MAKALAH SISTEM KESEHATAN INDONESIA

Posted by GLOBAL MAKALAH

Keterangan :
untuk Download Makalahnya silahkan di bawah ini :

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Sistem kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari pembangunan kesehatan. Intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan memberi manfaat kepada mayarakat dengan distribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada “tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.
Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat. Kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping sandang, pangan dan papan. Dengan berkembangnya pelayanan kesehatan dewasa ini, memahami etika Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat.
Sistem pelayanan kesehatan dapat kita lihat di lingkungan sekitar kita yaitu pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu lembaga sosial yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki sifat sebagai suatu lembaga yang tidak ditujukan untuk mecari keuntungan atau non profit organization. Walaupun demikian kita dapat menutup mata bahwa dibutuhkan sistem informasi di dalam intem rumah sakit.
Selain itu, tercantumnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat dalam konstituisi, menempatkan status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat. Fenomena demikian merupakan keberhasilan pemerintah selama ini dalam kebijakan politik di bidang kesehatan (heath politics), yang menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan secara tersusun, menyeluruh dan merata.



1.2.       Tujuan
Penulisan ini ditujukan untuk pemenuhan tuntutan akademik sebagai tugas penulisan makalah. Selain itu penulisan makalah ini ditujukan untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan tentang sistem dan kebijakan kesehatan di Indonesia.

1.3.       Rumusan Masalah
-     Bagaimana sistem kesehatan di Indonesia?
-     Bagaimana system pelayanan kesehatan di Indonesia?
-     Bagaimana Undang-Undang kesehatan di Indonesia?
-     Bagaimana kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Sistem Kesehatan Nasional
2.1.1      Pengertian
Sistem kesehatan adalah suatu kesatuan dari serangkaian usaha teratur yang terdiri atas berbagai komponen guna mencapai suatu tujuan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Sedangkan Sistem kesehatan (Health system) menurut WHO: “…all the activities whose primary purpose is to promote, restore, or maintain health” yang artinya bahwa sistem kesehatan (health system) merupakan semua aktivitas yang memiliki tujuan utama meningkatkan, memperbaiki, atau merawat kesehatan (Wiku.2007).
2.1.2      Landasan
Landasan sistem kesehatan nasional terdiri dari 3, yaitu :
1.        Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2.        Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, Pasal 28 H Pasal 28 H ayat (3), Pasal 34 ayat (2), Pasal 34 ayat (3), Pasal 28 B ayat (2) Pasal 28 C ayat (1).
3.        Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
2.1.3      Tujuan
Tujuan sistem kesehatan nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2.1.4      Subsistem Sistem Kesehatan Nasional
1.             Subsistem Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan memadukan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yang diarahkan pada masyarakat rentan (bayi, anak, dan ibu), masyarakat miskin, masyarakat didaerah konflik, daerah perbatasan dan terpencil, serta pada upaya penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan Angka Kematian Ibu (AKI).
2.             Subsistem Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber, yakni: Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pembiayaan kesehatan yang adekuat, terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan pembangunan kesehatan. .
3.             Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tututan kebutuhan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, SKN juga memberikan fokus penting pada pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan guna menjamin ketersediaan dan pendistribusian sumber daya manusia kesehatan.
4.             Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Subsistem kesehatan ini meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: aspek keamanan, khasiat/ kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.
5.             Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
Subsistem ini meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum kesehatan, dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi, integrasi, sinkronisasi, serta penyerasian berbagai subsistem SKN dan efektif, efisien, serta transparansi dari penyelenggaraan SKN tersebut.

6.             Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan. Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. (www.depkes.go.id)

2.2   Sistem Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan adalah sistem yang mengkoordinasikan semua kegiatan sedemikian rupa sehingga menjamin setiap masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Sistem terbentuk dari subsistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sistem terdiri dari :
1.        Input
Input Merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem. Input sistem pelayanan kesehatan : potensi masyarakat, tenaga dan sarana kesehatan.
2.        Proses                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              Suatu Aktifitas untuk mentransformasikan input menjadi output yang diharapkan dari sistem tersebut
3.        Output
Merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan kesehatan : pelayanan yang berkualitas dan terjangkau sehingga masyarakat sembuh dan sehat.
4.        Dampak
Merupakan akibat dari output/hasil suatu sistem, terjadi dalam waktu yang relatif lama.Dampak sistem Pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka kesakitan & kematian menurun.
5.        Umpan Balik/Feedback
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan. Terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Umpan balik dalam pelayanan kesehatan: kualitas tenaga kesehatan.
6.        Lingkungan
Semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan. 
2.2.1 Prinsip Dasar Sistem Kesehatan Nasional
Prinsip dasar SKN adalah norma, nilai dan aturan pokok yang bersumber dari falsafah dan budaya Bangsa Indonesia, yang dipergunakan sebagai acuan berfikir dan bertindak dalam penyelenggaraan SKN. Prinsip dasar tersebut :
1.    Perikemanusiaan
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Terabaikannya pemenuhan kebutuhan kesehatan adalah bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Tenaga kesehatan dituntut untuk tidak diskriminatif serta selalu menerapkan prinsip-prinsip perikemanusiaan dalam menyelenggarakan upaya kesehatann
2.    Hak Asasi Manusia
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. Setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3.    Adil dan Merata
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip adil dan merata. Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata, baik geografis maupun ekonomis.
4.    Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip pemberdayaan dan kemandirian masyarakat. Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berkewajiban dan bertanggung-jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus berdasarkan pada kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan semangat solidaritas sosial dan gotong royong.
5.    Kemitraan
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip kemitraan. Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat termasuk swasta, dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki. Kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta serta kerjasama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan diwujudkan dalam suatu jejaring yang berhasil-guna dan berdaya-guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
6.    Pengutamaan dan Manfaat
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip pengutamaan dan manfaat. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan maupun golongan. Upaya kesehatan yang bermutu dilaksanakan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, dengan mengutamakan upaya kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya.
7.    Tata kepemerintahan yang baik
Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparent), rasional/profesional, serta bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountable).

2.2.2 Strategi Sistem Kesehatan Nasional
Merupakan inisiatif  semua  komponen bangsa dalam menetapkan perencanaan pembangunan selalu berorientasi untuk mengedapankan   upaya promotif dan preventif pada masalah kesehatan, walaupun bukan berarti mengesampingkan kegiatan kuratif. Gerakan pembangunan berwawasan kesehatan ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyaratat. Gerakan tersebut berlaku untuk semua komponen bangsa yang harus berpartisipasi secara aktif baik yang berupa kegiatan individu, keluarga, kelompok masyarakat, instansi pemerintah ataupun swasta. Gerakan tersebut dapat dilakukan secara promotif, preventif, dan kuratif.
Promotif adalah suatu usaha pelayanan kesehatan lini pertama. Di sini para pelayan kesehatan bukan bertugas untuk mengobati. Mereka bertugas untuk memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai cara-cara hidup yang sehat, misalnya bagaimana cara membuang sampah yang benar, memberi tahu arti pentingnya membuat jamban di tiap-tiap rumah, memberi tahu arti penting pemberian ASI pada bayi, anjuran memakan makanan bergizi dan seimbang serta kegiatan-kegiatan lain yang inti bertujuan agar kesehatan fisik para masyarakat menjadi lebih sehat dan kuat dengan cara merubah gaya hidup masyarakat dengan gaya hidup yang lebih sehat.
Preventif adalah pelayanan kesehatan lini kedua dengan tujuan untuk mencegah masyarakat menjadi sakit. Di sini para pelayan kesehatan juga tidak bertugas untuk mengobati. Inti tugas mereka adalah agar masyarakat terhindar dari sakit atau tidak jadi sakit dengan cara pengenalan dini tentang suatu penyakit yang mungkin akan dialami oleh individu dalam suatu masyarakat tertentu. Contohnya saat merebaknya penyakit demam berdarah. Tugas para pelayan kesehatan adalah mencegah agar demam berdarah ini tidak menyebar sehingga tidak terjadi wabah dalam masyarakat. Pencegahan yang dilakukan antara lain dengan pembasmian sarang nyamuk dengan gerakan 3M dan pembagian bubuk abate serta identifikasi dini para penderita yang mengalami demam dan dicurigai menderita demam berdarah. Begitu juga halnya pada penyakit-penyakit lain seperti penyakit diare maupun penyakit infeksi lainnya.
Kuratif adalah pelayanan kesehatan lini terakhir dengan tujuan untuk mengobati masyarakat yang telah menjadi sakit. Pengobatan ini dengan mudah dapat kita dapatkan di puskesmas maupun rumah sakit. Para penderita dapat diobati dengan cukup memakan obat atau mungkin harus dirawat dirumah sakit sesuai dengan berat ringannya penyakit. Di sinilah layanan kesehatan di negara kita masih terus berkutat. Pelayanan kesehatan lini terakhir inilah yang paling banyak dipilih oleh beberapa calon pengabdi negara untuk dapat mengambil hati masyarakat.
Yang paling penting dari ketiganya adalah pelayanan pada tingkat promotif. Peningkatan frekuensi, efisiensi dan efektifitas pelayanan pada tingkat promotif ini dipastikan akan menurunkan jumlah masyarakat yang sakit sehingga pada akhirnya bisa menekan biaya yang harus dikeluarkan demi pengobatan. Selain biaya, pem-fokusan pelayanan kesehatan pada lini pertama dan kedua akan mengurangi jumlah tenaga kesehatan yang diperlukan maupun waktu yang harus dihabiskan demi merawat pasien.

2.3 Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yakni :
  1. Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau kecelakaan.
  2. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan. Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
2.3.1 Public Goods
Barang public (public goods) adalah barang atau jasa yang pengadaanya atau pendanaanya dilakukan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat, untuk kepentingan bersama dan dimiliki bersama.
2.3.4 Private Goods
Private good adalah pendanaan atau pengadaanya dilakukan oleh perorangan atau kelompok kecil masyarakat untuk kepentingan sendiri dan dimiliki perorangan.
2.3.5 Merit Goods
Merit goods adalah barang-barang yang seharusnya disediakan meskipun masyarakat tidak memintanya. Masyarakat sering tidak bijaksana atau tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengalokasikan sumber ekonomi yang dimiliki. Peranan pemerintah adalah membantu masyarakat untuk mengalokasikannya untuk kebaikan masyarakat. Contohnya adalah KB.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kajian Permasalahan dan Konsep Pemecahan
3.1.1 Desentralisasi Dan Fenomenanya Di Indonesia
Otonomi daerah bidang kesehatan memberikan kesempatan yang banyak kepada pemerintah untuk mengeksplorasi kemampuan daerah dari berbagai aspek, mulai dari komitmen pemimpin dan masyarakat untuk membangun kesehatan, sistem kesehatan daerah, manajemen kesehatan daerah, dana, sarana, dan prasarana yang memadai, sehingga diharapkan kesehatan masyarakat di daerah menjadi lebih baik dan tinggi.
Masalah utama dalam otonomi daerah ini adalah Permasalahan dalam hal perencanaan oleh tenaga kesehatan di daerah yang biasanya di “drop” dari pusat, harus membuat formulasi baru dan banyak tenaga kesehatan di daerah yang tidak mampu untuk membuatnya.
Kenyataannya, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh UU otonomi daerah, derajat kesehatan masyarakat di daerah tidak kunjung membaik setelah digulirkannya UU ini, bahkan derajat kesehatan masyarakat daerah semakin memburuk dan semakin sulit untuk diatasi, selain dari kurangnya dukungan dana, sarana, dan prasarana, juga karena kesehatan masyarakat perlu pemecahan secara komprehenshif dari berbagai bidang, misalkan saja untuk pemecahan satu masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) saja memerlukan kerjasama lintas sektoral yang solid, mulai dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, dinas kebersihan, dinas lingkungan hidup, dan dinas-dinas lain.
Berbagai program kesehatan dicanangkan Kementerian Kesehatan seperti jaminan kesehatan masyarakat (Jamksesmas), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) juga belum maksimal. Bila diamati, program-program itu hasilnya masih nihil sebagai sistem penjamin kesehatan masyarakat. Seperti jamkesmas misalnya, kalaupun program tersebut berjalan, faktanya hanya bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk penyakit ringan, bukan penyakit akut. Contohnya seperti kasus diatas. Pihak rumah sakit selalu berbelit-belit dan terkesan mempersulit ketika masyarakat miskin khususnya, meminta keringanan pembayaran atas penyakitnya yang berat. Di sisi yang lain, program jamkesmas sendiri masih diliputi permasalahan distribusi yang tidak tepat sasaran. Banyak warga yang seharusnya tidak berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari negara itu, sedangkan warga yang benar-benar miskin tidak mendapatkannya.
Apalagi ketika otonomi daerah dikaitkan dengan sistem politik yang ada di Indonesia, para bupati/walikota biasanya hanya membuat program jangka pendek, sekitar program 5 (lima) tahunan, karena masa jabatannya lima tahun, sehingga adakalanya program-program kesehatan hanya bersifat formalitas dan tidak menyentuh kepada masyarakat. Padahal jika kita telaah lebih jauh, penyelesaian masalah kesehatan memerlukan waktu yang panjang, yaitu sekitar 10 tahun. Walaupun ada program kesehatan jangka panjang yang direncanakan, namun seperti kita lihat pada kenyataannya, ketika pergantian pemimpin daerah, maka program pun berganti, dan jika tidak berganti, pasti hanya namanya saja bukan melanjutkan program yang sudah berjalan.
Jika ditijau, secara umum otonomi daerah dalam bidang kesehatan di Indonesia kurang begitu berhasil, hal ini dikarenakan karena masih kurang memihaknya kebijakan untuk membangun kesehatan secara tuntas dan holistik, walaupun sudah ada daerah yang mampu dan berhasil mengembangkan konsep dan kebijakan yang mengarah kearah pembangunan kesehatan.


3.1.2 Kebijakan Kesehatan Terkait Politik
Di era otonomi daerah ini, pemerintah berulang kali mengeluarkan kebijakannya dalam bidang kesehatan. Hal ini dapat terlihat dari fakta – fakta yang ada dan kita rasakan sekarang. Kebijakan – kebijakan tersebut di keluarkan tidak sembarang saja, melalui proses panjang dan alot. Melalui berbagai pemikiran yang di pikirkan oleh pemerintah. Maka dari itu kebijakan di keluarkan oleh pemerintah dengan seksama dan berdasarkan dasar – dasar pemikiran yang kuat.
Namun, pada kenyataannya pemikiran dan ide – kreatif tersebut melenceng dari segala hal yang di rencanakan sebelumnya. Beberapa kebijakan kesehatan yang di lakukan pemerintah pada era otonomi daerah adalah program obat murah dan penghilangan BKKBN, yang sekarang bergabung dengan Dinas Kependudukan. Kedua hal ini merupakan hasil dari pemikiran pemerintah, namun kedua hal ini tidak akan menimbulkan masalah dan konflik ketika kedua hal ini di jalankan sesuai dengan kaidahnya. Program obat murah yang di berikan pemerintah kepada masyarakat ternyata tidak berjalan sesuai kehendak pemerintah. Program ini berjalan setengah jalan. Ketika ada kucuran dana barulah program ini berjalan.
Penghapusan departemen BKKBN, mungkin bagi pemerintah ini pemikiran yang bagus, namun membawa masalah besar. Ternyata di dalam kenyataannya penghapusan BKKBN ini menuai masalah yaitu departemen kependudukan yang telah bergabung dengan BKKBN menjalankan fungsinya tidak sesuai dengan dasar – dasar program BKKBN dulunya. Dalam kenyataannya pemberian prioritas pada kesehatan diwujudkan hanya terbatas pada perbaikan sarana dan prasarana kesehatan atau diwujudkan dalam realitas kegiatan yang sifatnya sesaat, seperti diadakannya penyuluhan tentang kesehatan atau program-program perbaikan gizi.
Pemerintah kabupaten /kota dengan penduduk yang tidak besar mempunyai anggapan bahwa BKKBN tidak diperlukan kehadirannya, karena BKKBN dengan KB program utamanya sangat identik dengan upaya pengendalian dan pembatasan kelahiran ( birth control ), Padahal pengendalian kelahiran hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan program KB yang juga menyentuh aspek-aspek social ekonomi. Kedua, Beralihnya BKKBN kepada pemerintah kabupaten/ kota akan membawa beban apabila harus berbentuk menjadi dinas atau badan. Seperti diketahui bahwa setelah otonomi banyak sekali dinas dan badan digabung dengan alasan efisiensi. Hal tersebut menyebabkan pembentukan dinas atau badan baru, selain menyebabkan struktur organisasi menjadi lebih besar Juga memberatkan APBD karena harus mengalokasikan sejumlah dana tertentu untuk pembentukan dinas baru tersebut.

3.2 Pembahasan
3.2.1 Sistem Kesehatan di Indonesia
Sistem kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Sistem kesehatan tidak terbatas pada seperangkat institusi yang mengatur, membiayai, atau memberikan pelayanan, namun juga termasuk kelompok aneka organisasi yang memberikan input pada pelayanan kesehatan, utamanya sumber daya manusia, sumber daya fisik (fasilitas dan alat), serta pengetahuan/teknologi (WHO SEARO, 2000). Organisasi ini termasuk universitas dan lembaga pendidikan lain, pusat penelitian, perusahaan kontruksi, serta serangkaian organisasi yang memproduksi teknologi spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang.

        WHO mendefinisikan sistem kesehatan sebagai seluruh kegiatan yang mana mempunyai maksud utama untuk meningkatkan dan memelihara  kesehatan. Mengingat maksud tersebut di atas, maka termasuk dalam hal ini tidak saja pelayanan kesehatan formal, tapi juga non formal, seperti halnya pengobatan tradisional. Selain aktivitas kesehatan masyarakat tradisional seperti promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan raya , pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan merupakan bagian dari sistem.
Sistem kesehatan paling tidak mempunyai 4 fungsi pokok yaitu: Pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, penyediaan sumberdaya dan stewardship/ regulator. Fungsi-fungsi tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk sub-subsistem dalam sistem kesehatan, dikembangkan sesuai kebutuhan. Masing-masing fungsi/subsistem akan dibahas tersendiri. Di bawah ini digambarkan bagaimana keterkaitan antara fungsi-fungsi tersebut dan juga keterkaitannya dengan tujuan utama Sistem Kesehatan.


3.3.Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Pelayanan kesehatan dapat diperoleh mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit, dokter praktek swasta dan lain-lain. Masyarakat dewasa ini sudah makin kritis menyoroti pelayanan kesehatan dan profesional tenaga kesehatan. Masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang baik dari pihak rumah sakit, disisi lain pemerintah belum dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, kecuali rumah sakit swasta yang berorientasi bisnis, dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dibutuhkan tenaga kesehatan yang trampil dan fasilitas rumah sakit yang baik, tetapi tidak semua rumah sakit dapat memenuhi kriteria tersebut sehingga meningkatnya kerumitan system pelayanan kesehatan dewasa ini.          
Salah satu penilaian dari pelayanan kesehatan dapat kita lihat dari pencatatan rekam medis atau rekam kesehatan. Dari pencatatan rekam medis dapat mengambarkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien, juga meyumbangkan hal penting dibidang hukum kesehatan, pendidikan, penelitian dan akriditasi rumah sakit. Yang harus dicatat dalam rekam medis mencakup hal-hal seperti di bawah ini;
·           Identitas Penderita dan formulir persetujuan atau perizinan.
·           Riwayat Penyakit.
·           Laporan pemeriksaan Fisik.
·           Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan dokter yang berwenang.
·           Catatan Pengamatan atau observasi.
·           Laporan tindakan dan penemuan.
·           Ringkasan riwayat waktu pulang.
·           Kejadian-kejadian yang menyimpang.



Rekam medis mengandung dua macam informasi yaitu;
·      Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan, yaitu merupakan catatan mengenai hasil pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, pengamatan mengenai penderita, mengenai hal tersebut ada kewajiban simpan rahasia kedokteran.
·      Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan suatu hal yang harus diingat bahwa berkas catatan medik asli tetap harus disimpan di rumah sakit dan tidak boleh diserahkan pada pasien, pengacara atau siapapun.

Berkas catatan medik tersebut merupakan bukti penting bagi rumah sakit apabila kelak timbul suatu perkara, karena memuat catatan penting tentang apa yang telah dikerjakan dirumah sakit. Catatan medik harus disimpan selama jangka waktu tertentu untuk dokumentasi pasien. Untuk suatu rumah sakit rekam medis adalah penting dalam mengadakan evaluasi pelayanan kesehatan, peningkatan efisiensi kerja melalui penurunan mortalitas, morbiditas dan perawatan penderita yang lebih sempurna. Pengisian rekam medis serta penyelesaiannya adalah tanggung jawab penuh dokter yang merawat pasien tersebut, catatan itu harus ditulis dengan cermat, singkat dan jelas. Dalam menciptakan rekam medis yang baik diperlukan adanya kerja sama dan usaha-usaha yang bersifat koordinatif antara berbagai pihak yang samasama melayani perawatan dan pengobatan terhadap penderita.

3.4.Undang-undang Kesehatan di Indonesia
Hukum kesehatan merupakan suatu bidang spesialisasi ilmu hukum yang relatif masih baru di Indonesia. Hukum kesehatan mencakup segala peraturan dan aturan yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan kesehatan yang terancam atau kesehatan yang rusak. Hukum kesehatan mencakup penerapan hukum perdata dan hukum pidana yang berkaitan dengan hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan.
Subyek-subyek hukum dalam sistem hukum kesehatan adalah:
  1. Tenaga kesehatan sarjana yaitu: dokter, dokter gigi, apoteker dan sarjana lain di bidang kesehatan.
  2. Tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah;
-        bidang farmasi
-        bidang kebidanan
-        bidang perawatan
-        bidang kesehatan masyarakat, dll.
Dalam melakukan tugasnya dokter dan tenaga kesehatan harus mematuhi segala aspek hukum dalam kesehatan. Kesalahan dalam melaksanakan profesi kedokteran merupakan masalah penting, karena membawa akibat yang berat, terutama akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi kesehatan. Suatu kesalahan dalam melakukan profesi dapat disebabkan karena Kekurangan; (1) pengetahuan (2) pengalaman (3) pengertian. Ketiga faktor tersebut menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan atau penilaian. Contoh: kejadian tindakan malpraktek Malpraktek adalah suatu tindaka praktek yang buruk, dengan kata lain adalah kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya, apabila hal tersebut diadukan kepada pihak yang berwajib, maka akan diproses secara hukum dan pihak pengadilan yang akan membuktikan apakah tuduhan tersebut benar atau salah.
Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian dalam menjalankan profesi ialah:
a.    Meningkatkan kemampuan profesi para dokter untuk mengikuti kemajuan ilmu kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga dapat melakukan pelayanan medis secara profesional. Dalam program ini perlu diingatkan tentang kode etik dan kemampuan melakukan konseling dengan baik.
b.    Pengetahuan pengawasan perilaku etis. Upaya ini akan mendorong dokter untuk senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etis, sehingga semakin jauh dari tindakan melanggar hukum.
c.    Penyusunan protokol pelayanan kesehatan, misalnya petunjuk tentang “informed consent”. Protokol ini dapat dijadikan pegangan bilamana dokter dituduh telah melakukan kelalaian. Selama dokter bertindak sesuai dengan protokol tersebut, dia dapat terlindung dari tuduhan malpraktek.. Beberapa contoh malpraktek di bidang hukum pidana:
-     Menipu Pasien
-     Membuat surat keterangan palsu
-     Melakukan pelanggaran kesopanan
-     Melakukan pengguguran tanpa indikasi medis
-     Melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan kematian atau lukaluka
-     Membocorkan rahasia kedokteran yang diadukan oleh pasien
-     Kesengajaan membiarkan pasien tidak tertolong
-     Tidak memberikan pertolongan pada orang yang berada dalam keadaan bahaya maut
-     Memberikan atau menjual obat palsu

Keberhasilan pembangunan nasional telah meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Masyarakat menjadi lebih kritis terhadap pelayanan jasa-jasa yang mereka terima, termasuk pelayanan dokter, perawat, bidan, apoteker, dan lain-lain. Dengan meningkatnya kesadaran hukum ini, tidak jarang masyarakat mencampurbaurkan antara etika dan hukum. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak mengetahui perbedaan dari keduanya yang sama-sama berpegang pada norma-norma yang hidup dalam masyarakat.

3.5.Kebijakan Kesehatan di Indonesia
Kebijakan kesehatan Indonesia dibuat berdasarkan keputusan-keputusan sebagai berikut:
a.         SKep Men Kes RI No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional.
b.        TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
c.         Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
d.        Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
e.         Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
f.         Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. /SK/IV/2000 tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat tahun 2010.
g.        Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.



BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Tujuan pembangunan kesehatan hanya dapat dicapai bila didukung oleh kerjasama dengan semangat kemitraan antar semua pelaku pembangunan, baik pemerintah secara lintas sektor, pemerintah pusat dan daerah, badan legislatif dan yudikatif, serta masyarakat, termasuk swasta. Dengan demikian, penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan dukungan Sistem Kesehatan Nasional dapat dilaksanakan dengan berhasil guna dan berdaya guna dengan interaksi, interelasi, serta keterpaduan berbagai upaya yang dilakukan oleh semua pelaku Sistem Kesehatan Nasional.
Sistem kesehatan seperti halnya sistem pada umumnya, juga terdiri dari berbagai elemen atau sub sistem. Salah satu sistem yang dimaksud adalah sistem pelayanan kesehatan.
Untuk mendapatkan hasil kesehatan yang diinginkan, pemerintah melakukan suatu kebijakan kesehatan. Secara keseluruhan sistem perawatan kesehatan, termasuk sektor publik dan swasta, dan kekuatan politik yang mempengaruhi bahwa sistem yang dibentuk oleh perawatan kesehatan, sangat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.

4.2  Saran
1.    Seharusnya untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional didukung oleh kerjasama dengan semangat kemitraan antar semua pelaku pembangunan, baik pemerintah secara lintas sektor, pemerintah pusat dan daerah, badan legislatif dan yudikatif, serta masyarakat, termasuk swasta. Dengan demikian, penyelenggaraan pembangunan kesehatan dapat dilaksanakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.
  1. Dalam pelaksanaannya, seluruh pelaku harus memegang teguh prinsip-prinsip umum SKN dan prinsip dasar masing-masing subsistemnya, dan  juga harus realistis dengan kemampuan sumber daya manusia dan ketersediaan dana dan sumber daya lainnya, serta kondisi lingkungannya.
  2. Dalam menanggulangi permasalahan sistem kesehatan nasional, pemerintah hendaknya berusaha meningkatkan berbagai program kesehatan yang telah dicanangkan dengan melihat kekurangan yang ada sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT Raja Gravindo Persada
Afriani, Danik dkk. ”Kebijakan Dalam Kesehatan dan Keperawatan”. http://stikeskabmalang.wordpress.com/ diakses tanggal 30 September 2010.
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat edisi 2. Jakarta:EGC.
Isna, Nilna R. “Desentralisasi Kesehatan dan Problematikanya”.  http://www.simpuldemokrasi.com/ diakses tanggal 28 September 2010.
Pohan, Imbalo S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Sriatmi, Ayun. “Kebijakan Kesehatan”. http:// kebijakankesehatanindonesia.net/ diakses tanggal 27 September 2010.
Utomo, Tri Widodo. “Analisis Kebijakan Politik”. http://www.slideshare.net/ diakses tanggal 30 September 2010.

Related Post



Post a Comment