Untuk download Makalah ini anda bisa download disini lengkap BAB I PENDAHULUAN Sampai BAB VII KESIMPULAN/PENUTUP
=============================
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan sindrom klinis akibat
gangguan pembuluh darah otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita
usia 45-80 tahun. Biasanya tidak ada gejala dini, dan muncul begitu mendadak
(Sulistyorini, 2015). Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke dibedakan menjadi stroke
hemoragik yaitu adanya perdarahan otak karena pembuluh darah yang pecah dan
stroke non-hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada pembuluh darah
otak (Muttaqin, 2008).
Stroke
sangat ditakuti mereka yang dinyatakan kondisi fisiknya sehat, secara mendadak
terserang stroke tanpa pandang bulu, baik pria maupun wanita, tua atau muda. Serangan
stroke dapat terjadi jika pembuluh darah yang membawa darah ke otak pecah atau
tersumbat atau karena terjadinya gangguan sirkulasi pembuluh darah yang menyediakan
darah ke otak (Pudiastuti, 2011).
Definisi
stroke menurut World Health Organization
(WHO) adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. Bila terjadi stroke maka dapat mengalami beberapa gangguan
seperti hilangnya kesadaran, kelumpuhan serta tidak berfungsinya sistem organ
lain, bahkan dapat menimbulkan kematian.
Menurut
data WHO tahun 2010, Dikawasan Asia tenggara terdapat 4,4 juta orang mengalami
stroke. Pada tahun 2020 diperkirakan 7.6 juta orang akan meninggal dikarenakan
penyakit stroke. Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf
lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan
fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan
wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin
perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai
stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga
kesehatan(dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita
penyakit stroke oleh nasinal kesehatan (NAKES) tetapi pernah mengalami secara
mendadak keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi
tubuh yang disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong
tanpa kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi dan
atau tidak mengerti pembicaraan.
Prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dan yang terdiagnosis tenaga
kesehatan atau gejala pada beberapa wilayah di Indonesia didapati bahwa Prevalensi
Stroke berdasarkan diagnosis NAKES tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti
DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing (9,7%).
Prevalensi Stroke berdasarkan 92 terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat
di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%),
diikuti Jawa Timur sebesar (16%)(RISKESDAS 2013). Indonesia merupakan salah
satu dari negara berkembang, Riskesdas (2013) menyatakan bahwa untuk jumlah
pasien stroke (berdasarkan wawancara dan berdasarkan jawaban responden yang
pernah didiagnosis NAKES dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007)
menjadi 12,1 per1000 ditahun 2013.
Berdasarkan
konferensi ahli saraf internasional di Inggris dilaporkan bahwa terdapat lebih
dari 1.000 penderita stroke berusia kurang dari 30 tahun. Prevalensi penyakit
serebrovaskuler lebih dari dua kali lipat dari sclerosis multiple (MS) pada orang dewasa yang berusia 18-44 tahun.
Menurut Always & Cole (2012) mengatakan bahwa hampir 120.000 perempuan dan
105.000 laki-laki di Amerika Serikat yang berusia di bawah 45 tahun telah
menderita stroke. Sementara pasien stroke di Indonesia yang berada pada rentang
usia 20-45 tahun mengalami peningkatan 7,3% dan kematian akibat stroke pada
rentang usia 45-54 tahun sebesar 15,9% di perkotaan sedangkan di pedesaan
sebesar 11,5% (DepKes RI, 2013)
Permasalahan
yang hadir dalam penyakit stroke biasanya pada usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
(WHO) karena gaya hidup kaum usia pertengahan, seperti banyak konsumsi makanan
yang berlemak serta cenderung malas bergerak. Hal ini dapat menyebabkan lemak
dalam tubuh menumpuk dan terjadi obesitas, kadar kolesterol jahat LDL (low Density Lipoprotein) diatas 190
mg/dL dan Trigliserida antara 200-499 mg/dL dianggap berbahaya dan menempatkan
seseorang pada risiko penyakit jantung dan stroke (Debette et.al, 2011).
Sebagai
penderita stroke ketergantungan pada keluarga sangat tinggi sehingga keluarga
merasa terbebani untuk membantu aktifitas dan keperluan penderita. Angka
ketergantungan penderita stroke sebesar 15– 60 % untuk melakukan kegiatan dan
kebutuhan hidupnya. Untuk pasien yang mengalami serangan stroke salah satu
intervensi yang dapat dilakukan adalah berupa rentang gerak sendi. Range
of motion (ROM)
merupakan istilah baku untuk menyatakan batasan atau besarnya gerakan sendi
baik dan normal. ROM juga digunakan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan atau untuk
menyatakan batas gerak sendi yang abnormal. (Helmi, 2012).
Pemberian
latihan (ROM) bermanfaat untuk mencegah terjadinya kontraktur (kekakuan sendi),
mempertahankan stabilitas gerak sendi, meningkatkan kekuatan otot sehingga
terjadi peningkatan kemampuan mobilisasi pada klien stroke (Potter &Perry,
2009). Tetapi pada praktiknya yang terjadi di rumah sakit pasien yang mengalami
stroke jarang mendapatkan tindakan keperawatan rentang gerak sendi (ROM) pada
saat menjalani perawatan di rumah sakit.Pengkajian ROM harus dilakukan sebagai
nilai dasar untuk membandingkan dan mengevaluasi apakah kehilangan mobilisasi
sendi terjadi. Pasien yang mobilisasinya dibatasi harus melakukan ROM untuk
mengurangi bahaya imobilisasi (Potter & Perry, 2008).
Dari
penemuan-penemuan kasus stroke yang disampaikan bahwa pasien yang mengalami stroke
disarankan mendapatkan latihan rentang gerak sendi untuk mengurangi terjadinya
kelemahan dan kekauan otot, baik secara aktif maupun pasif. Pada stroke
perdarahan biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis
seperti terapi fisik, terapi wicara, juga penangan psikologis pasien seperti
berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Penelitian yang dilakukan oleh
Sikawin.C.A., Mulyadi dan Henry.P pada tahun
2013 yang berhubungan dengan ROM berpengaruh terhadap strokedi Irina F Neurologi Blu RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou manado menyatakan, latihan ROM dapat berpengaruh terhadap kekuatan
otot pada pasien stroke, dengan hasil statistik menggunakan uji Paired Sample T-Test dengan tingkat
kemaknaan (α) 0,05 menunjukkan skor kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan
latihan range of motion mengalami peningkatan skor rata-rata 3,87, dengan
hasil analisa adanya pengaruh latihan range of
motion terhadap kekuatan otot pada pasien stroke dengan nilai P = 0,003.
Hasil studi pendahuluan pada bulan Maret tahun 2017 diruang Cengkir
1 dan 2, didapatkan jumlah pasien stroke sebanyak 336 ditahun 2015 dengan
rata-rata perbulan 28 pasien dan jumlah perawat pelaksana yang berada diruang
cengkir 1 sebanyak 17 orang dan cengkir 2 sebanyak 13 orang, dengan total
perawat sebanyak 30 orang (R.PPL RSUD Indramayu, 2017). RSUD Indramayu
merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki potensi banyaknya pasien stroke
di Indramayu.
Berdasarkan
hasil studi pendahuluan didapatkan 5 perawat pelaksana dari cengkir 1 dan 4
perawat pelaksana dari cengkir 2 yang yang berjaga, hasil wawancara didapatkan
perawat mengatakan tindakan ROM untuk pasien stroke dilakukan, namun tidak
terjadwal dan kadang-kadang hanya dokter dan fisioterapi yang melakukan. Dari
hasil observasi, kegiatan ROM yang dilakukan oleh perawat, ROM dilakukan dengan
tidak berurutan. Saat peneliti memberikan pertanyaan kepada perawat mengenai
pentingnya tindakan ROM dan apakah seluruh perawat pelaksana pernah melakukan
tindakan ROM, perawat mengatakan pemberian ROM untuk pasien stroke penting dan
seluruh perawat pernah melakukan perawatan pada pasien stroke dengan pemberian
ROM karena ruangan menggunakan metode tim namun tidak sering karena banyaknya
pekerjaan yang harus dilakukan (R.Cengkir
1 dan 2, 2017).
Berdasarkan masalah diatas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pelaksanaan
Latihan Range Of Motion (ROM) Oleh
Perawat Pada Pasien Stroke Di RSUD Indramayu
Tahun 2017?.
B. Perumusan Masalah
Jumlah
kasus stroke terjadi di RSUD Indramayu tiap tahunnya semakin meningkat, Dari hasil observasi yang dilakukan
peneliti di RSUD Indramayu didapatkan data pasien stroke sebanyak 29 pasien, di
tahun 2015 berjumlah 336, dengan rata-rata perbulan 28 pasien, dengan jumlah
perawat yang berada diruang cengkir 1 sebanyak 17 orang dan cengkir 2 sebanyak
13 orang, dengan total perawat sebanyak 30 orang.
Pentingnya latihan Range Of Motion (ROM) sebagai
intervensi pada pasien stroke merupakan tindakan sebagai nilai dasar untuk
membandingkan dan mengevaluasi apakah kehilangan mobilisasi, sehingga tidak terjadi
gangguan pergerakan, bahkan dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup. sementara
berdasarkan hasil observasi dari wawancara dengan perawat diruang cengkir 1 dan
2 diketahui pelaksanaan ROM kadang-kadang dilakukan tapi belum terjadwal dan
hanya pada bagian yang megalami gangguan saja.
Maka
dalam hal ini menjadikan peneliti tertarik
untuk meneliti masalah yang terjadi berkaitan dengan bagaimana
gambaran pelaksanaan latihan range of
motion (rom) pada pasien stroke dirumah sakit umum daerah indramayu tahun
2017?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan perawat terhadap range of motion (ROM) oleh pada pasien
stroke dirumah sakit umum daerah Indramayu tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
Tujuan
khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi
pelaksanaan latihan range of motion
(ROM) oleh perawat pada pasien stroke berdasarkan tahap persiapan.
b. Mengidentifikasi
pelaksanaan latihan range of motion
(ROM) oleh perawat pada pasien stroke berdasarkan tahap pelaksanaan dan
tindakan.
c. Mengidentifikasi
pelaksanaan latihan range of motion
(ROM) oleh perawat pada pasien stroke berdasarkan tahap evaluasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Bagi Rumah Sakit
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah sakit umum daerah Indramayu
mengenai gambaran pelaksanaan range of
motion (ROM) oleh perawat pada pasien stroke di RSUD indramayu tahun 2017
2.
Manfaat Bagi Instisusi Pendidikan
Keperawatan
Sebagai
masukan pada ilmu keperawatan terutama keperawatan medikal bedah serta
memberikan informasi kepada mahasiswa yang berhubungan dengan pentingnya pelaksanaan
Range Of Motion (ROM) yang dilakukan oleh
perawat pada pasien stroke sehingga perawat maupun mahasiswa dapat melakukan
tindakan pelaksanaan Range Of Motion
(ROM) dengan lebih optimal serta meningkatkan keterampilan dalam memberikan penatalaksanaan
yan lebih baik pada pasien stroke.
3.
Manfaat Bagi Perawat
Perawat
dapat mengetahui Pelaksanaan Latihan Range
Of Motion (ROM) Pada Pasien Stroke di RSUD Indramayu sebagai tindakan yang
dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan terhadap kemampuan otot dan
sendi pada pasien stroke secara optimal diruang perawatan.
4.
Manfaat bagi peneliti
Informasi yang di peroleh dari hasil
penelitian ini dapat bermanfaat dan dijadikan sebagai masukan dalam ilmu
pengetahuan pada pelaksanaan Range of
motion (ROM) pada pasien stroke.
E. Ruang Lingkup Masalah
Lingkup masalah penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui gambaran pelaksanaan range
of motion (ROM) oleh perawat pada pasien stroke di RSUD Indramayu tahun 2017. Metode yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode deskriptif, dengan populasi
yang diambil dalam penelitian adalah perawat yang bertugas diruang cengkir 1
dan 2 tahun 2017 dengan jumlah responden sebanyak 30 perawat.
Pengambilan sempel
dalam penelitian ini dengan teknik Total sampling
yaitu mengambil responden yang sesuai dalam konteks penelitian. Penelitian
ini dilaksanakan di ruang cengkir 1 dan 2
Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu pada bulan agustus tahun
Post a Comment