MAKALAH ILMU PENYAKIT
Keterangan :
untuk donwload file makalah anda bisa download di bawah ini :
-----------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Gangguan pada sistem pencernaan dapat
disebabkan oleh pola makan yang salah, infeksi bakteri, dan kelainan alat
pencernaan yang memberikan gejala seperti gastroenteritis, konstipasi,
obstipasi maupun ulkus. Gangguan pencernaan ini banyak disebabkan oleh sebagian
besar Enterobacteriaceae, namun tidak semua Enterobacteriaceae dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti Proteus mirabilis yang merupakan flora
normal usus manusia dapat menjadi patogen bila berada di luar usus manusia dan
mengenai saluran kemih (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2010).
Sesuai dengan letaknya saluran cerna
pada manusia di kelompokan menjadi dua, yaitu saluran cerna atas dan bawah.
Saluran cerna atas dimulai dari rongga mulut hingga usus dua belas jari,
sedangkan saluran cerna bawah dimulai dari usus dua belas jari distal hingga
anus. Gejala pada gangguan saluran cerna atas meliputi mual, muntah, kembung,
nafsu makan menurun dan sendawa.
Saluran pencernaan pun tak lepas dari
serangan berbagai penyakit diantaranya adalah Esofagitis, Karsinoma Esofagus,
Tukak Peptik, Karsinoma Lambung, Tukak Duodenum, Penyakit Crohn, Karsinoma
Kolon Rektum, dan Kolitis Ulseratif. Bila hal tersebut terjadi, maka proses
metabolisme tidak dapat berjalan dengan baik.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu
:
1.
Mengetahui
penyakit saluran cerna bagian atas
2.
Mengetahui
gejala dan tanda-tanda dari penyakit saluran cerna bagian atas
3.
Mengetahui
penegakkan diagnosis penyakit saluran cerna bagian atas
4.
Mengetahui
terapi dan pengobatan penyakit
saluran cerna bagian atas
5.
Mengetahui
pencegahan penyakit saluran cerna bagian atas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akalasia
a. Definisi
Suatu
keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltis korpus esofagus bagian
bawah dan sfingter esofagus bagian bawah (SEB) yang hipertonik sehingga tidak
bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Akalasia
dibagi menjadi dua yaitu akalasia primer dan sekunder.
b.
Gejala dan Tanda
Gejala
klinis subyektif yang terutama ditemukan adalah disfagia, baik makanan padat
cair. Gejala lain yang sering didapatkan adalah regurgitasi. Regusgitasi ini
berhubungan dengan posisi pasien dan sering terjadi pada malam hari oleh karena
adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar. Sebagai tanda regurgitasi
ini berasal dari esofagus yaitu pasien tidak merasa asam atau pahit. Keadaan
ini berakibat aspirasi pneumonia. Penurunan berat badan merupakan gejala yang
ketiga yang sering ditemukan, hal ini disebabkan karena pasien takut makan
akibat timbulnya disfagia. Gejala yang menyertai adalah nyeri dada. Mungkin
juga ditemukan defisiensi suatu zat gizi karena adanya penurunan berat badan.
Gejala dan Tanda
|
Akalasia
|
|
Primer
|
Sekunder
|
|
Disfagia
|
Ringan s/d berat (
> 1 tahun )
|
Sedang s/d berat (n< 6 bulan)
|
Nyeri
Dada
|
Ringan sampai sedang
|
Jarang
|
Regurgitasi
|
Sedang s/d berat
|
Ringan
|
Komplikasi
paru
|
Sedang
|
Jarang
|
BB
turun
|
Ringan ( 5 kg)
|
Berat (15 kg)
|
c. Penegakkan
Diagnosis
Untuk
menegakkan diagnosis selain gejala klinis yang dapat memberikan kecurigaan
adanya akalasia perlu beberapa pemeriksaan penunjang seperti radiologis
(esofagogram), endoskopi saluran cerna atas dan manometri. Pemeriksaan
radiologis dapat menggunakan foto polos, fluoroskopi, barium, dan skintigrafi.
Pemeriksaan endoskopi bertujuan kumbah esofagus ini untuk membersihkan makanan
padat atau cair, meskipun sudah dipuasakan dalam waktu yang cukup lama.
Pemeriksaan manometrik penting untuk konfirmasi diagnostik.
d. Terapi
dan pengobatan
Pengobatan akalsia antara lain dengan
cara Medikamentosa oral, dilatasi, peregangan SEB, esofagomiotomi, injeksi botulinum (Botox) ke
stingfer esofagus.
1) Medikamentosa
oral
Pengobatan
ini digunakan untuk jangka pendek untuk mengurangi keluhan pasien. Pengobatan
ini bertujuan untuk memperbaiki
proses
pengosongan esofagus pada akalasia, pertama dengan memberi amil nitrit pada
waktu pemeriksaan esofagogram yang berakinbat relaksasi pada daerah kardia.
2) Dilatasi/
Peregangan SEB
Pengobatan
ini digunakan untuk sementara untuk mengurangi keluhan pasien. Cara sederhana
dengan businasi Hurst, yang terbuat dari bahan karet yang berisi air raksa
dalam satuan ukuran F (French)
mempunyai 4 jenis ukuran.
Cara
yang dianjurkan ialah dilatasi SEB dengan alat yang dinamakan dilatasi
pneumatik. Cara ini dapat berhasil cukup baik yaitu sekitar 75-85% kasus. Hasil
dilatasi akan memuaskan bila dilakukan beberapa kali.
3) Esofagomiotomi
Tindakan
bedah esofagomiotomi dianjurkan bila terdapat 1) beberapa kali (>2x)
dilatasi pneumatik tidak berhasil; 2) Adanya ruptur esofagus akibat dilatasi;
3) Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat
hebat; 4) Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumir esofagus; 5) Akalasia
pada anak berumur < 12 tahun.
4) Injeksi
Toksin Botulinum
Pengobatan ini dengan menyuntikkan
toksin botulinum ke SEB yang lemah dengan menggunakan endoskopi. Terapi ini
lebih aman tetapi hanya berjangka pendek dan perlu prnyuntikan yang berulang.
e. Pencegahan
Sampai saat ini belum
ditemukan pencegahan akalasia
f. Bagan
Manajemen Akalasia
2.2 Gastritis
a. Definisi
Proses
inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan yang
paling sering ditemui di klinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan
gejala klinis bukan pemeriksaan hispatologi. Gastritis dibagi
menjadi dua yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut merupakan inflamasi akut dari lambung, biasanya
terbatas pada mukosa sedangkan gastritis kronik merupakan peradangan bagian
mukosa lambung yang menahun, biasanya terdapat bakteri yaitu Helicobacter
pylori.
b. Gejala
dan Tanda
Gastritis
|
|
Akut
|
Kronik
|
·
Rasa terbakar
·
Nyeri abdominal
·
Kram
·
Sendawa
·
Mual parah
·
Muntah
·
Bila kolpas penderita kulit yang dingin, takhikardi,
dan sianose
·
Sering merasa panas di epigastrium yang disertai
seperti kejang-kejang
|
·
Nyeri
yang menggerogoti/ rasa terbakar
·
Mual
·
Muntah
·
Hilang
nafsu makan
·
Sendawa
·
Penurunan
BB
|
c.
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis
yang ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan hispatologi. Sebaiknya
biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan update Sydney System yang
mengharuskan mencantumkan topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai
eritema, eksudatif, flat-erosion,
raised erosion,
pendarahan, edematous rugaePerubahan-perubahan
hispatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat
menggambarkan proses yang mendasari, misalnya otoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar,
infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi,
intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan hispatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan bakteri Helicobacter pylori.
d. Terapi
dan pengobatan
Pengobatan gastritis akibat infeksi Helicobacter
pylori bertujuan untuk melakukan
eradikasi kuman tersebut.
Terapi pada Gastritis akut yaitu
1) Selama
masa akut perlu mendapat istirahat mutlak selama 1-2 hari.
2) Diet:
Pada
hari 1. sebaiknya jangan
diberi makan. Dapat di coba dengan memberi dengan cairan misalnya air teh
hangat dengan gula dan mineral. bila masih kesakitan, sebaiknya diberikan
cairan infus.
Pada
Hari 2. Diberi susu, bouillon
dengan garam, terutama setelah banyak muntah.
Pada
Hari 3. Boleh makan bubur,
telur setengah matang,
dll makan lembek dapat diberikan. Makanan ini dipertahankan selama seminggu,
setelah keluhan hilang.
Terapi pada Gastritis
kronis:
1) Diberikan
diet makanan lembek
2) Dilarang
Merokok
e. Pencegahan
1. Makan
secara teratur. Aturlah tiga kali makan makanan lengkap dan tiga kali makan
makanan ringan.
2. Makan
dengan tenang jangan terburu-buru. Kunyah makanan hingga hancur menjadi butiran
lembut untuk meringankan kerja lambung.
3. Makan
secukupnya, jangan biarkan perut kosong tetapi jangan makan berlebihan sehingga
perut terasa sangat kenyang.
4. Pilihlah
makanan yang lunak atau lembek yang dimasak dengan cara direbus, disemur atau
ditim. Sebaiknya hindari makanan yang digoreng karena biasanya menjadi keras
dan sulit untuk dicerna.
5. Jangan
makan makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin karena akan menimbulkan
rangsangan termis. Pilih makanan yang hangat (sesuai temperatur tubuh).
6. Hindari
makanan yang pedas atau asam, jangan menggunakan bumbu yang merangsang misalnya
cabe, merica dan cuka.
7. Jangan
minum minuman beralkohol atau minuman keras, kopi atau teh kental.
8. Hindari
rokok
9. Hindari
konsumsi obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung, misalnya aspirin, vitamin
C dan sebagaianya.
10. Hindari
makanan yang berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat,
keju dan lain-lain).
11. Kelola
stres psikologi seefisien mungkin (Misnadiarly, 2009).
f. Bagan Manajemen Gastritis
2.3 Ulkus Peptikum
a. Definisi
Ulkus peptikum adalah
keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di bawah epitel atau
kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot dari suatu
daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin (Sanusi, 2011). Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa
biasanya di lambung atau duodenum (Corwin, 2009). Ulkus terjadi karena pengeluaran asam
pepsin oleh bakteri Helicobacter Pylori,
penggunaan NSAID serta faktor-faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan
pertahanan mukosal lambung.
Ada 3 jenis ulkus,
yaitu :
1) Ulkus
Esophagus
2) Ulkus
Gastric
3) Ulkus
Duodenal
b. Gejala
dan Tanda
1) Nyeri
1) Ulkus
Esophagus
Nyeri
terletak dibagian bawah sternum atau tepat di ulu hati yang menjalar ke manu
brium sterni dan ke punggung didaerah interskapuler. Rasa nyeri muncul pada
saat makan atau minum yang akan bertambah parah apabila merubah posisi.
2) Ulkus
Gastric
Rasa
nyeri berada pada bagian perut kiri atas atau di epigastrium yang terkadang
menjalar ke punggung kiri.
3) Ulkus
Duodenal
Rasa
nyeri berada pada perut kanan atas yang terkadang menjalar ke perut bagian kiri
serta ke pinggang kanan. Nyeri biasanya timbul pada saat malam hari yang
terkadang membangunkan penderita dari tidurnya.
2) Nausea
dan Vomittus
Apabila
rasa nyeri bertambah parah biasanya timbul mual yang diikuti dengan muntah.
Tidak semua penderita ulkus merasakan adanya mual dan muntah.
3) Bloating
4) Nafsu
makan menurun
Beberapa
penderita ulkus mengalami penurunan nafsu makan, namun ada juga yang masih
memiliki nafsu makan tetapi takut untuk makan karena takut akan adanya rasa
nyeri.
5) Rasa
terbakar
Rasa
terbakar terjadi pada daerah retrosternal yang terkadang diikuti dengan
regurgitasi. Rasa terbakar biasanya timbul karena makanan atau minumam yang
asam.
6) Water
brash dan Regurgitasi Asam
Water
brash merupakan keluhan dimana mulut si penderita terasa cepat terisi oleh
cairan, terutama cairan saliva tanpa ada rasa. Regurgitasi asam
merupakan naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai rasa
mual maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat. Regurgitasi juga biasa
dikenal dengan naiknya asam lambung. Pada kasus ini, regurgitasi dari cairan
lambung dengan rasa yang pahit.
7) Gejala
dari Kolon
c. Penegakkan
Diagnosis
Untuk memastikan atau untuk memperkuat
diagnosis, maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus, diantaranya :
1) Pengamatan
klinis
Secara
klinis pasien mengeluh pirosis yang terkadang menjalar ke pinggang disertai
dengan mual dan muntah.
2) Radiologis
Terlihat
adanya gambaran niche atau crater.
3) Endoskopis
Terlihat
tukak gaster dengan pinggir teratur, mukosa licin, lipatan radiasi keluar dari
pinggir tukak secara teratur.
4) Biopsi
untuk pemeriksaan histapatologi
Tidak
menunjukkan adanya keganasan.
5) Test
CLO (Campylobacter Like Organism)
Untuk
menunjukkan apakah ada infeksi Helicobacter
Pylori dalam rangka eradikasi kuman.
d. Terapi
dan pengobatan
Pengelolaan penderita dengan ulkus
peptikum adalah sebagai berikut :
1) Non-Farmakologi
• Istirahat
Secara
umum pasien tukak dianjurkan untuk pengobatan rawat jalan, namun apabila kurang
berhasil atau terjadi komplikasi dianjurkan untuk rawat inap. Dengan adanya tambahan
jam istirahat akan berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan
analgletik.
• Diet
Untuk
penyakit ulkus peptikum diberikan diet penyakit lambung dengan tujuan
memberikan makanan dan minuman yang tidak memberatkan kerja lambung serta
menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan.
Syarat
diet penyakit lambung:
- Makanan
cair, mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan
- Energi
dan protein cukup, serta lemak rendah (sekitar 10-15%)
- Cairan
cukup
- Rendah
serat
- Tidak
diperbolehkan mengonsumsi makanan yang pedas, asam ataupun berlemak.
• Pantangan
merokok
Merokok
menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat
pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum, menambah refluks duogenogastrik
akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak.
2) Farmakologi
• Antagonis
Reseptor H2
Antagonis
Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara berkompetisi
dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel
pariental lambung.
• Proton
Pump Inhibitor (PPI)
PPI
secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal. Omeprazole
merupakan salah satu obat PPI pertama kali.
• Sulkrafat
Sulkrafat
memiliki efek menghambat
hidrolisis protein mukosa oleh pepsin,
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi
lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal
• Koloid
Bismuth
Mekanisme
kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein pada dasar tukak
dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam.
• Analog
Prostaglandin : Misoprostol
Mekanisme
kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, sekresi
bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya digunakan sebagai
penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.
• Antasida
Pada
saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat
dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal.
3) Tindakan
Operasi
Tindakan pembedahan ada
2 macam,yaitu :
1. Reseksi
bagian distal lambung atau gastrektomi sebagian (partial gastrectomy)
2. Vagotomi
yang bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung terutama pada tukak
duodenum.
e. Pencegahan
1) Menjaga
kebersihan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa bakteri H.Pylori berpotensi
menyebar melalui makanan dan air munim.
2) Berhati-hati
dalam penggunaan obat anti inflamasi non-steroid agar tidak berlebihan
3) Mengatur
pola makan
4) Mengurangi
atau berhenti merokok
5) Menghindari
konsumsi alcohol
f. Bagan
Manajemen Ulkus Peptikum
2.4 Refluks Gastro-Esofagus
(GERD)
a. Definisi
Penyakit
refluks gastroesofageal (gastroesophagel reflux disease/GERD) adalah suatu
keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus,
dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring,
laring, dan saluran nafas.
Penyakit
ini merupakan merupakan penyakit saluran pencernaan yang bersifat kronis. GERD
terjadi ketika asam lambung atau terkadang isi lambung naik kembali ke esofagus
(refluks), akibatnya asam lambung akan mengiritasi dan membakar esofagus atau
kerongkongan.
b. Gejala
dan Tanda
1) Rasa
panas dan pedih di dada tengah.
2) Reguritasi:
timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut
masam.
3) Disfagia,
disebabkan kelainan pada esofagus, diantaranya,
• kesulitan
menelan baik bentuk makanan maupun cairan.
• kesulitan
meneruskan makanan dari mulut ke dalam lambung.
• rasa
terhentinya makanan di daerah retrosternal setelah menelan.
c. Penegakkan
Diagnosis
1) Radiologi
Pada
pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Perlu diamati secara fluroskopi
jalannya barium di dalam esophagus, perlu diperhatikan peristaltic terutama
dibagian distal (SDE). Bila ditemukan refluks barium dari lambung kembali ke
esophagus maka dapat dinyatakan adanya RGE.
2) Endoskopi
Untuk
menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus, misalnya; esophagitis, tukak
esophagus, achalasia, tumor esophagus, dll.
3) Tes
Perfusi Asam dari Bernstein
Untuk
evaluasi kepekaan mukosa esophagus terhadap asam. Menggunakan 0,1 N HCl. Test
dikatakan positif apabila menimbulkan rasa nyeri di dada seperti yang biasanya
dialami penderita, sedangkan laurtan NaCl tidak nyeri.
4) Tes
Farmakologik
Untuk
menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak
peristaltik esophagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal
esophagus dengan menggunakan obat edrophonium yang disuntikkan.
5) Pengukuran
pH dan Tekanan Esophagus
Pengukuran
pH dari esophagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE. Tes ini
dianggap sebagai “gold standard” untuk memastikan adanya RGE.
6) Tes
Gastro-Esofageal Scintigrafi
Tes
ini menggunakan bahan radio-isotop untuk penilaian pengosongan esophagus dan
sifatnya non-invasive.
d. Terapi
dan pengobatan
1) Konservatif
Pengelolaan konservatif ini dititik beratkan memperbaiki perilaku
penderita, diantaranya, yaitu:
1. Setelah
makan jangan cepat berbaring
2. Hindari
mengangkat barang berat
3. Hindari
pakaian ketat terutama bagian pinggang
4. Penurunan BB untuk penderita yang
gemuk
5. Biasakan tidur dengan
lambung tidak terisi penuh
6. Tempat tidur di bagian
kepala ditinggikan
7. Hindari makanan berlemak
8. Kurangi
atau hentikan minum kopi, alcohol, coklat dan makanan yang mengandung
rempah-rempah
9. Jangan
merokok
10. Jangan
menggunakan obat yang menurunkan tekanan di SED.
Sebagian penderita dengan keluhan RGE tanpa
adanya kelainan di esophagus akan membaik dengan mengubah cara hidupnya
sebagaimana yang tercantum di atas.
2)
Terapi Medikamentosa
Untuk mengobati penderita dengan keluhan
RGE perlu diperhatikan beberapa faktor patogenik, yaitu :
1. Meningkatkan penghalang
anti-refluks; berhenti merokok, mengatur diit, pemberian obat prokinetik, asam
alginik, dsb
2. Meningkatkan
pengosongan/pembersihan esophagus; meninggikan posisi kepala waktu tidur,
pemberian betanechol, cisapride
3. Mengurangi asam lambung;
pemberian antasida, histamint H2 antagonist, omeprazole
4. Meningkatkan daya tahan
mukosa; pemberian carbenoxolon, obat sitoprotektif
Berdasarkan beberapa faktor
pathogenesis, maka dapat dikelompokkan obat tersebut, diantaranya :
1. Obat prokinetik;
mempunyai sifat memperbaiki motilitas dan mempercepat peristaltic saluran
pencernaan (betanechol, metoclopramide, domperidon dan cispride)
2. Antasida; biasa dipakai
untuk menghindari/menghilangkan rasa nyeri dan menetralisir asam lambung.
3. Obat
anti-sekretonik; menurunkan sekresi asam lambung (burinamid, metiamid, simetidin, ranitidine,
roxatidin, nazitidin dan famotidine)
4. Obat
sito-protektif; golongan prostaglandin E mempunyai juga sifat anti sekretonik, golongan
sitoprotektif mampu membentuk rintangan mekanik sehingga akan
melindungi mukosa dari asam dan pepsin.
e. Pencegahan
1) Hindari
merokok
2) Jaga
berat badan ideal (hindari obes)
3) Hindari
penggunaan pakaian yang terlalu ketat terutama di sekitar perut
4) Jauhi
dan hindari konsumsi beberapa jenis makanan dan minuman, diantaranya alkohol,
kopi, cokelat, tomat, atau makanan yang mengandung lemak tinggi, atau makanan
yang pedas
5) Jarang
langsung berbaring setelah makan
f. Bagan
Manajemen GERD
2.5 Perdarahan Saluran
Cerna Bagian Atas
a. Definisi
Perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari
ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esophagus
dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya
darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien
datang dengan 1) Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang
berlangsung lama, 2) Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia,
dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat
kegawatan pasien.Penyebab perdarahan SCBA yang sering terjadi adalah pecahnya
varises esophagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss,dan keganasan.
Pengelolaan dasar pasien
perdarahan tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik,
menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang.
Langkah-langkah praktis
pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:
1)
Pemeriksaan awal,
penekanan pada evaluasi status hemodinamik
2)
Resusitasi, terutama
untuk stabilisasi hemodinamik
3)
Melanjutkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan
4)
Memastikan perdarahan
saluran cerna bagian atas atau bagian bawah
5)
Menegakkan diagnosis
pasti penyebab perdarahan
6)
Terapi untuk
menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah perdarahan
ulang
b. Gejala
dan Tanda
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien
hematemesis melena adalah muntah darah
(hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena), mengeluarkan darah
dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan
darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis (sirosis
hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39° C,
nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht
(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah
beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000)
c. Penegakkan
Diagnosis
Penegakkan diagnosis
dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan. Dalam anamnesis yang perlu ditekankan:
1) Sejak
kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2) Riwayat
perdarahan sebelumnya
3) Riwayat
perdarahan dalam keluarga
4) Ada
tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
5) Penggunaan
obat-obatan terutama inflamasi non-steroid dan anti koagulan
6) Kebiasaan
minum alcohol
7) Mencari
kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal
ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat-obatan
8) Riwayat
transfuse sebelumnya
Pemeriksaan fisis yang
perlu dilakukan adalah mengetahui tanda-tanda vital seperti kesadaran, tekanan
darah, nadi, suhu, pernapasan, keadaan umum, tinggi badan dan berat badan.
Selain itu dalam pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan status generalis
pada kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut, leher, paru, jantung,
punggung, abdomen, anus, ekstermitas.
Sarana diagnostik yang
bisa digunakan pada kasus perdarahan saluran makanan ialah endoskopi
gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan angiografi. Pada
semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan SCBA atau yang asal perdarahannya
masih meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan. Dengan
pemeriksaan ini sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa
ditegakkan. Selain itu dengan endoskopi bisa pula dilakukan upaya terapeutik.
Bila perdarahan masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit diidentifikasi
perlu dipertimbangkan pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang
sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan. Adapun hasil tindakan
endoskopi atau angiografi sangat tergantung tingkat keahlian, keterampilan, dan
pengalaman pelaksana.
d. Terapi
dan pengobatan
1) Terapi
Medik
1. Non-Endoslopis
•
Vasopressin
•
Somatostatin dan
analognya (octreotide)
•
Inhibitor Pompa Proton
2. Endoskopis
•
Tukak: penyuntikan
submukosa menggunakan adrenalin 1 : 10000
•
Esofagus: Ligasi
varises
3. Radiologi
4. Pembedahan
2) Terapi
Gizi
1.
Tujuan Diet
•
Memberikan makanan secukupnya yang memungkinkan istirahat pada
saluran cerna, mengurangi risiko perdarahan ulang, dan mencegah aspirasi.
•
Mengusahakan keadaan
gizi sebaik mungkin
2.
Syarat Diet
•
Tidak merangsang
saluran cerna
•
Tidak meninggalkan sisa
•
Pada fasse akut dapat diberikan
makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk memberi istirahat pada lambung
•
Diet diberikan jika
perdarahan sudah tidak ada.
3. Jenis
Diet dan Indikasi Pemeberian
Diet diberikan
dalam bentuk Makanan Cair Jernih, tiap 2-3 jam pascaperdarahan. Nilai gizi
makanan ini sangat rendah, sehingga diberikan selama 1-2 hari saja.
e. Pencegahan
Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas merupakan suatu komplikasi yang timbul akibat
terjadinya perdarahan pada saluran pencernaaan bagian atas yang diakibatkan
oleh beberapa kelainan yakni kelainan pada esofagus, lambung dan duodenum. Oleh
karena itu upaya preventif dalam masalah ini adalah dengan mencegah seseorang
agar tidak mengalami kelainan-kelainan tersebut. Secara umum pencegahan
komplikasi dari suatu penyakit adalah dengan mengatasi penyebab suatu kelainan
, pemberian pengobatan yang teratur dan benar serta mematuhi arahan dari dokter
f. Bagan
Manajemen Perdarahan SCBA
Penilaian Awal dan Resusitasi
BAB
III
HASIL
DISKUSI
1. Berliana
Budi Putri (1510714041)
Q : Apa perbedaan
dilatasi pada pengobatan dan terapi?
A : Dilatasi pada
pengobatan dan terapi itu sama. Dilatasi merupakan pengobatan dengan
memperlebar esophagus dengan beberapa opsi, dan dikatakan terapi karena
dilakukan setiap hari selama 6 hari.
2. Dhea
Marliana Salsabilla (1510714057)
Q : Bagaimana cara
pemotongan pada operasi, apakah akan berpengaruh dengan saluran pencernaan?
A : Operasi yang
dilakukan merupakan operasi Hiller
yaitu operasi yang dilakukan dengan penyayatan bukan
pemotongan, jadi saluran
yang menyempit disayat agar salurannya dapat dilewati kembali oleh makanan.
3. Aliifah
Rahma Denanti (1510714063)
Q : Mengapa penderita
GERD tidak boleh tidur dalam posisi datar?
A : Karena itu bisa
menyebabkan asam lambung naik ke esophagus. Oleh sebab itu untuk mencegahnya,
penderita GERD disarankan untuk menaikan bantalnya guna mempertinggi posisi
tidur agar asam lambung tidak bisa naik ke esophagus.
BAB IV
RESUME
No
|
Nama Penyakit
|
Nama Organ yang dipengaruhi
|
Gejala
|
Diagnosis Banding
|
Diet
|
1.
|
Akalasia
|
Kerongkongan
|
a.
Disfagia
b.
Nyeri Dada
c.
Regurgitasi
d.
Komplikasi paru
|
a.
Miastenia gravis
b.
Amiloidosis
c.
Skleroderma
d.
Divertikel Esofagus
e.
Spasma Esofagus difus
|
Makanan lunak dan cair
|
2.
|
Gastritis
|
Lambung
|
a.
Rasa terbakar
b.
Nyeri abdominal
c.
Kram
d.
Sendawa
e.
Mual parah
f.
Muntah
g.
Bila kolpas penderita kulit yang dingin, takhikardi,
dan sianose
h.
Sering merasa panas di epigastrium yang disertai
seperti kejang-kejang
|
a.
GERD
b.
Ulkus Peptikum
|
a.
Makanan Lembek
b.
Mudah dicerna, dan tidak merangsang
peniingkatan sekresi
c.
Dapat menetralisir asam lambung
d.
Dilarang makan makanan pedas dan asam
e.
Dilarang minum alkohol dan merokok
|
3.
|
Ulkus Peptikum
|
a.
Esophagus
b.
Lambung
c.
Duodenum
|
a.
Nyeri dibagian bawah sternum (ulkus esophagus)
b.
Nyeri dibagian perut kiri atas atau di
epigastrium (ulkus lambung)
c.
Nyeri dibagian perut kanan atas (ulkus duodenal)
d.
Mual
e.
Muntah
f.
Penurunan berat badan (bila sudah kronik)
|
a.
Dispepsia fungsional
b.
Gastritis Pankreatis
|
a.
Makanan cair, dengan frekuensi sering diberikan
namun dengan porsi yang kecil
b.
Cukup energi dan protein sesuai dengan kebutuhan
pasien
c.
Rendah lemak, sebesar 10-15% dari kebutuhan
energi total
d.
Cukup cairan
e.
Rendah serat
f.
Rendah laktosa (apabila ada gejala intoleransi
laktosa)
g.
Menghindari makanan/minuman yang banyak
mengandung gas, seperti lemak, sawi, kol, nangka, pisang ambon, kedondong,
minuman bersoda.
h.
Hindari makanan yang merangsang pengeluaran asam
lambung, seperti kopi, minuman beralkohol 5-20%, anggur putih, sari buah
sitrus, susu
i.
Hindari makanan yang sulit dicerna, seperti
makanan berlemak, kue tart, keju
j.
Hindari makanan yang langsung merusak dinding
lambung, seperti makanan yang mengandung cuka dan pedas, merica, serta bumbu
yang merangsang.
|
4.
|
GERD
|
Esophagus
|
a.
Rasa panas dan pedih di dada
tengah.
b.
Reguritasi : timbulnya rasa
seperti muntah dengan mulut masam.
c.
Disfagia, kesulitan menelan
baik bentuk makanan maupun cairan., kesulitan meneruskan makanan dari mulut
ke dalam lambung, rasa terhentinya makanan di daerah retrosternal setelah
menelan.
|
a.
Gastritis
b.
Dispepsia
c.
Disfagia
|
a.
Diet rendah lemak
b.
Makan dengan porsi kecil
namun sering
c.
Hindari konsumsi makanan
pedas dan berminyak seperti cabai, saus sambal, atau saus barbekyu yang pedas
d.
Untuk buah, hindari jeruk
karena kandungan asamnya yang tinggi
e.
Hindari konsumsi yaitu
alkohol, kopi, teh, coklat, atau minuman soda
f.
Berhenti merokok
g.
Kurangi berat badan bagi
penderita berat badan lebih
|
5.
|
Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas
|
a.
Esofagus
b.
Lambung
c.
Duodenum
|
a.
Hematemesis
b.
Melena
c.
Hematoskezia
d.
Syok
e.
Akral teraba dingin dan basah
f.
Koagulopati purpura serta memar
g.
Demam ringan
h.
Nyeri pada lambung
i.
Nafsu makan menurun
|
a.
Sering: Ukus Peptikum, Robekan
Mallory-Weiss, Gastritis, Duodenitis, Esofagistis
b.
Kadang-kadang: Angiodisplasia, varises
esophagus
c.
Jarang: Keganasan Saluran Pencernaan Atas
d.
Sangat Jarang: Lesi Diculafoy, Fiztula
Aortoenterik
|
a.
Fasse akut diberikan makanan parenteral saja
selama 24-48 jam
b.
Pasca perdarahan diberikan Makanan Cair Jernih, tiap 2-3
jam hanya selama 1-2 hari..
|
DAFTAR
PUSTAKA
Abata, Qorry’ Aina.
2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jawa Timur : Yayasan PP Al-Furqon.
Almatsier,
Sunita. 2006. Penuntun Diet EdisiBaru. Jakarta: PT.
GramediaPustakaUtama.
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi.
Bandung : PT. Alumni.
Hawks, Jane Hokanson
& Joyce M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV
Pentasada Media Edukasi.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-irmadyahay-6313-2-babii.pdf
(diakses pada 12 Februari 2017)
http://repository.maranatha.edu/2676/3/0910132_Chapter1.pdf
(diakses pada 12 Februari 2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45963/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada 12 Februari 2017)
Purwadianto&Sampurna.
2000. KedaruratanMedikPedomanPelaksanaanPraktis (105-110). Jakarta:
BinarupaAksara.
Putri, Diyah Purbawati
Wiseno. 2010. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada Pasien Tukak Peptik
(Peptic Ulcer Disease) Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Tahun 2008.http://eprints.ums.ac.id/8907/2/K100050222.pdf
. (diakses pada 11 Februari 2017)
Sloane, Ethel. 2004. Anatmoi dan fisiologi untuk pemula.
Jakarta : EGC
Wahyuningsih,
Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet PadaPasien. Yogyakarta: GrahaIlmu.
Post a Comment