa itu orang-orang mau percaya dengan hal seperti itu, apa yang sudah dikaruniakan kepadaku, adalah wahyu yang disampaikan Allah lkepadaku. Karenanya aku berharap agar aku adalah yang (mempunyai) pengikut paling banyak di antara mereka (para rasul) esok di hari kiamat.”


9.      Al-Mu’iz
Al-Mu’iz artinya Yang Maha Memuliakan. Allah adalah Dzat yang memuliakan siapa saja yang bertakwa kepada-Nya. Ukuran kemuliaan di sisi Allah sama sekali tidak di lihat dari dari keunggulan yang bersifat kemegahan duniawi. Boleh saja seseorang memilimi kekayaan yang berlimpah tetapi tidak bertakwa kepada-Nya, tetap saja dia tidak mulia di sisi Allah. Sebaliknya, orang miskin,orang awam, orang yang tidak pandai tetapi bertakwa kepada Allah, maka mereka adalah orang-orang yang mulia di sisi Allah. Namun demikian, profil ideal yang diharapkannya adalah seseorang yang kaya, berpangkat dan pandai, sekaligus memiliki ketakwaan yang luar biasa kepada Allah SWT. Allah berfirman:
Artinya: Kataknlah: “ Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau memuliakan orang yang Engkau kehendaki.di tangan engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali-Imron: 26).

Dalam meninggikan dan merendahkan tersirat kemuliaan dan kehinaan. Orang yang di muliakan berarti mendapatkan kebanggan dan kemulian (izza’). Akan tetapi, kebanggan dan kemuliaan yang diperoleh dari Allah Yang Maha Memuliakan itu berbeda dengan kebanggaan yang dibayangkan manusia sebagai hal yang sepantasnya mereka dapatkan. Kebanggaan dan kemuliaan orang yang dimuliakan Allah bukanlah kebanggaan demi kebanggaan semata, tetapi penghargaan kepada kemuliaan yang diberikan kepada mereka dan kepada Dzat yang memberikan kemuliaan tersebut.

10.  Al-Afwuw
Al-Afwuw artinya Yang Maha Pemaaf. Allah adalah Dzat yang Maha Pemaaf kepada yang memohon maaf dan memohon ampunan-Nya.
Kata al-Afwuw, terambil dari kata ‘afiya (عفي) yang kemudian diindonesiakan dengan “memaafkan”. Kata ‘afiya dari segi bahasa berarti “menghapus”. Allah menghapus segala kesalahan-kesalahan hamba-Nya sehingga dengan terhapus kesalahan tersebut menjadi hilang. Dia juga menutupi kesalahan, dalam arti kesalahan tetap ada (tidak terhapus), namun Allah, tidak menuntut pertanggung jawaban manusia yang melakukannya.
Ayat al-Qur’an di bawah ini membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh makhluknya untuk mengharapkan ampunan Tuhan. Ampunan-Nya dapat diberikan kepada siapa saja selama mereka tidak mempersekutukan-Nya. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekututakan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’:48).
Allah Maha Pengampun kepada hamba yang dikehendakinya, Hamba pada hakekatnya banyak lupa dan salah, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Dosa kesalahan seseorang itu akan dihisab dan ditunjukkan walaupun dosa itu sedikit. Sebaliknya kebaikan yang sedikit juga akan dihisab dan ditunjukkan oleh Allah. Ampunan Allah itu merupakan rahmat dan dengan rahmat Allah itulah manusia akan dapat masuk surge. Oleh karena itu, manusia hendaknya senantiasa memohon ampunan kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Pengampun. Allah berfirman:
Artinya: mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya, dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa’:99).

C.  Perilaku Orang yang Mengamalkan 10 Asmaul Husna (al-Aziz, al-ghafuur, al-Baasith, an-Naafi’, ar-Ra’uf, al-Barr, al-Ghaffaar, al-Fattaah, al-‘Adl, al-Qayyuum) dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun iman itu meliputi tiga insur yaitu,ucapan, ketetapan dalam hati dan berbuat dengan anggota badan (berbuat), orang yang beriman kepada Allah harus dapat membuktikan keimanan tersebut dalam perilaku hidup sebagai pengamalan 10 Asmaul Husna di atas adalah sebagai berikut:
1.            Al-Aziz yang berarti Maha Perkasa, Allah maha perkasa dalam segala hal, keperkasaan-Nya tidak terbatas, Allah perkasa dalam menciptakan menciptakan sesuatu menurut kahaendak-Nya, memelihara atau menghacurkan sesuatu menurut kehendak-Nya pula. Adapun orang yang mengamalkan sifat Al-Aziz maka ia akan tegar, tidak lemah, tegas dan kokoh dalam mengerjakan kewajiban sebagai hamba Allah, karena godaan selalu ada. Adapun Dalil naqli al-Aziz. Qs. Al-Ankabut/29: 42
Artinya; “Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
2.            Al-Ghafuur yang artinya Maha Pemaaf, Orang yang mengamalkan sifat tersebut senantiasa murah hati untuk bisa memaafkan seseorang lain yang telah membuat kesalahan pada dirinya.
3.            An-Nafii’ yang artinya Maha Memberi Manfaat, orang yang mengamalkan sifat tersebut maka ia Pandai-pandai mensyukuri nikmat dan karunia Allah yang diterima dengan memanfaatkan nikmat tersebut sesuai dengan peunjuk islam.
4.            Al-baasith yang artinya Maha Melapangkan, Seseorang yang mengamalkan sifat ini pasti bersifat qana’ah terhadap nasib dirinya tidak murka terhadap semua anugrah yang di berikan kepada orang lain, senantiasa menyadari bahwa Allah lah yang mengatur rezeki manusia.
5.            Ar-Rauuf yang Artinya Maha Belas Kasih, dan orang yang mengamalkan sifattersebut dalam kehidupan sehari-hari ia Tidak tamak terhadap keduniaan karena sadar bahwa sesuatu yang baik belum tentu membawa berkah dan manfaat bagi dirinya. Kemanfaatan dan keberkahan sesuatu hanya ada pada Allah SWT.
6.            Al-Barri yang artinya Maha Dermawan, Orang yang mengamalkan sifat ini ia Gemar mendermakan sebagian hartayang dimiliki untuk menyantuni fakir miskin maupun anak yatim, sebagaimana Allah berderma kepada semua Mahluk-Nya.
7.            Al-Adl yang artinya Maha Adil, maka orang yang mengamalkan sifattersebut, ia pasti Memutuskan perkara secara adil sesuai hukum yang berlaku, tidak memihak kepada siapapun dalam memutuskan suatu perkara, membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Adapun Dalil naqli al’Adl, dalam surat (Fushshilat/41:46)
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.

8.            Al-Ghaffar yang artinya Maha Pengampun, dan orang yang mengamalkan sifat ini maka ia mudah memaafkan kesalahan orang lain, meskipun orang tidak tersebut tidak meminta maaf, apalagi meminta maaf. Dan Dalil naqli al-Ghaffar, (Qs. Thaha/20: 82)
Artinya:
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.

9.            Al-fattah yang artinya Sang Pembuka/Maha Memberi keputusan, Allah yang memutuskan mahluknya akan masuk syurga atau neraka, dan Allah yang Maha Memberi Rahmat umat-Nya. Maka masuknya seseorang yang mengamalkan sifat ini maka ia akan Tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Sesua dalam Dalil naqli, (Qs. Saba’/34: 26)

Artinya: Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui"

10.        Al-Qayyum yang artinya Yang Maha Berdiri Sendiri, Adapun orang yang mengamalkan sifat ini maka ia menunjukkan sikap mandiri dalam menjalankan kehidupan ini. Kita memang makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi hubungan sosial tersebut tidak menjadi alasan untuk tergantung kepada orang lain. Hubungan sosial mesti dijalin dengan baik, tetapi sikap mandiri perlu ditanamkan dalam kehidupan sehingga hidup kita tidak menjadi beban orang lain. Berikut adalah Dalil naqli dari sifat Al-Qayyum, (Qs. Al-Baqarah/2: 255):
Artinya; “Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus ; tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

D.   Meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam 10 Asmaul Husna (al-muqsith, al-waarits, an-nafi’I, al-basith, al-hafidz, al-walii, ar-raffi, al-muiz, dan afuww) dalam kehidupan sehari-hari.
1.            Al Baasith (Yang Maha Melapangkan makhluknya).
Meneladani Al-basith bearti kita harus melapangkan hati sendiri dengan cara mendekatkan diri dan taat kepada allah, ketika kita ingat dan taat kepada allah maka senantiasa hati kita akan tentram. (Qs Ar-Ra’d 13.28). selain itu kita juga harus melapangkan hati orang lain, terutama orang yg kita cintai, dengan cara membahagiakannya, sebagaimana contoh, apabila saudara kita membutuhkan bantuan maka bantulah semampu kita. Dan bagaimana bantuan yg kita berikan membuatnya menjadi senang. Al ankabut 29.62.
2.            Al Waarist (yang maha mewarisi)
Yang meneladani sifat ini hendaknya bila memiliki kemampuan agar menyumbangkan warisanya kepada keluarga yang lebih membutuhkan. Kalau ini tidak dapat dilakukanya, maka janganlah warisan menjadikan keluarga berantakkan, dan lebih lagi jangan memakan harta waris yang bukan haknya. Ini merupakan salah satu yang dikecam Allah secara tegas (Qs. Al-Fajr:19). Setelah itu dia dituntut agar menghiasi diri dengan sifat-sifat yang dirinci-Nya ketika menjelaskan siapa dari makhluk-Nya yang wajar menjadi ahli warist syurga (Qs. Al-Mu'minun:1-11)
3.            Al-Muizz (yang maha memulyakan mahluk-Nya)
Kita Sadar bahwa kemulyaan itu milik allah, karnanya jika kita menginginkan kemulyaan, maka untuk meneladani-Nya kita harus taat dan patuh kepadanya, niscaya allah akan menganugrahkan kemulyaan kepada kita. Selain itu kita juga harus memulyakan orang tua kita karna mereka adalah orang yg paling berjasa dalam hidup kita, memulyakannya dengan berbakti pada kedua orang tua, tidak sesekali menyakitinya apalagi durhaka padanya. Dan janganlah engkau terlena oleh masa-masa kesenangan dan kelapangan ketika semua itu terjadi dengan melupakan Allah didalam kesenangan dan kebahagiaanmu, dengan menjadi sombong karena mengira bahwa dirimu lah penyebab keberhasilan dan keamananmu. Maka Pada saat itu kita harus ingat kepada sahabat iman yang lain, yaitu bersyukur (syukr), karena Allah menyukai orang-orang yang bersyukur.
4.            Al-Hafizh ( yang maha memelihara)
Untuk meneladaninya kita harus besyukur kepedaAllah SWT yang telah memberikan beribu-ribu kenikmatan kepada kiata, termasuk di antaranya ia menciptakan hutan juga unuk kepentingan kita, untuk itu kita harus memeliharanya dengan baik dan peduli dengan lingukan, semua yang diciptakan Allah mempunyai kemanfaatan, karena itu kita harus memeliharanya dengan baik.
5.            Al-Walii (yang maha melindungi)
Untuk meneladani sifat ini dapat dilakukan dengan tidak melindungi dan membela orang-orang yang salah. Selalu memohon perlindungan dari godaan setan, berani mengatakan tidak untuk mengatakan hal-hal yang tidak baik meskipun menyakitkan diri sendiri maupun orang lain.
6.            An-Nafii` (Yang Maha Memberi Manfaat).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara menggunakan waktu kita dengan efektif, dan tidak menyia-nyiakannya, jika ita memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin maka hidup kita akan bermanfaat pula, selain kita menjadi orang yang disiplin, banyak pula orang yang membutuhkan karna kita di pandang sebagai orang yang giat bekerja. Karna sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi yang lainnya. Namun di dalam kesibukan, janganlah sampai melupakan-Nya dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
7.            Al Muqsith (Yang Maha Seimbang).
Sifat ini dapat di teladani dengan tidak membeda-bedakan saudara-saudara kita yang miskin dan yang kaya, yang baik dan yang buruk, kita harus menghormati dan menghargai mereka karna kita sama-sama sebagai mahluk Allah yang tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa seseorang yang lain.
8.            Al Waduud (Yang Maha Mengasihi).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara membagikan rizqi yang kita peroleh kepada orang-orang yang lebih membutuhkannya, seperti mengasihi anak yatim dan menyantuni fakir miskin. Sebagai wujud rasa bersyukur kita kepada Allah yang telah memberikan rizqi yang cukup, sehingga kita dapat berbagi dengan yang lain.

9.            Ar Raafi` (Yang Maha Meninggikan makhluknya).
Meneladani sifat Ar-Raafi’ juga dapat di lakukan dengan cara kita membantu memecahkan suatu permasalahan teman yang sedang membutuhkan bantuan kita, agar ia tidak merasa terpuruk, dan sedikit meringankan bebannya, seperti yang sudah di singgung dalam keterangan di atas bahwa manusia tak bisa hidup seniri tanpa orang tang lainnya.
10.        Al Afuww (Yang Maha Mengampuni segala kesalahan).
Untuk meneladani sifat ini dapat di lakukan dengan cara memaafkan kselahan kecil maupun kesalahan besar yang di buat oleh seseorang terhadap diri kita, meskipun kadang enggan untuk memaafkannya karena kesalahan yang ia perbuat pada kita terlalu buruk tapi tidak ada salahnya jika kita belajar sedikit demi sedikit untuk melupakan kesalahannya dan memikirkan hal-hal yang positif, maka lambat laun kita akan terbiasa dengan sifat yang mudah memaafkan.

Related Post



Post a Comment